Dalam riset ‘Kerja Layak: Survei tentang Kondisi Pekerja Media dan Industri Kreatif di Indonesia’ tahun 2021, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) menemukan bahwa sebanyak 13,2 persen pekerja di survei ini mengaku memiliki disabilitas. Sebagian besar di antaranya mengalami disabilitas mental, yaitu gangguan kecemasan (76 persen), depresi (48 persen), bipolar (16 persen), dan gangguan kepribadian (16 persen).
Survei tersebut juga menemukan bahwa rata-rata jumlah hari kerja responden adalah 21 hari dalam sebulan dengan 5 hari kerja dalam seminggu. Meskipun begitu, persentase responden dengan jumlah hari kerja lebih dari 22 hari per bulan cukup besar, yakni 41,2 persen. Sementara, rata-rata jam kerja responden dalam seminggu adalah 44 (44,1) jam.
Padahal, bila merujuk pada Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 13/2003 jo. UU No. 21/2020 dan pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 35/2021, batas waktu kerja yang diatur adalah 7-8 jam dalam sehari untuk 6-5 hari kerja atau 40 jam kerja dalam seminggu.
Ini menunjukkan bahwa rata-rata responden bekerja di atas batas wajar yang diatur oleh pemerintah yakni 40 jam per pekan.
“Temuan ini mengkonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut sebanyak 31,98 persen pekerja kreatif mengalami overwork karena bekerja lebih dari 48 jam per pekan,” ujar Majelis Pertimbangan Organisasi SINDIKASI, Ikhsan Raharjo.
Di tengah situasi tersebut, survei yang sama juga menemukan bahwa 73 persen responden merasa khawatir dengan kondisi kerjanya karena tidak memiliki jaminan sosial dari tempat kerja mereka. Jika dilihat lebih dalam, hanya sebagian kecil atau kurang dari 30 persen yang memiliki jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Memperkuat Pekerja Rentan
Situasi tersebut yang membuat SINDIKASI sejak tahun 2017 terus mengadvokasi jaminan sosial bagi pekerja kreatif, terutama yang memiliki hubungan kerja sebagai pekerja lepas atau freelancer. Ketiadaan jaminan sosial bagi pekerja lepas menambah pelik problem yang dihadapi pekerja masa kini.
“Kondisi ini tentu membuat teman-teman freelancer menjadi semakin rentan di tengah dunia kerja saat ini,” ujar Ikhsan.
Baca Juga: Berhasil Tingkatkan Kualitas Layanan Digital, BPJamsotek Raih Penghargaan di Ajang ICXC 2023
Ketiadaan kontrak yang jelas, dan hubungan kerja yang relatif pendek ini, menempatkan pekerja kreatif, terutama yang berstatus sebagai freelancer sebagai pekerja prekariat.
Peneliti, Purusha Research Cooperative, Hizkia Yosias Polimpung pernah menulis, bahwa secara umum, prekariat banyak diartikan sebagai “pekerja yang tidak menentu”: jam kerjanya, kontrak kerjanya, jaminan kerjanya, lingkup kerjanya.
Ia merujuk buku yang ditulis oleh Guy Standing, The Precariat: the New Dangerous Class. Prekariet adalah paduan dari precarious (rentan) dan proletariat (kelas pekerja). Singkatnya, prekariat ialah pekerja yang berada pada kondisi rentan.
SINDIKASI mengawali advokasinya dengan meluncurkan kertas posisi ‘Kerja Keras Menukar Waras’ di awal tahun 2018. Dokumen ini, menurut Ikhsan, berusaha membongkar kerentanan yang dialami oleh pekerja kreatif dan media yang berdampak pada kesehatan mental. Kertas posisi ini sekaligus juga mendorong agar masalah kesehatan mental masuk ke dalam bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Advokasi itu berbuah hasil. Di tahun yang sama, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Aturan itu mengakui adanya kaitan antara lingkungan kerja dan kondisi kesehatan jiwa pekerja.
Dalam aturan tersebut, pemerintah juga merumuskan adanya "potensi bahaya faktor psikologi" di dunia kerja yang antara lain diakibatkan ketidakjelasan pekerjaan, beban kerja berlebih, dan masalah pengembangan karier.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Upah Buruh Naik Cuma Rp50 Ribu, Tunjangan DPR Ratusan Juta; Said Iqbal Sebut Akal-akalan Pemerintah
-
Rahayu Saraswati Tetap Wakil Ketua Komisi VII DPR Usai Putusan MKD, Begini Kata Dasco
-
Pengendara Mobil Tewas Tertimpa Pohon Tumbang di Dharmawangsa Raya Saat Hujan Deras
-
Demi Restorasi Lingkungan, KLH Ajak Kawasan Ekowisata di Puncak Tanam Harapan Baru
-
Kejagung Tampik Soal Wakil Wali Kota Bandung Terjaring OTT: Hanya Pemeriksaan!
-
Viral 'Bang Jago' Minta Jatah Rp 5 Ribu di Pasar Tangsel, Polisi Turun Tangan
-
Hari Ini, Prabowo Bertolak ke Korea Selatan untuk KTT APEC 2025
-
Istana Terima Aspirasi Guru Madrasah yang Ingin Diangkat jadi ASN, Keputusan Tunggu Respons Presiden
-
PLN Dukung KESDM Salurkan BPBL Bagi Ratusan Keluarga Prasejahtera di Minahasa
-
BRIN Temukan Mikroplastik di Air Hujan Jakarta, Begini Imbauan Kemenkes