Suara.com - Pemerintah diingatkan untuk tidak terus menerus abai terhadap protes masyarakat atas kebijakan negara.
Baru lima bulan masa kepresidenan Prabowo Subianto berbagai aksi protes publik berulangkali terjadi, baik yang bergulir di media sosial maupun yang turun ke jalan dengan demonstrasi.
Pengamat politik Saidiman Ahmad menyebutkan kalau gejolak protes masyarakat itu sebenarnya sangat merugikan pemerintah. Kondisi itu akan membuat stabilitas politik dan sosial bermasalah juga bisa menjadi langkah awal tergerusnya legitimasi pemerintahan Prabowo.
"Karena biasanya legitimasi itu atau dukungan pada pemerintah bisa kita lihat dari gerakan-gerakan masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi yang umumnya itu sangat objektif melihat persoalan," kata Saidiman kepada Suara.com, dihubungi Kamis (20/3/2025).
Penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah pada akhirnya juga bisa mengganggu efektivitas program kerja negara.
Seperti gejolak publik yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir untuk menolak revisi UU TNI. Penolakan itu terus terjadi hingga massa berdemo di depan Gedung DPR ketika rapat paripurna pengesahan UU tersebut sedang berlangsung.
Kendati pada akhirnya RUU tersebut tetap disahkan, Saidiman berpandangan kalau aksi protes itu telah menunjukkan besarnya kekhawatiran publik terhadap meluasnya kiprah TNI di ranah sipil.
"Itu kan artinya itu menyalahi prinsip-prinsip atau nilai-nilai reformasi yang dulu kita perjuangkan bersama. Ada kekhawatiran yang sangat besar dari mahasiswa, kalangan masyarakat sipil, para akademisi soal itu. Apalagi misalnya kalau mengingat sekarang ini kan yang berkuasa adalah militer dan juga menjadi bagian dari pemerintahan militer dulu, Orde Baru," tuturnya.
Aksi protes semacam itu juga bisa jadi berdampak terhadap kepercayaan pasar terus memburuk, hingga memengaruhi perekonomian negara.
Menurut Saidiman, bila yang terjadi pemerintah menjadi lebih otokratik dan susah dikritik akan menyebabkan tidak adanya akuntabilitas. Kondisi seperti itu dinilai lebih parah dari tidak adanya penerapan demokrasi.
Baca Juga: Jelang RUU TNI Disahkan, Doa Utut Adianto: Bismillah, Mudah-mudahan Puasa Kita Berkah, Timnas Menang
"Karena kalau demokrasinya tidak jalan, ya apa pun yang dilakukan oleh Prabowo, bisa jadi dia tetap berada di dalam kekuasaan dengan cara-cara yang seolah-olah demokratis tetapi semua kanal sebenarnya ditutup. Misalnya kalau kita lihat sekarang yang dilakukan partai-partai politik tidak ada yang oposisi, jadi tidak ada kekuatan politik formal yang bisa mengontrol pemerintah," pungkasnya.
Reaksi DPR-Pemerintah soal Protes Publik
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi secara santai terhadap adanya penolakan tersebut.
"Saya tadi menyampaikan di dalam sidang paripurna, saya mengucapkan terima kasih pada teman-teman (massa pendemo) yang ikut menolak," kata Sjafrie usai RUU TNI disahkan jadi UU di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Namun, ia mengatakan, semua masyarakat yang menolak tetap keluarga bangsa Indonesia.
"Tetapi jangan lupa, kita adalah keluarga bangsa Indonesia yang harus menjaga persatuan dan kesatuan menghadapi ancaman, baik itu secara konvensional maupun tidak konvensional," katanya.
Berita Terkait
-
Jelang RUU TNI Disahkan, Doa Utut Adianto: Bismillah, Mudah-mudahan Puasa Kita Berkah, Timnas Menang
-
Sebut DPR Kian Acuhkan Suara Tuhan, YLBHI: Partai Bak Kerbau Dicucuk Hidung, Manut Penguasa!
-
TNI Balik Era Orba Bisa Main 2 Kaki di Jabatan Sipil, Imparsial Sebut Zaman Berbahaya Terulang Lagi
-
Menhan Sjafrie Akui Pemerintah-DPR Bahas RUU TNI Secara Maraton: Penuh Keakraban dan Persaudaraan
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!
-
PIP September 2025 Kapan Cair? Cek Nominal dan Ketentuan Terkini
-
PLN Perkuat Keandalan Listrik untuk PHR di WK Rokan Demi Ketahanan Energi Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan, Eksekusi Terpidana Kasus Pencemaran Nama Baik JK Tetap Berlanjut