Suara.com - Setelah berdiskusi dengan Devi Athok, ayah kandung korban meninggal tragedi Kanjuruhan, Natasya (18) dan Nayla (13), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan, autopsi terhadap jenazah keduanya masih berpeluang dilakukan. Namun dengan syarat, kenyamanan keluarga hingga dokter forensik independen harus dilibatkan.
Sesuai jadwal, autopsi seharusnya digelar pada Kamis (20/10) lalu. Namu karena keluarga korban tak nyaman didatangi polisi berkali-kali, mereka memutuskan membatalkan autopsi.
"Perkembangan dalam konteks diskusi sih memang pertimbangan keluarga dan orang tuanya menjadi sangat utama. Tapi ketika diskusi itu, terakhir-terakhir diskusinya ya, posibilitasnya masih ada peluangnya," kata Anam Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam di kantornya, Jakarta, Senin (24/10/2022).
Kendati demikian, dalam prosesnya pihak keluarga mengajukan syarat, yakni kenyamanan mereka harus menjadi prioritas utama.
"Ya prinsip dasarnya, satu, jika autopsi dilakukan soal komunikasi harus beres. Pendampingan, pengawasan, pelibatan berbagai pihak juga harus baik," kata Anam.
"Juga yang paling penting ketika proses autopsi sendiri itu tidak semata-mata dilakukan oleh dokter forensik dari kepolisian, tapi juga dokter forensik independen yang turut serta di situ. Jadi itu komunikasi kami dengan Mas Devi Athok," imbuhnya.
Keluarga Ketakutan 3 Kali Didatangi Polisi
Diberitakan sebelumnya keluarga korban mengaku kepada Komnas HAM, tak nyaman didatangi polisi, hingga akhirnya memilih membatalkan autopsi.
"Kita tanya sebenarnya, apakah Pak Athok mendapatkan intimidasi? Enggak intimidasi. Bahwa dia khawatir, banyak polisi yang datang iya. Bahwa dia khawatir, akhirnya juga trauma. Karena punya trauma kejadian Kanjuruhan, khawatir terus dia juga merasa ketakutan. Karena memang apa ketakutan dan kekhawatiran ini terjadi, karena memang tidak ada pendampingnya," kata Anam lewat sebuah video pada Jumat (21/10/2022).
Baca Juga: Usut Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM Minta RS Syaiful Anwar Malang Kirim Rekam Medis Korban Tewas
Sedari awal mendapati dua anaknya meninggal, Athok bersikukuh meminta dilakukan autopsi. Dia inging tahu penyebab pasti meninggalnya Natasya dan Nayla. Sesuai jadwal seharusnya autopsi digelar pada Kamis (20/10) kemarin.
"Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan autopsi," kata Anam.
Pengakuannya, dia didatangi Polisi sebanyak tiga kali. Pada tanggal 11 Oktober dari empat orang dari Polres Kepanjen sekitar pukul 11.00 WIB. Kedatangan itu, sehari setelah Athok membuat surat pernyataan meminta autopsi didepan kuasa hukumnya. Namun surat itu diakuinya baru berupa draf, masih membutuhkan tandatangan dari kepala desanya sebagai saksi.
"Polisi berjumlah kurang lebih 4 orang datang ke rumah Pak Athok. Nah Pak Athok juga kaget. Dia merasa bahwa itu masih draft kok ini sudah kemana-mana. Itu masih draft hanya difoto penasehat hukum dan aslinya masih dibawa dia dan dia ingin minta tanda tangan Pak Kades dan kita konfirmasi kepada Pak Kades memang demikian yang terjadi. Dia ingin minta agar Pak Kadesnya mengetahuinya," kata Anam.
Kemudian pada tanggal 12 Oktober empat orang polisi masih dari Polres Kepanjen kembali mendatang kediamannya untuk menanyakan proses autopsi yang rencananya digelar pada tanggal 20 Oktober. Pada tanggal 11 dan 12 Oktober saat polisi datang, posisi Athok tanpa pendamping atau kuasa hukumnya.
"Dia coba menghubungi teman-temannya, pendamping-pendamping dan lain sebagainya itu tidak ada yang bisa menemani dia di saat itu. Sehingga dia juga semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang, pendampingnya, kuasa hukumnya ketika dihubungi memang tidak bisa hadir dengan berbagai alasannya di saat kepolisian datang," ujar Anam.
Berita Terkait
-
Usut Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM Minta RS Syaiful Anwar Malang Kirim Rekam Medis Korban Tewas
-
Farzah Korban ke-135 Tragedi Kanjuruhan Disebut Meninggal Terpapar Covid-19, Massa Geruduk RS
-
Fakta-fakta Kondisi Farzah, Korban Meninggal ke-135 Tragedi Kanjuruhan Versi Keluarga dan RS
-
Sempat Menolak, Keluarga Tak Pernah Dikabari RS Korban Meninggal ke-135 Tragedi Kanjuruhan Positif Covid-19
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
Orang Tua Wajib Waspada! Kapolri Sebut Paham Ekstrem Kini Susupi Hobi Game Online Anak
-
Aset Sudah Disita tapi Belum Diperiksa, KPK Beri Sinyal Tegas untuk Ridwan Kamil
-
Indonesia Resmi Akhiri KLB Polio Tipe 2, Menkes Ingatkan Anak-anak Tetap Harus Vaksin Sesuai Usia
-
Jaga Warga Diperluas hingga Pedukuhan, Kapolri Tekankan Penyelesaian Masalah Lewat Kearifan Lokal
-
Polisi: Pelaku Ledakan SMAN 72 Pesan Bahan Peledak Online, Kelabui Ortu Pakai Alasan Eskul
-
Kapolri dan Sri Sultan Pimpin Apel Jaga Warga, Perkuat Keamanan Berbasis Komunitas di DIY
-
Grebek Jaringan Online Scam, Otoritas Myanmar Tangkap 48 WNI
-
Prabowo dan Dasco Bertemu di Istana: Bahas Kesejahteraan Ojol hingga Reforma Agraria
-
Bobby Nasution Tak Kunjung Diperiksa Kasus Korupsi Jalan, ICW Curiga KPK Masuk Angin
-
Kontroversi 41 Dapur MBG Milik Anak Pejabat di Makassar, Begini Respons Pimpinan BGN