Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sebanyak 61 kekerasan yang melibatkan anggota TNI selama periode Oktober 2021 sampai September 2022. Jika merujuk pada peta persebarannya, kekerasan oleh anggota TNI paling banyak terjadi di Papua.
Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozi Brilian menyampaikan, terdapat 11 kasus kekerasan oleh anggota TNI di Bumi Cenderawasih.
Misalnya, penyiksaan terhadap tujuh anak yang terjadi di Kabupaten Puncak pada Februari 2022, penembakan salah satu mama di Kabupaten Intan Jaya, hingga mutilasi terhadap empat warga sipil di Kabupaten Mimika.
"Bahwa Papua masih menjadi daerah atau provinsi dengan angka kekerasan tertinggi yang melibatkan militer. Kami catat ada 11 kasus," ucap Rozi di kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2022).
Kemudian, KontraS juga mencatat sebanyak delapan kasus kekerasan di Maluku dan tujuh kasus di Sumatera Utara. Berbagai peristiwa itu, kata Rozi tidak dapat diselesaikan secara case by case -- melainkan sebuah problem struktural di tubuh TNI itu sendiri.
Untuk itu, KontraS meminta agar TNI untuk berhenti berdalih dibalik kata "oknum" dalam setiap pelanggaran yang terjadi. Tanggung jawab kolektif institusi, kata dia, juga harus dikedepankan sembari membangun sistem pengawasan yang optimal guna mencegah terjadinya keberulangan peristiwa.
"Institusi (TNI) harus berhenti berdalih di belakang kata ‘oknum’ dalam setiap pelanggaran yang terjadi," beber Rozi.
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menambahkan, sudah seharusnya pemerintah melakukan dialog secara konstruktif dan terbuka kepada warga Papua. Untuk itu, penempatan militer di Papua secara skala besar itu sudah seharusnya dihentikan.
"Karena memang pemerintah tidak pernah mendeklarasikan papua sebagai daerah operasi militer (DOM) seperti yang terjadi di era 90-an dan itu sudah dicabut. Apa yang terjadi di Papua sebenarnya ilegal karena Papua tidak dikatakan sebagai daerah operasi militer," ucap Fatia.
Baca Juga: Melonjak Ketimbang Tahun Lalu, KontraS Catat Ada 61 Kasus Kekerasan Oleh TNI
Dengan demikian, KontraS mendesak agar pendekatan militeristik di Papua untuk dihentikan. Pasalnya, metode penerjunan aparat dan pendirian posko militer harus dievaluasi karena terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan situasi kemanusiaan di Papua.
"Pemerintah bersama DPR untuk menghentikan segala bentuk pendekatan militeristik dan sekuritisasi di Papua," sambungnya.
Fatia menambahkan, pendekatan atau operasi harus mengedepankan cara-cara persuasif. Bukan justru mengedepankan kontak senjata, utamanya dalam menghadapi kelompok yang ingin memisahkan diri.
"Sebab pendekatan dengan senjata juga akan berimplikasi pada jatuhnya korban sipil," tambah dia.
Berita Terkait
-
Melonjak Ketimbang Tahun Lalu, KontraS Catat Ada 61 Kasus Kekerasan Oleh TNI
-
Kekerasan di Papua Terus Berulang, KontraS: Buah Pendekatan Militeristik yang Sangat Kental
-
Aneh Komnas HAM Tak Masuk TGIPF Tragedi Kanjuruhan, KontraS: Ada Kekerasan Polisi, di Situ Pelanggaran HAM!
-
Catatan KontraS Jelang HUT TNI Ke-77 Besok: Agenda Militerisme Merebak, Warga Sipil Jadi Berwatak Militer
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu