Suara.com - Sekelompok orang yang mengatasnamakan Pengacara Pembela Pilar Konstitusi atau P3K melaporkan kasus dugaan kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi terkait putusan syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden ke Bareskrim Polri.
Maydika Ramadani selaku perwakilan dari P3K menyebut laporannya telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: LP/B/356/XI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI pada Rabu, 8 November 2023 kemarin. Ia mengungkap alasan melaporkan kasus ini karena dianggap telah membuat kegaduhan di masyarakat.
"Kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam hal membuat laporan kepolisian," kata Maydika kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
Di sisi lain, kata Maydika, kebocoran informasi RPH merupakan bentuk pelanggaran berat merujuk Pasal 40 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstutusi dijelaskan bahwa RPH. Pasal 40 Ayat 1 tersebut berbunyi; sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.
"Maka atas hal tersebut, terkait dengan permasalahan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi dimaksud, maka tentu saja adalah pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir, karena telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan nasional yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Berdasar surat laporan yang diterima Suara.com tertera terlapor dalam perkara ini masih dalam penyelidikan. Sementara pasal yang dipersangkakan oleh P3K terhadap terlapor, yakni Pasal 112 KUHP tentang kebocoran dokumen rahasia negara.
Maydika berharap Bareskrim Polri dapat segera mengusut laporannya. Harapannya peristiwa serupa tidak terulang kembali.
"Serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan," tuturnya.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan sembilan Hakim Konstitusi melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sebab mereka terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam RPH.
“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?