Suara.com - Dua orang pria Rohingya tewas dalam peristiwa penembakan di kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh, setelah sehari sebelumnya seorang pegiat Rohingya juga mengalami hal yang sama di kamp itu.
Penembakan tersebut terjadi pada Kamis (27/10), dan seorang pejabat setempat, S.M. Ishtiaque Shahriar, mengatakan kepada kantor berita Anadolu bahwa sekelompok orang bersenjata dan bertopeng memaksa masuk ke kamp pengungsi dan menembaki beberapa pria Rohingya.
Kejadian itu menewaskan satu orang dan melukai seorang lainnya, yang kemudian meninggal dunia di rumah sakit.
Kedua korban tewas adalah Ayat Ullah (40) dan Yasin (30), dan motif pembunuhan masih belum diketahui.
"Keamanan telah ditingkatkan dan polisi mulai melakukan operasi untuk menangkap pelaku," sebut Shahriar.
Dalam 13 hari terakhir, enam pria Rohingya tewas, termasuk seorang pemimpin muda Rohingya yang tewas ditembak di dalam kamp pada Rabu.
Polisi dan pengungsi Rohingya menduga Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) berada di balik pembunuhan ini. Kelompok yang sebelumnya bernama Harakah al-Yaqin ini adalah kelompok pemberontak Rohingya yang beroperasi di negara bagian Rakhine utara, Myanmar.
Pada Rabu pagi waktu setempat, sejumlah pemimpin komunitas Rohingya Majhi yang berbicara kepada Anadolu dan meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan mereka tidak membagikan informasi detail ke media lantaran merasa takut dibunuh.
Menurut data resmi, sudah lebih dari 120 pengungsi tewas di sejumlah kamp dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya Dewan Rohingya Eropa menyampaikan keprihatinan atas pembunuhan tersebut.
Bangladesh saat ini menampung lebih dari 1,2 juta warga Rohingya, yang kebanyakan berada di kamp pengungsi Cox’s Bazar. Mereka melarikan diri dari penindasan brutal militer di negara bagian asalnya di Rakhine pada Agustus 2017. [Antara/Anadolu]
Berita Terkait
-
Tak Miliki Kegiatan Tinggal di Indonesia, Imigrasi Deportasi Enam WNA Asal Bangladesh
-
2 Pemimpin Komunitas Rohingya Tewas Dibunuh di Kamp Pengungsian Bangladesh
-
Sebanyak 75 Warga Bangladesh Diamankan di Pekanbaru karena Masalah Izin Tinggal
-
53 Pekerja Migran Diamankan di Bengkalis, Didominasi Warga Bangladesh
-
10 Negara dengan Populasi Terbesar di Dunia, Nomor 9 Ternyata Rusia
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO