Suara.com - Dulu ada seorang wartawan yang hari Senin datang sebagai pewarta, hari Rabu datang ke tempat itu lagi sebagai pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat, lalu hari Jumat datang sebagai orang dekat pimpinan sebuah organisasi. Orang itu rela mempertaruhkan profesi buat sesuap nasi. Tapi hasilnya malah jadi obat sakit kepala alias bodrek!
Ada lagi cerita yang beredar di kalangan wartawan daerah. Seorang pekerja media lokal menanyakan etika sekelompok oknum yang mengaku menjadi wartawan di sebuah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oknum tersebut kerap mendatangi lurah ataupun perangkat desa.
Berbekal informasi 'miring' yang ia kantongi, oknum tersebut menyodorkannya sebagai modal pengancaman atau lebih tepatnya pemerasan terhadap lurah desa itu. Oknum wartawan itu bahkan tak perlu repot menunjukkan identitas pers atau surat tugasnya. Lebih parahnya, oknum itu mengaku sebagai wartawan media terkenal padahal menjadi bagiannya saja tidak.
Lantaran merasa terancam, lurah atau perangkat desa tersebut lebih memilih jalan pintas ketimbang aib mereka terbongkar. Pada akhirnya, lurah tersebut memberikan amplop tanpa mengonfirmasi apakah orang yang ia hadapi adalah wartawan sungguhan atau bukan.
"Sejujurnya mereka tak layak menyandang profesi wartawan profesional," kata Hudono Ketua Persatuan Wartawan Indonesia DIY menegaskan soal aksi curang jurnalisme tersebut.
Aksi-aksi culas oknum wartawan itu sebenarnya malah meresahkan rekan seprofesi mereka yang bersungguh-sungguh mencari berita, menggali kebenarannya, dan menyampaikannya demi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi seorang wartawan memahami pentingnya nilai profesi mereka, status hukum media tempat mereka bekerja, dan tanggung jawab kepada publik.
Untuk menghilangkan praktik wartawan bodrek alias wartawan abal-abal itu, jurnalis diharuskan untuk memahami etik jurnalisme. Salah satunya cara menguji pemahaman etik tersebut melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Sama halnya seperti seorang siswa yang harus lulus Ujian Nasional dahulu -sebelum dihapuskan Mendikbud Nadiem Makarim- untuk bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya , seorang jurnalis juga harus lulus UKW dahulu untuk menjadi kompeten dan bisa melangkah jenjang wartawan selanjutnya.
Kode Etik Jurnalisme menjadi bahan utama untuk menciptakan wartawan yang profesional. Dalam sebelas pasal yang tercantum, tak jarang masih ada beberapa kekeliruan pemahaman dasar jurnalisme di kehidupan nyata.
Baca Juga: Klaster Usaha Jamur DJ Binaan BRI Sukses Berdayakan Ibu-ibu di Banjarmasin
Apalagi kalau sudah dihadapkan dengan hal berbau independensi, wartawan nyaris selalu dihadapkan dengan dua persimpangan antara menuruti integritas atau kebutuhan perusahaan, si penopang kantong.
Lewat UKW inilah wartawan dituntut terampil menggunakan independensinya. Wartawan diharapkan bisa menciptakan karya berita berdasarkan kebenaran demi publik, namun tetap menyenangkan perusahaan demi oplah, klik dan revenue. Sungguh kerja wartawan semakin sulit di era digital ini.
Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan wartawan untuk menempuh UKW dibilang tak murah. Dewan Pers menyebut bahwa perkiraan biayanya mencapai sekitar Rp 1 juta per orang. Nominal ini tentu saja akan menjadi pertimbangan bagi wartawan daerah yang upahnya paling tak jauh-jauh amat dari UMR.
Beruntung, celah ini dibaca beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan membantu para wartawan menguji kompetensinya. Pada 18 dan Januari 2024 lalu contohnya, BUMN berperan besar membantu 29 wartawan di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengikuti UKW yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Peran BUMN Terhadap Perkembangan Pers
Setidaknya ada tiga BUMN yaitu PT BRI (Persero) Tbk., PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT PNM mendulang pahala sebagai sponsorship ujian ini. Alhasil, para wartawan di DIY bisa mengikutinya tanpa merogoh kocek sepeser pun.
Berita Terkait
-
Mundur dari Komisaris BUMN, Aksi Abdee Slank Disorot Ganjar Pranowo
-
PWI DIY Bersama BUMN Tutup Acara UKW, 27 Wartawan Dinyatakan Kompeten
-
Erick Thohir Sebut Prabowo Keluarga Besar BUMN
-
Wamen BUMN Dorong Pegawai Telkom Berikan Customer Experience Terbaik
-
PWI Bersama BUMN Gelar UKW, Cetak Wartawan Profesional dan Berakhlak
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- Sabrina Chairunnisa Ingin Sepenuhnya Jadi IRT, tapi Syaratnya Tak Bisa Dipenuhi Deddy Corbuzier
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
Ratusan Warga Prasejahtera di Banten Sambut Bahagia Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
Hasto PDIP: Ibu Megawati Lebih Pilih Bendungan dan Pupuk Daripada Kereta Cepat Whoosh
-
Putri Zulkifli Hasan Sambut Putusan MK: Saatnya Suara Perempuan Lebih Kuat di Pimpinan DPR
-
Projo Tetapkan 5 Resolusi, Siap Kawal Prabowo hingga 2029 dan Dukung Indonesia Emas 2045
-
Budi Arie Bawa Gerbong Projo ke Gerindra? Sinyal Kuat Usai Lepas Logo Jokowi
-
Cinta Terlarang Berujung Maut, Polisi Tega Habisi Nyawa Dosen di Bungo
-
Dua Tahun Lalu Sakit Berat, Kini Adies Kadir Didoakan Kembali di Majelis Habib Usman Bin Yahya
-
Makna Arahan Mendagri Tito Karnavian Soal Dukungan Pemda Terhadap PSN
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram
-
Rawan Tumbang Saat Hujan Deras, Pemprov DKI Remajakan Puluhan Ribu Pohon di Jakarta