"Dari komunikasi tersebut kami mendapat sedikit informasi tentang kondisi mereka. Sudah terperangkap di negeri asing, kondisi mereka sangat memilukan," katanya.
Para WNI keluarga mereka di Myanmar disebut diminta terus bekerja hingga melampaui batas; disiksa bila tidak memenuhi target, dipukul dengan kayu, disetrum, disuruh jalan jongkok berkali kali.
Kemudian waktu istirahat/makan dibatasi hanya 30 menit, dan waktu untuk tidur hanya tiga jam sehari. Selebihnya adalah bekerja.
"Sejak mereka meninggalkan rumah, yang kami terus rasakan di sini hanyalah kekuatiran, kecemasan dan amarah. Tak pernah sedikitpun terbayangkan, martabat dan harga diri kami sebagai manusia begitu dilecehkan sampai ke titik nol," katanya.
Lebih lanjut, pada Maret 2024 pihak keluarga juga disebut dihubungi perusahaan mafia, yang intinya meminta tebusan untuk pembebasan keluarga mereka.
"Di bawah todongan senjata, keluarga kami merengek, meminta kami untuk membayar tebusan.
Kami jelas bukan orang berpunya yang mampu membayar tebusan," katanya.
Terdapat enam tuntutan merek yakni:
- Meminta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk dapat menjumpai kami, warga yang sedang menghadapi penderitaan, untuk menjelaskan perkembangan terkini kasus ini.
- Bebaskan Keluarga Kami yang terjebak di Perusahaan Penipuan Online di Myanmar, evakuasi mereka segera, dan berikan perlindungan sebaik baiknya agar mereka dapat pulang ke Indonesia dengan selamat.
- Meminta Pemerintah dan Kepolisian untuk dapat menangkap segera para kaki tangan Mafia, yang mengatur dan memberangkatkan pekerja, yang saat ini masih berkeliaran; mengingat kami sudah melaporkan tindak pidana yang telah mereka lakukan.
- Meminta agar seluruh jajaran pemerintah yang bertanggung jawab terhadap masalah ini untuk dapat lebih berempati dan menunjukkan komitmen yang serius dalam upaya penanganan.
- Meminta seluruh Organisasi Masyarakat yang mendukung penghormatan Hak asasi Manusia untuk dapat terlibat dalam memantau kasus ini dan memberikan dukungan penuh untuk pembebasan keluarga kami.
- Meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman Republik Indonesia, untuk terus memantau dan memberikan dukungan penuh dengan berorientasi kepada Hak Korban.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre