Suara.com - Ketua Mahkamah Partai PPP, Ade Irfan Pulungan menjelaskan soal nama Presiden kelima RI Joko Widodo atau Jokowi diusulkan sebagai kandidat calon ketua umum PPP.
Menurut dia, semua berawal dari keinginan PPP bangkit dari keterpurukan di Pemilu 2024. Hingga akhirnya, ada pembicaraan PPP membuka opsi untuk mengambil caketum dari eksternal juga.
"Ya karena tadi tuh muncul nama-nama yang beredar saat ini. Nah terus ada yang mendiskusikan ya. Kenapa tidak Pak Jokowi saja? Pak Jokowi kan hari ini tidak lagi berpartai," kata Ade kepada Suara.com, Jumat (30/5/2025).
Ia mengatakan, usulan itu sejalan ketika Jokowi juga kekinian sudah independen.
"Pak Jokowi kan hari ini tidak lagi menjadi presiden. Pak Jokowi kan hari ini tidak lagi memegang jabatan apapun. Jadi kan dia cukup banyak waktu. Dia saat ini independen. Tidak terikat dari kepemimpinan partai-partai tertentu," katanya.
Belum lagi, kata dia, ada suasana kebatinan yang dimiliki Jokowi dianggap luar biasa.
"Yang kedua, teman-teman internal itu merasakan 10 tahun kepemimpinan Pak Jokowi itu hubungan komunikasi, hubungan kebatinan dengan Pak Jokowi itu sangat luar biasa," ujarnya.
Selain itu, kata dia, sosok Jokowi juga selalu mengikuti perkembangan PPP.
"Beliau selalu mengikuti perkembangan PPP. Beliau mengetahui sejarah PPP. Bahkan tokoh-tokoh ulama PPP. Beliau selalu mendatangi sowan, dan terbukti memang ketika almahrum mbah Moen beliau selalu hadir begitu menghormati," katanya.
Baca Juga: Dudung Tolak Jadi Caketum PPP, Usman Tokan: Muktamar Makin Seru
"Nah, ini kan menjadi catatan-catatan bagi teman-teman," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy alias Gus Rommy, menyampaikan, kekinian sudah 8 nama sebagai kandidat caketum PPP diantaranya 3 dari internal dan 5 dari eksternal.
"Internal: Sandi Uno, Sekjen Arwani & Gus Yasin. Dari Eksternal: Gus Ipul, Dudung Abdul Rahman, Amran Sulaiman, Marzuki Alie, dan Agus Suparmanto," ungkapnya.
"Tentu nama-nama yang muncul tingkat agresivitasnya berbeda. Ada yang sudah sosialisasi dengan DPW atau DPC. Ada yg baru sowan para sesepuh ulama. Ada yang sudah konsolidasi. Ada yang sudah niat, kemudian ngerem. Bahkan ada yang diunggulkan tapi masih ditunggu kesediannya. Tapi setidaknya komunikasi itu ada. Baik dengan saya sendiri atau dengan pengurus DPP lainnya. Intinya, dinamika menuju muktamar ini menuju 1 arah: mencari Ketua Umum baru," sambungnya.
Gus Ipul Menolak
Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) RI, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul merendah ketika namanya masuk dalam bursa sebagai kandidat calon ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) jelang Muktamar PPP tahun ini.
Gus Ipul mengaku tak kaget namanya disebut-sebut lagi, sebab sebelumnya sudah pernah beberapa kali muncul, bahkan setiap jelang PPP Muktamar.
"Oh saya? Oh saya selalu disebut-sebut setiap ada muktamar PPP. bukan sekarang aja ya, selalu itu disebut-sebut. Dan biasanya terus hilang gitu aja, jadi nggak usah kaget gitu," kata Gus Ipul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Ia mengaku tak merasa kapabel dalam memimpin PPP.
Menurutnya, banyak yang lebih pantas darinya untuk memimpin partai Kakbah ke depan.
"Yang kedua, saya merasa bahwa banyak yang lebih mampu untuk memimpin PPP gitu. Kader-kader internal maupun juga kader-kader eksternal ya yang punya potensi," ujarnya.
"Tapi buat saya sendiri, saya terus terang nggak punya apa ya, kemampuan lah untuk memimpin PPP," sambungnya.
Kendati begitu, ia mengakui memang ada sejumlah elit PPP yang coba merayunya maju sebagai caketum.
"Ya teman-teman semua di situ ya nggak merayu lah, kadang-kadang ya ada," katanya.
Namun ia menegaskan, lebih tertarik fokus untuk membantu Presiden RI Prabowo sebagai Mensos.
"Nggak ya diskusi-diskusi gitu aja, ini gimana ya. Sudah banyak lah di sana, saya bilang. Sudah di sana udah banyak itu, nama-nama itu udah bagus semua. Saya nggak, jangan diikut-ikutkan sudah. Saya sendiri juga lagi ini, bantu presiden," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Dudung Tolak Jadi Caketum PPP, Usman Tokan: Muktamar Makin Seru
-
Wajah Jokowi Terlihat Kusam dan Penuh Flek, Tanda Stres Berat, atau Perawatan?
-
Rismon Sianipar: Kirim Skripsi Jokowi ke Singapura, Kasus Ijazah Palsu Tuntas Sehari!
-
Curigai Bareskrim, Rismon Sebut Skripsi Jokowi Pakai Font Times New Roman: Tak Sesuai Zamannya!
-
Murka! Kader Sebut Rommy Jual Partai: Mestinya Dia Tobat Agar Tak Lagi jadi Azab Bagi PPP
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?