Suara.com - Tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penembakan terhadap Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan Kuwat atau KM.
Kepada penyidik, Irjen Ferdy Sambo telah mengakui jika dirinya menjadi aktor utama dalam kasus pembunuhan ini. Eks Kadiv Propam Polri itu menyusun skenario, merekayasa kasus, hingga memerintahkan anggota polisi dari dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan untuk menghilangkan dan/atau merusak alat bukti (obstruction of justice).
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memandang, jika dugaan obstruction of justice tersebut memang benar terjadi, maka publik saat ini sedang dipertontonkan dengan persengkokolan jahat yang melibatkan anggota polisi dari berbagai level kepangkatan dan satuan kerja. Tentunya, hal itu menjadi tamparan keras buat Polri.
"Hal tersebut jelas merupakan tamparan keras yang mencoreng marwah institusi Polri yang justru membuat jargon transformasi Polri, PRESISI menjadi tidak berarti," kata pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen dalam siaran persnya, Senin (15/8/2022).
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan serangkaian pernyataan pejabat publik lain. Salah satunya Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto. Dalam pernyataannya, Benny menelan mentah-mentah dan menyebarkan skenario tembak-menembak antara Yosua dan Richard yang di kemudian hari terbukti merupakan rekayasa untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.
Teo menilai, dugaan tersebut tidak boleh menguap begitu saja. Saat ini justru adalah momentum yang tepat untuk melakukan “bersih-bersih” dalam tubuh Kepolisian paralel dengan penuntasan kasus kematian Yosua.
Tentunya, penuntasan kasus ini harus dilakukan dengan melibatkan lembaga negara independen dan partisipasi masyarakat sipil secara luas. Sebab, lembaga pengawas baik internal maupun eksternal Polri sedang dalam sorotan publik.
"Kasus Irjen Ferdy Sambo hanya salah satu kasus dari sekian banyak rekayasa kasus yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian," ujar dia.
Merujuk pada penanganan kasus yang dilakukan oleh LBH Jakarta yang terbatas di wilayah Jabodetabek sejak 2013-2022, terdapat 14 rekayasa kasus yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Rekayasa kasus tersebut biasanya juga diikuti dengan penyiksaan (torture) baik melalui kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari korban.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Istri Ferdy Sambo Bisa Dipidana
"Selain itu pada umumnya pada saat pemeriksaan para korban tidak mendapatkan pendampingan hukum dari penasehat hukum, untuk menyiasati pemenuhan hak tersangka tersebut biasanya polisi menyiasati dengan cara penunjukan Pengacara/Advokat untuk mendapatkan legitimasi seolah-olah tersangka sudah didampingi oleh Pengacara/Advokat pada saat pemeriksaan, serta serangkaian upaya paksa yang dilakukan secara sewenang-wenang," jelasnya.
Pengawasan Tak Efektif
LBH Jakarta menilai Divisi Propam Polri tidak dapat menjadi harapan untuk Penegakan Etik dan Disiplin di Internal Polri. Pasalnya, kedudukannya sebagai bagian internal dalam Kepolisian sangat memungkinkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa dalam menangani pengaduan yang disampaikan oleh korban.
Teo mengatakan, akan menjadi sangat sulit memastikan semua proses terjadi secara independen, transparan, akuntabel dan imparsial. Selain itu, Kompolnas dalam beberapa catatan LBH Jakarta juga tidak mampu menyelesaikan persoalan pelanggaran karena Kompolnas tak ubahnya dengan lembaga pengawas internal Polri.
"Dalam beberapa kasus, pengaduan/laporan yang kami ajukan ke Kompolnas tidak mendapatkan tanggapan serius," ucap dia.
Dalam kasus ini, beber Teo, kelemahan Kompolnas sangat terpampang jelas. Hal itu terlihat jelas dari pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto yang cenderung membela narasi yang direkayasa oleh Ferdy Sambo.
Berita Terkait
-
Profil dan Biodata Lengkap Bripka Matius Marey, Ajudan Ferdy Sambo yang Brewok Tebal dan Bertato
-
Pakar Hukum Sebut Istri Ferdy Sambo Bisa Dipidana
-
Lapor Tentang Pelecehan, Timsus Pergi ke Magelang Telusuri Laporan Putri
-
Dapat Perlindungan LPSK, Bharada E Dipastikan Aman di Rutan Bareskrim Polri
-
Jadi Justice Collaborator Kematian Brigadir J, LPSK Sebut Bharada E Kini Aman di Rutan
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
-
Trik Rahasia Belanja Kosmetik di 11.11, Biar Tetap Hemat dan Tetap Glowing
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
Terkini
-
Baharuddin Lopa: Jaksa Agung Pemberani Usut Kasus Soeharto Hingga Koruptor Kelas Kakap
-
Semalam GBK Macet Parah Jelang Konser BLACKPINK, Polisi Lakukan Rekayasa Lalu Lintas
-
David Van Reybrouck Kritik Wacana Soeharto Jadi Pahlawan: Lupa Sejarah, Bahaya Besar!
-
Kronologi Truk Tanki 2.400 liter BBM Terbakar di Cianjur, Sebabkan Ledakan Mencekam
-
5 Fakta dan Pihak-pihak yang Terlibat Perang Sudan
-
Mau Perkuat Partai yang Dipimpin Prabowo, Budi Arie Bicara Soal Kapan Masuk Gerindra
-
Dasco: Gerindra Siap Tampung Gelombang Relawan Projo!
-
PLN Electric Run 2025 Siap Start Besok, Ribuan Pelari Dukung Gerakan Transisi Energi Bersih
-
Merapat ke Prabowo, Budi Arie Bicara Kemungkinan Jokowi Tak Lagi Jadi Dewan Penasihat Projo!
-
Hujan Lebat Iringi Megawati Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Begini Momennya