Suara.com - Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah memberikan persetujuan untuk mengirimkan ranjau anti-personil ke Ukraina dalam upaya memperkuat dukungan bagi Kyiv di tengah perang yang berkepanjangan. Keputusan ini menyusul kebijakan AS sebelumnya yang mengizinkan penggunaan senjata buatan Amerika, seperti rudal ATACMS, untuk menyerang wilayah jauh di dalam Rusia.
Ranjau anti-personil ini memiliki sejarah panjang dan kontroversial. Meski lebih dari 150 negara, termasuk Inggris, telah melarang penggunaannya melalui Konvensi Larangan Ranjau Anti-Personil tahun 1997, Amerika Serikat, Rusia, dan China tidak termasuk dalam daftar penandatangan perjanjian tersebut.
Ranjau anti-personil dirancang untuk meledak ketika ada orang yang melewatinya, menciptakan kerusakan signifikan pada pasukan musuh. Namun, dampaknya sering kali tidak pandang bulu, melukai militer dan warga sipil.
International Committee of the Red Cross menyebutkan bahwa ranjau ini meninggalkan warisan kematian, cedera, dan penderitaan yang berkepanjangan, serta menghambat pemanfaatan lahan untuk produksi pangan dan kehidupan sehari-hari.
Meskipun AS menyebut ranjau yang akan dikirim ke Ukraina bersifat non-persisten dan akan menjadi tidak aktif setelah periode tertentu, kekhawatiran tetap ada. Ranjau jenis ini, menurut Palang Merah, tetap berbahaya bagi warga sipil selama masa aktifnya.
Ukraina, yang merupakan salah satu negara penandatangan Konvensi Ottawa, telah mengisyaratkan kemungkinan mundur dari perjanjian tersebut karena alasan militer. Langkah ini dianggap krusial untuk menghadapi Rusia, yang selama konflik telah menggunakan setidaknya 13 jenis ranjau anti-personil di berbagai wilayah.
Laporan dari International Campaign to Ban Landmines pada tahun 2023 juga menyebutkan bahwa pasukan Ukraina mungkin telah menggunakan ranjau anti-personil di sekitar Izium pada 2022, saat kota itu berada di bawah kendali Rusia.
Keputusan Biden ini mendapat kritik keras dari sejumlah pihak yang menganggap pengiriman ranjau anti-personil sebagai langkah yang berpotensi memperburuk penderitaan warga sipil. Namun, AS dan sekutunya memandang langkah ini sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan militer mendesak Ukraina.
Sementara itu, Rusia tetap menjadi sorotan utama dalam konflik ini. Dengan tidak menandatangani Konvensi Ottawa, penggunaan ranjau oleh Rusia dianggap melanggar hukum internasional.
Baca Juga: Ketegangan Memuncak! Ukraina Gunakan Rudal Canggih Inggris untuk Serang Rusia
Di tengah perdebatan, kebijakan ini menegaskan ketegangan global yang semakin tajam dan kebutuhan mendesak untuk menemukan solusi diplomatik atas perang yang telah berlangsung lebih dari 1.000 hari. Keputusan ini sekaligus memperlihatkan kompleksitas dinamika geopolitik di tengah konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
Berita Terkait
-
Ketegangan Memuncak! Ukraina Gunakan Rudal Canggih Inggris untuk Serang Rusia
-
Prancis Ajak China Cegah Eskalasi Nuklir Rusia
-
Jika Ukraina Kirimkan Rudal, Rusia Berpeluang Gunakan Nuklir
-
Inggris Kecam Ancaman Nuklir Rusia, Tegaskan Dukungan Penuh untuk Ukraina
-
Putin Longgarkan Batasan Penggunaan Senjata Nuklir, Dunia Cemas Perang Dunia Ketiga di Depan Mata!
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
Terkini
-
Said Didu Curiga Prabowo Cabut 'Taring' Purbaya di Kasus Utang Whoosh: Demi Apa?
-
Tragedi KKN UIN Walisongo: 6 Fakta Pilu Mahasiswa Terseret Arus Sungai Hingga Tewas
-
Uya Kuya Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Kini Aktif Lagi Sebagai Anggota DPR RI
-
Dendam Dipolisikan Kasus Narkoba, Carlos dkk Terancam Hukuman Mati Kasus Penembakan Husein
-
Sidang MKD: Adies Kadir Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Diaktifkan Kembali sebagai Anggota DPR
-
Kronologi Guru di Trenggalek Dihajar Keluarga Murid di Rumahnya, Berawal dari Sita HP Siswi di Kelas
-
Mendadak Putra Mahkota Raja Solo Nyatakan Naik Tahta Jadi PB XIV di Hadapan Jasad Sang Ayah
-
IKJ Minta Dukungan Dana Abadi Kebudayaan, Pramono Anung Siap Tindaklanjuti
-
PLN Perkuat Transformasi SDM di Forum HAPUA WG5 ke-13 untuk Dukung Transisi Energi Berkelanjutan
-
Hadapi Musim Hujan, Kapolda Metro Petakan Wilayah Rawan hingga Siagakan Ratusan Alat SAR!