Suara.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai memiliki kemiripan dengan era Orde Baru (orba) di bawah kepemimpinan Soeharto. Hal itu terlihat dari gaya kepemimpinan Prabowo yang menunjukkan kecenderungan untuk merangkul semua pihak dan menghilangkan oposisi.
Pengamat politik Saidiman Ahmad mengatakan, tak heran jika kini publik merasa kalau Indonesia seperti kembali mundur ke era orde baru alias Orba.
"Menurut saya sangat besar potensinya (Indonesia kembali ke era orba). Pertama kalau kita lihat dari sisi figur Pak Prabowo, ini kan figur masa lalu yang merupakan operator pemerintah, salah satu operator utama dalam pemerintahan Orde Baru, mindset-nya memang mindset Orde Baru, pembangunan ekonomi ala Orde Baru, dan agak kurang memperhatikan aspek-aspek demokratis," kata Saidiman kepada Suara.com, dihubungi Kamis (20/3/2025).
Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa pemerintahan saat ini mengarah pada model kompetitif authoritarianism atau otoritarianisme kompetitif.
Model ini memungkinkan kompetisi politik tetap berlangsung, tetapi dalam realitasnya, pemerintah mengontrol dan membatasi ruang gerak oposisi serta kebebasan sipil.
Bukan hanya oposisi politik, Saidkman melihat kalau Prabowo juga berupaya mengontrol organisasi masyarakat serta media massa.
"Ini biasa sekali dilakukan oleh satu pemerintahan yang menuju ke diktatoran, dan itu terjadi sekarang. Jadi ada istilah yang sangat menarik, kompetitif authoritarianism. Jadi sebenarnya pemerintah kita itu seolah-olah ada kompetisi, tapi sebenarnya di baliknya ada authoritarianisme," jelasnya.
Saidiman juga merujuk pada laporan terbaru dari Varieties of Democracy (V-Dem), yang menyebut bahwa Indonesia tidak lagi dikategorikan sebagai negara demokrasi elektoral, melainkan electoral autocracy atau autokrasi elektoral. Meskipun masih ada pemilu, hasilnya dinilai telah dikondisikan sejak awal melalui berbagai mekanisme yang tampak legal.
Kendati tindakannya mirip dengan Soeharto, Prabowo dinilai lebih menggunakan cara-cara baru dengan menghalalkan lewat jalur konstitusi, sehingga tidak sevulgar pada masa orba.
Baca Juga: Pengamat Curiga Prabowo Bakal Bagi-bagi Jabatan Sipil usai RUU TNI Disahkan DPR: Ini Baru Permulaan
"Karena sekarang zamannya sudah berbeda. Kalau dulu kan yang disebut autokratisasi itu mungkin dilakukan secara vulgar, pakai tentara, pakai tank. Sekarang itu dengan cara-cara yang seperti legal semacam ini, proses perundang-undangan, legislasi, diubah sedikit demi sedikit, dan itu menuju kejatuhan sistem demokrasi," tuturnya.
Dengan kondisi ini, Saidiman menilai kekhawatiran terhadap kemunduran demokrasi di Indonesia sangat besar. Ia menekankan bahwa jika tren ini terus berlanjut, sistem demokrasi bisa semakin tergerus, dan Indonesia benar-benar masuk dalam kategori negara otoriter.
"Kemarin sudah terbit dari Varieties of Democracy, Indonesia tidak lagi disebut sebagai negara elektoral demokrasi, tapi elektoral autokrasi. Walaupun masih ada pemilu, tapi hasilnya itu seperti ditentukan dari awal dengan berbagai macam cara yang seolah-olah legal, padahal itu mengarah pada hasil yang direncanakan dari awal," pungkasnya.
Dwifungi ABRI yang menjadi legacy Soeharto dan telah dibubarkan di era reformasi kini disebut-sebut hendak dibangunkan lagi di Pemerintahan Prabowo. Hal itu setelah revisi UU TNI telah disahkan oleh DPR RI pada Kamis (20/3/2025).
Imbasnya, pengesahan RUU TNI yang dikebut oleh DPR tersebut memantik gelombang protes yang menjalar di sejumlah daerah di Indonesia. Aksi demonstrasi penolakan RUU TNI digerakkan kalangan mahasiswa di Gedung DPR RI, pada Kamis kemarin yang berujung massa bentrok dengan aparat kepolisian.
Berita Terkait
-
Pengamat Curiga Prabowo Bakal Bagi-bagi Jabatan Sipil usai RUU TNI Disahkan DPR: Ini Baru Permulaan
-
Duel saat Demo Tolak RUU TNI, Nasib Pendemo yang Bikin Polisi K.O Disorot: Ngeri Tiba-tiba Hilang
-
Imbas Sahkan UU TNI, Legitimasi Prabowo Bisa Anjlok jika Acuhkan Kritik Publik: Demokrasi Mandek!
-
TNI Balik Era Orba Bisa Main 2 Kaki di Jabatan Sipil, Imparsial Sebut Zaman Berbahaya Terulang Lagi
Terpopuler
- 6 HP 5G Paling Murah di Bawah Rp 4 Juta, Investasi Terbaik untuk Gaming dan Streaming
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 29 November: Ada Rivaldo, Ribuan Gems, dan Kartu 110-115
- Bercak Darah di Pohon Jadi Saksi Bisu, Ini Kronologi Aktor Gary Iskak Tewas dalam Kecelakaan Maut
- 5 Shio Paling Beruntung Hari Ini Minggu 30 November 2025, Banjir Hoki di Akhir Bulan!
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
Pilihan
-
Darurat Tengah Malam? Ini Daftar Rumah Sakit & Puskesmas 24 Jam di Palembang
-
604 Orang Meninggal Dunia dalam Bencana Sumatera: Update Terkini
-
Jeritan Ojol di Uji Coba Malioboro: Jalan Kaki Demi Sesuap Nasi, Motor Terancam Hilang
-
OJK Selidiki Dugaan Mirae Asset Sekuritas Lenyapkan Dana Nasabah Rp71 Miliar
-
Pasaman: Dari Kota Suci ke Zona Rawan Bencana, Apa Kita Sudah Diperingatkan Sejak Lama?
Terkini
-
Nestapa Istri Brigadir Nurhadi, Tuntut Ganti Rugi Rp771 Juta Atas Kematian Janggal Suaminya
-
Tiba di Arab Saudi, Penyidik KPK Bersiap Usut Dugaan 'Permainan' Kuota Haji di Tanah Suci
-
Kemensos Dirikan 28 Dapur Umum, Produksi 100 Ribu Nasi Bungkus Tiap Hari untuk Korban Banjir Sumatra
-
Korupsi Proyek Rel Kereta Api Medan Ancam Keselamatan, KPK: Bisa Sebabkan Kecelakaan Maut
-
Diangkut Helikopter, 4 Ton Bantuan Udara Diterjunkan ke 3 Kabupaten di Sumbar
-
Sudah Kirim Surat Panggilan, KPK akan Periksa Ridwan Kamil Pekan Ini
-
KPK Jebloskan ASN Kemenhub ke Penjara, Diduga Otak Pengaturan Proyek Kereta Api Medan
-
Awas Macet! Cek Pengalihan Arus Reuni Akbar 212 di Monas Besok, Ini Titik Rawan Kepadatan
-
Akses Terputus, Relawan PSI Tetap Tempuh Jalan Sulit Salurkan Bantuan untuk Warga Tapanuli Utara
-
Babak Baru Skandal Satelit Kemenhan, Laksda Leonardi Cs Segera Diadili