Suara.com - Ribuan demonstran berkumpul di depan gedung parlemen Georgia, membawa bendera Uni Eropa dan kartu merah sebagai simbol perlawanan terhadap presiden Georgia, Mikheil Kavelashvili. Sebagian lainnya membawa ijazah universitas untuk mengejek kurangnya pendidikan tinggi dari presiden baru itu.
Kavelashvili menjabat sebagai presiden Georgia setelah memenangkan pemilihan yang kontroversial pada Sabtu (14/12). Namun, pemilihannya memicu gelombang protes besar-besaran di ibu kota Tbilisi, di mana ribuan orang turun ke jalan menentang keputusan tersebut.
Kavelashvili, 53, yang juga pendiri gerakan politik People's Power, dikenal memiliki pandangan anti-Barat dan mendukung kebijakan yang mirip dengan Rusia, termasuk undang-undang kontroversial yang mewajibkan organisasi yang menerima lebih dari 20% pendanaan asing untuk mendaftar sebagai agen kekuatan asing.
Pemilihannya dilakukan oleh 300 anggota dewan elektoral, yang didominasi oleh partai penguasa Georgian Dream. Sistem pemilu ini menggantikan pemilihan langsung presiden sejak 2017.
“Pemilu ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita rakyat Georgia yang ingin terintegrasi dengan Barat,” kata seorang demonstran, Vezi Kokhodze.
“Kavelashvili bukan pilihan kami. Dia adalah boneka dari pemerintah yang dikendalikan oleh [mantan perdana menteri] Bidzina Ivanishvili dan Rusia,” ujar Sandro Samkharadze, seorang mahasiswa.
Pemilu ini berlangsung di tengah keputusan pemerintah untuk menangguhkan pembicaraan aksesi Uni Eropa hingga 2028—keputusan yang menuai kemarahan publik. Padahal, survei menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Georgia mendukung keanggotaan Uni Eropa sebagai jalan menuju stabilitas dan reformasi demokrasi.
Penundaan ini juga membuat Uni Eropa menangguhkan status kandidat Georgia dan menghentikan bantuan keuangan pada Juni lalu, setelah negara tersebut mengesahkan undang-undang yang dianggap membatasi kebebasan berbicara dan hak-hak LGBTQ+.
Georgian Dream, partai yang didirikan oleh miliarder Bidzina Ivanishvili, telah menghadapi tuduhan semakin otoriter dan pro-Rusia. Partai ini menyatakan bahwa mereka tetap mendukung integrasi Uni Eropa, tetapi juga ingin memperbaiki hubungan dengan Rusia—negara yang pernah menjajah Georgia selama dua abad hingga merdeka pada 1991.
Baca Juga: Mantan Striker Manchester City, Mikheil Kavelashvili Terpilih Sebagai Presiden Georgia
Protes yang berlangsung sejak akhir November terus meningkat, dengan polisi menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan demonstran. Beberapa jurnalis dan peserta aksi melaporkan serangan fisik dari pihak keamanan.
Parlemen Georgia juga memperketat aturan protes dengan menaikkan denda, melarang penggunaan penutup wajah, dan melarang kembang api serta laser di aksi massa. Langkah ini dikritik luas sebagai upaya membungkam suara rakyat.
Presiden petahana Salome Zourabichvili, seorang politikus pro-Barat, menyebut pemilihan Kavelashvili sebagai “lelucon terhadap demokrasi.” Dalam pernyataan di media sosial, ia menyatakan akan tetap berada di posisinya hingga pemilu ulang yang sah dilaksanakan.
Georgia, yang selama bertahun-tahun dianggap sebagai salah satu negara paling pro-Barat di bekas Uni Soviet, kini menghadapi tantangan besar dalam menentukan arah masa depannya.
Di satu sisi, rakyat Georgia mendesak integrasi dengan Uni Eropa sebagai jalan keluar dari bayang-bayang Rusia. Namun, di sisi lain, pemerintah yang semakin condong ke Rusia mengancam membalikkan kemajuan demokrasi yang telah dicapai negara itu.
Seiring protes yang terus berlangsung, masa depan politik dan hubungan luar negeri Georgia tampak semakin tidak pasti.
Berita Terkait
-
Mantan Striker Manchester City, Mikheil Kavelashvili Terpilih Sebagai Presiden Georgia
-
Member NewJeans Berikan Dukungan untuk Demonstran Pemakzulan Yoon Suk Yeol
-
Hasil Liga Champions: Juventus Pecundangi City, AC Milan dan Barcelona Raih 3 Poin
-
Jadwal Piala Dunia Antarklub 2025: Dari Manchester City hingga Real Madrid
-
Ngeri-ngeri Sedap! Ini Hasil Drawing Piala Dunia Antarklub 2025
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- Biodata dan Pendidikan Gus Elham Yahya yang Viral Cium Anak Kecil
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Tak Mau Renovasi! Ahmad Sahroni Pilih Robohkan Rumah Usai Dijarah Massa, Kenapa?
-
Borobudur Marathon 2025 Diikuti Peserta dari 38 Negara, Perputaran Ekonomi Diprediksi Di Atas Rp73 M
-
Langsung Ditangkap Polisi! Ini Tampang Pelaku yang Diduga Siksa dan Jadikan Pacar Komplotan Kriminal
-
Transfer Pusat Dipangkas, Pemkab Jember Andalkan PAD Untuk Kemandirian Fiskal
-
Pelaku Bom SMAN 72 Jakarta Dipindah Kamar, Polisi Segera Periksa Begitu Kondisi Pulih
-
Robohkan Rumah yang Dijarah hingga Rata Dengan Tanah, Ahmad Sahroni Sempat Ungkap Alasannya
-
Hakim PN Palembang Raden Zaenal Arief Meninggal di Indekos, Kenapa?
-
Guru Besar UEU Kupas Tuntas Putusan MK 114/2025: Tidak Ada Larangan Polisi Menjabat di Luar Polri
-
MUI Tegaskan Domino Halal Selama Tanpa Unsur Perjudian
-
Korlantas Polri Gelar Operasi Zebra 2025 dari 17 November, Ini Tujuan Utamanya