Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan belum memiliki rencana untuk menambah anggaran bantuan sosial (bansos) guna merespons lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini di sejumlah sektor industri.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyebut, kemungkinan penambahan anggaran tetap terbuka, namun sangat bergantung pada dinamika sosial dan ekonomi masyarakat.
“Sebenarnya semua itu tergantung kepada situasi dan kondisi. Sampai sekarang belum ada rencana penambahan, tetapi tidak menutup kemungkinan,” ujar Gus Ipul saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terkait potensi dampak ekonomi dari kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat, serta efek domino terhadap sektor industri dan tenaga kerja di dalam negeri.
Masih Mengacu APBN
Gus Ipul menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah masih menjalankan program bansos berdasarkan alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN 2025, yaitu sebesar Rp504,7 triliun.
Anggaran ini mencakup sejumlah program utama seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), serta bantuan pangan berupa beras 10 kilogram yang disalurkan setiap bulan kepada penerima manfaat.
“Kita masih berdasarkan pada alokasi anggaran yang ada,” tambah Gus Ipul.
Data penerima bansos mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang mulai diberlakukan sejak Januari 2025. DTSEN merupakan upaya pemerintah untuk memperbarui dan menyatukan data penerima bantuan agar penyaluran lebih tepat sasaran.
Baca Juga: Ini Syarat Karyawan Korban PHK yang Berhak Dapat Bansos Pemerintah
Namun, Gus Ipul mengakui bahwa korban PHK yang baru-baru ini kehilangan pekerjaan belum tercatat dalam sistem tersebut.
“Jadi katakanlah, kira-kira nanti gimana kalau orang di PHK lalu dia turun kelas, nah apakah mereka dapat bansos, kan gitu. Nah itu kita tetap pedomanya nanti berdasarkan data,” katanya.
Menurut Gus Ipul, untuk memasukkan korban PHK sebagai penerima bansos, pemerintah perlu melakukan survei dan evaluasi status ekonomi terlebih dahulu.
Hal ini penting untuk memastikan seseorang yang terkena PHK benar-benar mengalami penurunan taraf hidup dan masuk dalam kategori layak menerima bantuan sosial.
“Perlu survei lebih lanjut untuk memastikan status ekonomi para korban PHK. Status ekonomi itu yang akan jadi acuan,” jelasnya.
Meski belum menambah anggaran bansos, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam merespons isu PHK.
Presiden Prabowo Subianto dikabarkan telah memberikan arahan kepada kementerian terkait untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK.
Satgas ini nantinya akan bertugas menghubungkan para korban PHK dengan peluang lapangan kerja yang masih tersedia, serta menjadi penghubung antara pemerintah, industri, dan kelompok pekerja.
Gagasan pembentukan Satgas PHK ini pertama kali disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam acara sarasehan ekonomi bertajuk 'Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan' yang digelar di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Presiden Prabowo menyambut baik usulan tersebut dan menganggap pembentukan Satgas PHK sebagai langkah preventif yang krusial.
“Satgas PHK akan membantu menjembatani buruh yang terdampak dengan peluang kerja yang ada,” ujar Prabowo dalam acara tersebut.
Ancaman PHK Meningkat
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang kuartal pertama 2025 telah terjadi lebih dari 57 ribu kasus PHK di seluruh Indonesia, dengan sektor manufaktur dan tekstil menjadi yang paling terdampak.
Lonjakan PHK ini salah satunya dipicu oleh menurunnya permintaan ekspor akibat kebijakan proteksionisme global, termasuk dari Amerika Serikat.
Dalam situasi seperti ini, penguatan sistem perlindungan sosial melalui bansos dan skema ketenagakerjaan yang adaptif menjadi sangat penting.
Dengan belum adanya penambahan anggaran bansos, publik berharap langkah alternatif seperti Satgas PHK dan akurasi pembaruan data DTSEN dapat segera diimplementasikan secara efektif.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Tak Hanya Soal Ekonomi! Celios Ungkap Jejak Tiongkok di Indonesia Makin Meluas, Ini Buktinya
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
Terkini
-
Dasco Sambangi Prabowo di Istana, Lapor Perkembangan Terkini di Tanah Air hingga Keputusan DPR
-
Sejarah Nepal: Dari Kerajaan Kuno Hingga Republik Modern
-
Parah! PNS Bawaslu NTB Gelapkan Belasan Mobil Operasional, Apa Motif dan Modusnya?
-
Legislator Golkar Beri Tantangan Menkeu Purbaya: Buat Kejutan Positif, Jangan Bikin Pusing Lagi
-
CEK FAKTA: Presiden Prabowo Cairkan Bansos Rp 7 Juta per NIK, Benarkah?
-
Ferry Irwandi: TNI-Polri Harus Lindungi Rakyat
-
Ustaz Khalid Basalamah Terseret Korupsi Kuota Haji, Ngaku Jadi Korban Ibnu Mas'ud, Kok Bisa?
-
5 Buronan Kakap Sri Lanka Terciduk usai Ngumpet di Kebon Jeruk Jakbar, Kasus-kasusnya Ngeri!
-
Legislator PDIP Beri Sindiran ke Menkeu Purbaya: Dua Hari Jabat, Dua Hari Jadi Orang Paling Viral
-
Rekam Jejak Bishnu Prasad Paudel, Menteri Keuangan Nepal yang Ditelanjangi dan Diarak saat Demo