Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia didesak untuk sungguh-sungguh menginvestigasi kasus mutilasi terhadap warga sipil yang diduga melibatkan enam prajurit di Papua.
Desakan itu disampaikan kelompok yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua melalui demonstrasi di depan Komnas HAM, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Mahasiswa menolak pelaku diadili secara militer. Mahasiswa mendesak mereka diadili di peradilan pidana umum.
"Untuk memproses enam anggota TNI AD itu harus diproses dalam peradilan umum. Dan diadili melalui proses peradilan yang adil, bebas dan tidak memihak. Tujuannya, agar semua proses dapat dipantau oleh publik dan memastikan pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan bagi korban dan keluarganya serta mencegah terjadinya impunitas," kata mahasiswa.
Mahasiswa mengecam peristiwa yang mereka sebut sebagai "pembunuhan diluar hukum."
Desakan mahasiswa disampaikan di hadapan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan komisioner Choirul Anam.
Kepada mahasiswa, Taufan menegaskan bahwa Komnas HAM tidak tinggal diam dengan adanya kasus mutilasi itu.
"Tidak benar kalau kemudian Komnas HAM diam saja terhadap kasus mutilasi ini. Anda bisa cek pernyataan-pernyataan saya, pernyataan-pernyataan Komnas HAM perwakilan Papua. Kami bukan saja mengutuk tindakan yang sangat keji ini, tapi bersungguh-sungguh melakukan investigasi," kata Taufan.
Komnas HAM telah berkomunikasi dengan Panglima TNI dan sejumlah pihak dan sekarang investigasi sedang berlangsung.
Baca Juga: Seharusnya Ini Rekomendasi Komnas HAM untuk PC, Bukan kepada Penyidik
"Malam ini (Rabu 7 September) kami mengutus saudara Choirul Anam untuk memperkuat tim yang sekarang sedang bekerja di Papua," ujarnya.
Rekonstruksi kasus mutilasi di Mimika telah digelar dan terdapat 50 adegan yang diperagakan enam tersangka.
Rekonstruksi diawasi Komnas HAM, Kompolnas, dan Kejaksaan Negeri Mimika.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55, 56 KUHP, dan atau Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Berita Terkait
-
Neraka 'Online Scam' ASEAN, Kemiskinan Jadi Umpan Ribuan WNI Jadi Korban TPPO
-
Logika Sesat dan Penyangkalan Sejarah: Saat Kebenaran Diukur dari Selembar Kertas
-
Komnas HAM: Solidaritas Publik Menguat, Tapi Negara Tetap Wajib Pulihkan Sumatra
-
YLBHI Desak Komnas HAM Tak Takut Intervensi dalam Kasus Munir
-
'Tangan Ikut Berlumuran Darah', Alasan Sipil ASEAN Tolak Komnas HAM Myanmar di Forum Jakarta
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka
-
Si Jago Merah Mengamuk di Kemanggisan, Warung Gado-Gado Ludes Terbakar
-
ODGJ Iseng Main Korek Gas, Panti Sosial di Cengkareng Terbakar
-
Diplomasi Tanpa Sekat 2025: Bagaimana Dasco Jadi 'Jembatan' Megawati hingga Abu Bakar Baasyir
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya