Suara.com - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menemukan adanya tren peningkatan kekerasan dan intimidasi terhadap perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, selama dua pekan terakhir. Fenomena itu dinilai sebagai kemunduran kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan demokrasi apabila tidak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan.
Menurut AMSI, intimidasi terhadap jurnalis meningkat selama meliput aksi protes mahasiswa dan masyarakat sipil terhadap pengesahan revisi UU Tentara Nasional Indonesia Nomor 34 Tahun 2004. Bahkan kekerasan fisik dan psikis telah dialami jurnalis sejak hari oengesahan UU TNI oleh DPR pada 20 Maret lalu.
"Di Jakarta, jurnalis IDN Times dan jurnalis pers kampus Suara Mahasiswa UI menjadi korban pemukulan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi mahasiswa yang menolak keputusan DPR dan pemerintah tersebut," kata Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika dalam keterangan tertulisnya dikutip Suara.com, Jumat (28/3/2025).
Kekerasan terhadap waryawan masih berlanjut ketika demonstrasi meluas ke berbagai kota lainnya. Seperti di Surabaya, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya menjadi sasaran kekerasan aparat ketika meliput demonstrasi.
Hasil liputan mereka, berupa foto dan video, dihapus aparat secara paksa. Padahal mereka baru saja mengabadikan serangkaian kekerasan yang dilakukan polisi pada demonstran. Foto dan video wartawan itu menjadi bukti hukum yang dibutuhkan untuk menjatuhkan sanksi pada polisi yang menggunakan kekerasan berlebihan untuk menangani aksi unjuk rasa.
Pada hari yang sama, tiga jurnalis di Sukabumi dan Bandung, Jawa Barat, dari Kompas.com, DetikJabar dan VisiNews, juga mengalami intimidasi dan kekerasan serupa, ketika meliput aksi protes mahasiswa di sana. Di tengah demonstrasi menolak revisi UU TNI, mereka mengabadikan kekerasan yang dilakukan polisi pada mahasiswa. Keduanya langsung disergap polisi dan dipaksa menghapus foto dan video di alat kerja mereka.
Sehari kemudian, di Malang, Jawa Timur, sedikitnya delapan jurnalis pers mahasiswa dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia juga mengalami kekerasan dari polisi ketika tengah meliput demonstrasi yang memprotes revisi UU TNI.
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta, menerima kiriman kepala babi yang ditujukan pada salah satu jurnalisnya, disertai pesan ancaman ke akun Instagram Tempo, untuk tidak lagi memberitakan berbagai informasi yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Tak lama kemudian, akun Whatsapp milik keluarga jurnalis Tempo, diserang secara digital. Teror berlanjut tiga hari berikutnya dengan kiriman paket berisi enam tikus tanpa kepala.
Baca Juga: Tolak UU TNI, Muncul Gerakan Lawan Dari Kantor: Himpun Donasi hingga Ajakan Berbaju Hitam Tiap Hari
“Serangkaian insiden ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis, agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi di sekeliling kita,” kata Wahyu.
Menurit Wahyu, apabila tindakan aparat yang represif terus dibiarkan, maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap. Kemudian berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah.
“Langkah-langkah di luar mekanisme hukum, termasuk intimidasi dan serangan fisik, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat,” kata Sekjen AMSI Maryadi.
“Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” tegas Maryadi.
Rentetan Teror
Kantor Redaksi Tempo di kawasan Palmerah, Jakarta Selatan mengalami sederet teror dari pelaku misterius. Teror bangkai tikus kondisi terpenggal pada Sabtu (22/3/2025) dini hari merupakan teror kedua yang diterima awak redaksi Tempo. Sebelum itu, terdapat kiriman berupa kepala babi dengan kuping terpotong ke kantor Redaksi Tempo.
Berita Terkait
-
Tolak UU TNI, Muncul Gerakan Lawan Dari Kantor: Himpun Donasi hingga Ajakan Berbaju Hitam Tiap Hari
-
Turun ke Jalan Bareng Mahasiswa, Demo Emak-emak Tolak UU TNI: Kami Tak Ingin Orba Kembali!
-
Ngeri! Jejak Represif Polisi saat Demo Tolak UU TNI di DPR: Cegat Ambulans hingga Gebuk Paramedis!
-
Mesti Diusut sampai Dalangnya! Hal yang Ditakutkan jika Polisi Tak Tuntaskan Kasus Teror di Tempo
-
Soal 'Dimasak Aja' usai Tempo Diteror Kepala Babi, Hasan Nasbi Kontra Prabowo Penyayang Binatang?
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
Terkini
-
CEK FAKTA: Sri Mulyani Ajukan Pengunduran Diri 2 Kali Sebelum Direshuffle dari Menteri Keuangan
-
Misteri Angka 8 Prabowo: Reshuffle Senin Pon, Kode Keras Ekonomi Meroket 8 Persen?
-
4 Fakta dan Kontroversi Sri Mulyani Terdampak Reshuffle Prabowo
-
3 Fakta Skandal Pungli Paskibra Pejabat Kesbangpol, Uang Makan Dipotong Puluhan Juta?
-
Perintah Prabowo: Anggota DPR Gerindra Dilarang 'Flexing', Ahmad Dhani Usulkan RUU Anti-flexing
-
Pesan Prabowo untuk Anggota DPR Gerindra: Jaga Tutur Kata dan Gaya Hidup!
-
Jadwal Pemberkasan CPNS 2024 Bergeser, Kapan Seleksi CPNS 2025 Dibuka?
-
Kakek-kakek Ngaku Dibawa Bidadari, Ditemukan setelah Hilang di Kebun Karet Riau
-
Benarkah 'Era Jokowi' Sudah Usai? 5 Fakta Reshuffle Prabowo, Diawali Depak Sri Mulyani
-
Kompolnas: Etik Tak Cukup, Kasus Kematian Ojol Affan Kurniawan Harus Diproses Pidana