Suara.com - Demo penolakan terhadap revisi UU TNI berakhir ricuh di Kota Malang, Jawa Timur Minggu (23/3/2025). Beredar kabar tenaga medis yang harusnya berada dalam safe zone atau zona aman ikut dipukuli aparat. Sejumlah sumber bahkan menyebut alat – alat medis dan gawai ikut dirampas.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang menyatakan enam demostran ikut ditangkap aparat kepolisian pasca-kericuhan aksi demo tolak RUU TNI di depan Kantor DPRD Malang. Demikian data disampaikan Tim Advokasi LBH Pos Malang, Wafdul Adif.
"Ada beberapa peserta aksi yang ditangkap, dipukul, bahkan mendapat intimidasi. Tim medis, jurnalis, dan pendamping hukum yang berjaga di lokasi juga turut menjadi sasaran kekerasan," jelas Wafdul kepada wartawan dalam keterangannya.
Petugas Medis Tak Boleh Diserang Saat Demo
Melansir The Conversation, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas Padjadjaran, Yoni Syukriani pernah menulis bahwa petugas medis merupakan objek yang dilarang untuk diserang dalam kerusuhan militer maupun sipil.
Tindakan kekerasan, siapa pun pelakunya, terhadap petugas medis, pasien, fasilitas kesehatan, dan ambulans selama konflik bersenjata maupun gangguan sipil bertentangan dengan perlindungan masyarakat sipil dan hak azasi manusia yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949.
Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi tersebut dan mengeluarkan peraturan terkait, salah satunya Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Karena dasar hukum tersebut, pelaku kekerasan terhadap petugas medis harus dihukum. Penyerangan terhadap petugas medis di tengah kerusuhan tidak bisa dibiarkan karena bisa mengancam nyawa para korban kerusuhan, baik dari masyarakat sipil maupun polisi yang bertugas, yang membutuhkan pertolongan darurat.
Di tengah kerusuhan akibat gangguan sipil, petugas medis akan menolong korban yang terluka, baik dari pemrotes maupun polisi-tentara yang bertugas. Mereka juga akan menolong anggota masyarakat yang terluka saat mereka melintas atau terjebak di tengah kerusuhan.
Baca Juga: Aksi Tolak RUU TNI Meluas, Gedung DPRD Kota Malang Terbakar
Karena itu, saat terjadi demonstrasi dan gangguan sipil, aparat penegak hukum, tentara, dan masyarakat harus menghentikan dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap petugas medis baik dari lembaga kemanusiaan yang terkenal seperti Palang Merah maupun lembaga kemanusiaan lokal yang kurang dikenal, yang biasanya dibentuk oleh masyarakat lokal dan komunitas agama.
Norma hukum internasional yang dapat dijadikan rujukan dalam melihat masalah ini adalah Konvensi Jenewa 1949, yang telah diratifikasi mayoritas negara di dunia termasuk Indonesia.
Salah satu bagian penting konvensi ini bertujuan untuk memastikan bahwa orang sakit dan terluka, dari bangsa apa pun dia berasal dan kemana pun dia berpihak dalam konflik, harus ditolong. Oleh karena itu, para petugas penolong memiliki imunitas dari hukuman karena tindakan pertolongan mereka.
Pembaharuan Konvensi Jenewa 1949 memberikan penekanan bahwa orang yang terluka dan sakit dalam konflik bersenjata tidak boleh ditinggalkan tanpa pertolongan dan perawatan medis. Dengan demikian petugas medis yang merawat atau menyediakan transportasi orang sakit atau luka tersebut harus dihormati dan dilindungi dalam segala situasi. Petugas medis yang dimaksud bukan hanya dokter, tapi juga perawat, bidan, petugas farmasi, termasuk mahasiswa kedokteran/kesehatan meski belum lulus.
Pada Mei 2016, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi No. 2286 yang mengutuk penyerangan dan ancaman terhadap orang terluka dan sakit, petugas medis, dan petugas kemanusiaan yang bertugas menjalankan tugas. Dalam hal ini termasuk orang-orang yang menyediakan transportasi dan peralatan untuk kepentingan tersebut, juga rumah sakit dan fasilitas medis lainnya.
Resolusi ini didukung oleh lebih dari 80 negara dan menekankan agar negara-negara tersebut membangun kerangka hukum di tingkat nasional untuk menjamin resolusi tersebut dijalankan, termasuk Indonesia.
Berita Terkait
-
Viral Polsek Cakung Minta Uang Tebusan usai Tahan Mahasiswa Pendemo Tolak RUU TNI, Kapolres: Hoaks!
-
Viral Isu Indonesia Jadi Negara Militer Diduga Jadi Penyebab Pekerja Kena PHK
-
Ketua DPRD Kota Malang Prihatin Banyak Korban Luka saat Demo Tolak RUU TNI: Nyawa Tak Bisa Diganti!
-
Aksi Tolak RUU TNI Meluas, Gedung DPRD Kota Malang Terbakar
-
Malang Membara: Demo Tolak UU TNI Ricuh, Pos DPRD Dibakar, Puluhan Luka!
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
ODGJ Iseng Main Korek Gas, Panti Sosial di Cengkareng Terbakar
-
Diplomasi Tanpa Sekat 2025: Bagaimana Dasco Jadi 'Jembatan' Megawati hingga Abu Bakar Baasyir
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri