Partai politik hanya dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi jika memenuhi dua syarat utama. Pertama, ideologi, asas, tujuan, atau program partai politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedua, kegiatan partai politik atau akibat dari kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945. Dalam kasus PDIP, tidak ada bukti atau putusan resmi yang menyatakan bahwa partai ini melanggar salah satu dari ketentuan tersebut.
Kasus korupsi yang melibatkan individu tertentu dalam partai, seperti Hasto Kristiyanto, memang menjadi pukulan tersendiri bagi citra PDIP.
Namun, secara hukum, hal ini tidak serta merta menjadi dasar untuk membubarkan sebuah partai politik.
Proses pembubaran partai adalah ranah Mahkamah Konstitusi, bukan keputusan sepihak dari pemerintah, dan harus melalui prosedur hukum yang ketat serta bukti yang kuat.
Narasi yang menyebut PDIP dibubarkan oleh pemerintah karena kasus korupsi para petingginya, dengan demikian, dapat dipastikan sebagai hoaks.
Video tersebut tampaknya sengaja menggunakan judul yang provokatif untuk menarik perhatian, tanpa didukung oleh fakta yang valid dalam isi kontennya.
Hal ini menunjukkan pentingnya sikap kritis masyarakat dalam menyikapi informasi yang beredar, terutama di era digital yang rentan terhadap penyebaran hoaks.
PDIP, yang didirikan pada 10 Januari 1973, tetap berdiri sebagai salah satu kekuatan politik utama di Indonesia hingga hari ini.
Kasus hukum yang melibatkan individu di dalamnya memang menjadi tantangan, tetapi tidak ada indikasi bahwa partai ini akan dibubarkan dalam waktu dekat.
Masyarakat diimbau untuk selalu memverifikasi informasi dari sumber yang terpercaya sebelum mempercayai dan menyebarkannya lebih luas.
Berita Terkait
-
Omon-Omon Pemberantasan Korupsi di Rezim Prabowo: Dari Ampuni Koruptor hingga Bikin Penjara Khusus di Pulau Terpencil
-
Skandal Suap di OKU Terbongkar: KPK Tetapkan 6 Tersangka Proyek Dinas PUPR!
-
Tanggapi Peluang RK Dipanggil KPK soal Dugaan Korupsi Dana Iklan Bank BJB, Golkar: Kita Hormati Proses Hukum
-
Minta Stop Serang Jokowi, Projo: Bukan Tak Mungkin Jokowi Akan Hancurkan PDIP Seperti di Pilpres
-
Ini Profil 3 Anggota DPRD OKU Terjerat OTT KPK di OKU: Ada Kader PDIP dan PPP
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu