Suara.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran akan sulit terwujud.
Menurutnya, meskipun keresahan terkait status Gibran sudah muncul jauh sebelum Pemilu 2024, jalur untuk mewujudkan wacana tersebut di parlemen tetap terhambat.
Lucius menjelaskan bahwa proses pemakzulan akan sangat bergantung pada gerakan politik di parlemen, khususnya di MPR.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa dengan kondisi DPR yang mayoritas mendukung Pemerintahan Prabowo Subianto, harapan untuk wacana pemakzulan Gibran agar mendapatkan dukungan politis di parlemen sangat tipis.
"Melihat DPR yang saat ini, jangankan bicara isu pemakzulan, bicara soal apa yang jadi fungsi dan tugas utama mereka saja di bidang legislasi dan di bidang pengawasan, kita sulit untuk melihat bahwa kita punya harapan kepada DPR atau MPR," kata Lucius dalam dialog Formappi di Jakarta, Jumat 9 Mei 2025.
Lucius juga menekankan bahwa dalam situasi kondisi politik saat ini, wacana pemakzulan menjadi semakin sulit. Apalagi posisi DPR saat ini yang pebih berat membela pemerintah dari pada membela kepentingan rakyat.
Hal ini memperkecil kemungkinan wacana pemakzulan bisa mendapat dukungan politik yang kuat di parlemen.
"Jadi saya kira jalannya menjadi sulit secara politis, ketika kemudian melihat DPR kita yang sejauh ini lebih layak untuk menyandang predikat sebagai dewan perwakilan penguasa, ketimbang menjadi dewan perwakilan rakyat," kritiknya.
Menurut Lucius, apabila suara untuk pemakzulan datang dari rakyat, maka DPR justru berpotensi menjadi pihak yang berhadap-hadapan dengan aspirasi masyarakat.
Baca Juga: Soal Manuver Pemakzulan Wapres Gibran, Ini Alasan Demokrat Ogah Ambil Pusing
"Itu yang buat saya merasa ide pemakzulan ini sejak awal sulit untuk kemudian titik terangnya," katanya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyebut bahwa usul pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi wakil presiden memang bisa dilakukan.
Ia mengatakan bahwa hal tersebut lebih mudah dilakukan secara teori hukum ketatanegaraan, namun sulit secara politik.
Dia menjelaskan bahwa dalam hukum ketatanegaraan diatur tentang syarat pemakzulan presiden dan wakil presiden apabila melakukan lima pelanggaran berat.
Di antaranya, korupsi, penyuapan, pengkhianatan, tindak pidana berat dan perbuatan tercela. Namun, dalam praktiknya pemakzulan selalu sulit dilakukan karena melibatkan proses politik.
"Susah karena untuk memakzulkan seorang presiden atau wakil presiden itu harus diputuskan dulu oleh sidang DPR yang dihadiri oleh minimal 2/3 dari seluruh anggota sidang. Dari yang hadir ini, 2/3 juga harus setuju bahwa ini harus dimakzulkan karena terbukti mrlakukan perbuatan tercela," kata Mahfud, dikutip dari podcast pada kanal YouTube pribadinya, Rabu 7 Mei 2025.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
Terkini
-
Babak Baru Dimulai, Atalia Praratya Siap Hadapi Ridwan Kamil di Sidang Cerai Perdana
-
Kencang Penolakan PAW Anggota DPRD Waropen, Politisi Muda Papua: Ini Cederai Demokrasi
-
Ibu Nadiem Doakan Anaknya Sembuh Agar Bisa Buktikan Tak Bersalah dalam Sidang Kasus Chromebook
-
Kemenag Siapkan 6.919 Masjid Ramah Pemudik untuk Libur Nataru
-
Jaksa Ungkap Nadiem Makarim Dapat Rp809 Miliar dari Pengadaan Chromebook
-
Dukung Pembentukan Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sumatera, Begini Kata Komisi V
-
UGM Jawab Sentilan Luhut Soal Penelitian: Kalau Riset Sudah Ribuan
-
Masih Dirawat di RS, Sidang Perdana Nadiem Makarim Ditunda: Hakim Jadwalkan Ulang 23 Desember
-
Majelis Adat Budaya Tionghoa Buka Suara soal Penyerangan 15 WNA China di Kawasan Tambang Emas
-
Aroma Hangus Masih Tercium, Pedagang Tetap Jualan di Puing Kios Pasar Induk Kramat Jati