Suara.com - Dua anak kembar laki-laki asal Afghanistan yang telah terpisah selama setahun berhasil dipertemukan kembali di London, Inggris, pada Rabu (7/9) waktu setempat.
Obaidullah Jabarkhyl (11) terpisah dari saudara kembarnya di tengah upaya evakuasi ketika Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus 2021.
Usai berhasil meninggalkan Kabul, Obaidullah terdampar selama setahun di Prancis. Namun, ia akhirnya bisa kembali berkumpul dengan saudara kembarnya, Irfanullah, yang berhasil sampai di London dan tinggal dengan anggota keluarga yang bermukim di Inggris. Sementara itu, orang tua dan saudara perempuan kedua anak kembar itu tetap berada di Afghanistan.
Kepada BBC, Obaidullah mengatakan ia “lelah namun senang” bisa sampai di Inggris dan bertemu kembali dengan saudaranya.
Mereka berdua akan dirawat oleh saudara sepupu mereka, Qamar Jabarkhyl (28), yang merupakan warga negara Inggris.
Qamar mengkritisi terjadinya penundaan visa yang menyebabkan kedua sepupunya terpisah hingga setahun.
Menurutnya, Departemen Dalam Negeri Inggris atau Home Office baru membereskan masalah visa Obaidullah setelah kasus ini dilaporkan ke anggota parlemen Bob Blackman dan akhirnya diberitakan oleh media massa.
“Di bulan Maret atau Februari, mereka berjanji akan mengambil langkah cepat, tapi kenyataannya tidak begitu,” ujar Qamar. “Kami sangat berterima kasih atas bantuan mereka, tapi mereka juga harus membantu yang lainnya karena ada banyak warga Afghanistan yang berada di situasi yang sama [di mana] anak-anak tinggal jauh dari rumah.”
Pengacara keluarga mereka Nick O'Loughnan juga mengapresiasi intervensi yang dilakukan pihak terkait, tetapi ia juga menyoroti penundaan pada aplikasi pertemuan kembali anggota keluarga (family reunion) yang semakin sering terjadi.
“Pedoman Home Office menyatakan bahwa keputusan terkait aplikasi home reunion harus dibuat dalam 12 minggu,” ujar O'Loughnan. “Namun, kami sering melihat aplikasi seperti ini memakan waktu hingga setahun tanpa adanya alasan yang jelas.”
Ia juga mengingatkan bahwa proses yang panjang ini dapat berpengaruh buruk pada kesehatan mental pemohon, terutama mereka yang rentan dan hidup terpisah dari anggota keluarga.
Berita Terkait
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar
-
Jurus Prabowo Setop Wisata Bencana: Siapa Pejabat yang Disentil dan Mengapa Ini Terjadi?