Suara.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai TNI semestinya dapat bersikap tegas ketika anggotanya diduga terlibat kasus korupsi. Bukan seolah-olah pasang badan atau terkesan melindungi dengan mempersoalkan legal formal prosedurnya.
Hal ini disampaikan Ray dalam diskusi bertajuk 'Kasus Korupsi di Basarnas dan Urgensi Reformasi Peradilan Militer' yang ditayangkan akun YouTube Imparsial pada Minggu (30/7/2023). Ray menjelaskan korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan doktrin militer sebagai penjaga pertahanan dan ketahanan negara.
"Mestinya kalau soal militer yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, militernya yang harus tampil ke depan duluan. Nggak boleh seolah-olah melindunginya dengan mempertanyakan prosedur-prosedur legal formal yang itu debatable, kecuali benar-benar salah," kata Ray.
Atas hal itu menurut Ray harus ada pemberatan hukum dua kali lipat terhadap anggota TNI yang terlibat dalam kasus korupsi. Sebab tindakan yang dilakukannya buka semata-mata merampok uang, tetapi juga mengancam pertahanan dan ketahanan negara.
"Menurut saya sanksinya nggak cukup sesuai dengan undang-undang yang umum berlaku. Harus ada pemberatan, kalau bisa dua kali lipat dari sanksi yang dianut oleh undang-undang. Karena seperti yang saya sebutkan tadi, kalau militer yang melakukan dia bukan hanya sekadar merampok uang negara, kira-kira begitu. Tapi dia juga sekaligus melakukan tindakan yang mengancam pertahanan dan ketahanan negara," jelas Ray.
"Padahal itu doktrin awal militer, bahwa mereka ini adalah penjaga pertahanan dan ketahanan negara," imbuhnya.
Ray juga menyayangkan sikap Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko yang justru lebih terkesan mempersoalkan legal formal prosedurnya ketimbang menindaklanjuti daripada adanya tindakan dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto. Sebab hal itu justru dinilainya menimbulkan sentimen antara sipil dan militer.
"Padahal semangat kita semangat bagaimana membangun irama yang harmonis antara militer dengan masyarakat sipil. Apalagi tindak pidana korupsi, mestinya TNI dalam hal ini Danpuspom ya, menyatakan 'tidak bisa memaafkan tindakan pidana korupsi yang dilakukan oleh militer'. Pernyataan ini dulu yang mesti keluar. Baru prosedurnya yang dibahas kemudian," ujar Ray.
Tersangka Suap
Baca Juga: Kasus Korupsi Kabasarnas: Apakah Hanya Bisa Diproses Lewat Hukum Militer?
Sebagaimana diketahui KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa.
Pada saat Afri terjaring OTT, penyidik KPK menemukan uang Rp 999,7 juta. Selain itu keduanya juga diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar.
Suap tersebut diduga untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17, 4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Tersangka pemberi suap tiga orang petinggi perusahaan, yaitu Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.
Informasi dan penyidikan yang dilakukan KPK pada rentang waktu waktu 2021 hingga 2023, Henri dan Afri juga diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa.
Namun belakangan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan permohonan maaf. Permohonan maaf ini disampaikan usai KPK didatangi Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung dan rombongan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat (28/7).
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
KPAI: Mental Gen ZAlpha Kian Rentan, Risiko Balas Dendam Korban Bullying Meningkat
-
Prediksi Cuaca Hari Ini 10 November 2025: Waspada Hujan & Petir di Sejumlah Kota
-
Pimpin Ziarah Nasional di TMPNU Kalibata, Prabowo: Jangan Sekali-sekali Lupakan Jasa Pahlawan
-
Ketua DPD Raih Dua Rekor MURI Berkat Inisiasi Gerakan Hijau Nasional
-
Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Jakarta Hari Ini, Senin 10 November 2025
-
Kondisi Terduga Pelaku Ledakan SMA 72 Jakarta Membaik Usai Operasi, Polisi Fokus Pemulihan
-
Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
-
Polemik Pahlawan Nasional: Soeharto Masuk Daftar 10 Nama yang akan Diumumkan Presiden Prabowo
-
Soeharto, Gus Dur, Hingga Marsinah Jadi Calon Pahlawan Nasional, Kapan Diumumkan?
-
Motif Pelaku Ledakan di SMAN 72: KPAI Sebut Dugaan Bullying hingga Faktor Lain