"Gerak pemerintah makin lambat mengingat alur birokrasi kian panjang," kata Dedi.
Bukan saja soal alir biroktasi yang sekamin panjang, Dedi melihat penembahan junlah nomenklatur kementerian tersebut hanya menjadi ajang bagi-bagi jatah. Ia berujar komposisi kursi kabinet yang ditambah cenderung untuk mengakomodasi kepentingan politik dibanding soal laju pembangunan.
"Banyaknya pos yang dibentuk presiden akan menjadi ajang pembagian kekuasaan tim sukses di Pilpres dan juga partai pengusung, selain menghabiskan banyak anggaran, juga akan terancam minim kerja," kata Dedi.
Sebaliknya, Dedi berpandangan agar pemerintah lebih baik melakukan restrukturisasi kementerian di tingkat daerah.
"Saat ini tidak semua kementerian miliki garis struktur yang lengkap hingga ke daerah," kata Dedi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani bicara mengenai peluang melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang Kementerian Negara, menyusul wacana penambahan nomenklatur kementerian pada pemerintahan Prabowo Subianto mendatang, dari 34 menjadi 40.
Menurut Muzani peluang melakukan revisi memang dimungkinkan sebelum Prabowo dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2024.
"Ya, mungkin revisi itu dimungkinkan," kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu (12/5/2024).
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang tentang Kementerian Negara berpeluang direvisi. Salah satunya, menurut Muzani lantaran aturan mengenai jumlah nomenklatur di undang-undang tersebut di satu sisi membatasi bagi presiden terpilih dalam memimpin negara lima tahun ke depan.
Baca Juga: Adik Prabowo Bangun Pabrik Timah Demi Cuan Rp1,2 T, Wanita Ini Jadi Paling Beruntung
Muzani berpandangan setiap pemerintahan memiliki kebutuhan nomenklatur kementerian yang berbeda untuk menyesuaikan dengan tantangan zaman dan program yang bakal diterapkan. Ia mencontohkan, misalnya ada perubahan dari era Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri ke Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono hingga ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi
"Dan apakah dari Pak Jokowi ke Pak Prabowo ada perubahan, itu yang saya belum," kata Muzani.
"Tetapi karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya, Undang-Undang Kementerian itu bersifat fleksibel tidak terpaku pada jumlah dan nomenklatur," kata Muzani.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Dean James Cetak Rekor di Liga Europa, Satu-satunya Pemain Indonesia yang Bisa
-
Musim Hujan Tiba Lebih Awal, BMKG Ungkap Transisi Musim Indonesia Oktober 2025-2026
-
Bahlil Vs Purbaya soal Data Subsidi LPG 3 Kg, Pernah Disinggung Sri Mulyani
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
Terkini
-
KPK: Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Diduga Terima Rp 79,7 Miliar dari Kasus Dana Hibah
-
Mengenal Kapal Flotilla yang Bawa Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Tapi Disergap Tentara Israel
-
Bukan Mengada-Ada, Polisi Ungkap Alasan Kondom Jadi Bukti di Kasus Kematian Arya Daru
-
BRI Catat Serapan FLPP Tertinggi, Menteri PKP Apresiasi Dukungan untuk Rumah Subsidi
-
Kepala BGN: Dampak Program MBG Nyata, Tapi Tak Bisa Dilihat Instan
-
Musim Hujan Tiba Lebih Awal, BMKG Ungkap Transisi Musim Indonesia Oktober 2025-2026
-
Rocky Gerung: Program Makan Bergizi Gratis Berubah Jadi Racun karena Korupsi
-
Keputusan 731/2025 Dibatalkan, PKB: KPU Over Klasifikasi Dokumen Capres
-
Bantah Makam Arya Daru Diacak-acak Orang Tak Dikenal, Polisi: Itu Amblas Faktor Alam!
-
Menkes Budi Tegaskan Peran Kemenkes Awasi Keamanan Program Makan Bergizi Gratis