Suara.com - Law and Social Justice (LSJ) UGM berkolaborasi dengan DEMA Justicia FH UGM mengecam keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak gugatan atas pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto. Keputusan ini dianggap cacat hukum dan berpotensi memperburuk praktik impunitas di Indonesia.
Sebelumnya, gugatan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas ini ditolak oleh PTUN. Gugatan ini kemudian tengah diajukan banding.
Dalam mendukung hal tersebut, LSJ, DEMA Justicia, beserta lembaga dan organisasi lainnya mengirimkan Amicus Curiae, atau “Sahabat Pengadilan” kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Menurut LSJ UGM, yang diwakili oleh Munif Ashri, keputusan PTUN Jakarta mencerminkan pendekatan hukum yang terlalu formalistik dan tidak mengakui adanya politik impunitas.
"Majelis hakim tidak mempertanyakan mengapa keputusan hukum yang final mengikat, yang menyatakan terduga Prabowo melakukan pelanggaran HAM berat, tidak ada. Padahal jika kita telisik lebih dalam, keputusan itu tidak akan pernah ada karena kasus penghilangan paksa ini tidak pernah diusut," ujar Munif dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (16/1/2025).
Bahkan Munif menyebutkan bagaimana Soeharto yang telah mengakui bahwa dirinya bertanggung jawab atas Penembakan Misterius (Petrus), tetapi tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa Soeharto bersalah.
“Kalau kita menggunakan kacamata sempit formalisme hukum, Soeharto sama sekali tidak bertanggung jawab. Inilah yang digunakan PTUN. Pendekatan formalisme hukum kita menilai bahwa ini menyangkal adanya keadaan sosial tentang adanya impunitas,” jelas Munif.
DEMA Justicia, yang diwakili oleh Markus, menambahkan bahwa pemberian pangkat tersebut tidak mencerminkan penghargaan terhadap jasa nyata, sehingga meragukan esensinya.
"Jika pakai nalar, pemberian gelar kehormatan seharusnya mencerminkan penghormatan terhadap kontribusi nyata. Namun, pemberian gelar ini justru menimbulkan keraguan karena latar belakang kontroversial Prabowo, terutama terkait dugaan pelanggaran HAM," tegas Markus.
Baca Juga: Rosan: Tak Ada Pertikaian, Dua Kubu Kadin Anin dan Arsjad Rujuk
Lebih lanjut, DEMA Justicia mengungkapkan bahwa proses pemberian pangkat tersebut cacat hukum.
Ia mengungkapkan bahwa proses pemberian pangkat tersebut melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk Pasal 55 dan 56 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2010.
"Pemberian pangkat hanya berdasarkan surat rekomendasi Panglima TNI dan tidak melalui peninjauan lebih lanjut, yang menyalahi asas keterbukaan dan kecermatan," kata Markus.
Menurut DEMA, keputusan ini juga mengindikasikan potensi konflik kepentingan antara Presiden Jokowi dan Prabowo yang saat itu merupakan calon presiden.
"Ini bertentangan dengan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," lanjut Markus.
Mereka kemudian mendesak agar majelis hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta menggunakan paradigma yang lebih realistis dan berpihak pada keadilan substantif, dengan mempertimbangkan hak-hak korban pelanggaran HAM yang belum dipenuhi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
Terkini
-
Jalani Sidang dengan Tatapan Kosong, Ortu Terdakwa Demo Agustus: Mentalnya Gak Kuat, Tiga Kali Jatuh
-
Pohon Tumbang Lumpuhkan MRT, PSI Desak Pemprov DKI Identifikasi Pohon Lapuk: Tolong Lebih Gercep!
-
Merasa Terbantu Ada Polisi Aktif Jabat di ESDM, Bagaimana Respons Bahlil soal Putusan MK?
-
Terbongkar! Sindikat Pinjol Dompet Selebriti: Teror Korban Pakai Foto Porno, Aset Rp14 Miliar Disita
-
Usut Kasus Korupsi Haji di BPKH, KPK Mengaku Miris: Makanan-Tempat Istirahat Jemaah jadi Bancakan?
-
Jember Kota Cerutu Indonesia: Warisan yang Menembus Pasar Global
-
Dissenting Opinion, Hakim Ketua Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
-
Komisi III 'Spill' Revisi UU Polri yang Bakal Dibahas: Akan Atur Perpanjangan Batas Usia Pensiun
-
Jadi Pondasi Ekonomi Daerah, Pemprov Jateng Beri Perhatian Penuh pada UMKM
-
Buntut Demo Agustus Ricuh, 21 Aktivis Didakwa Hina Presiden dan Lawan Aparat