News / Nasional
Sabtu, 06 September 2025 | 22:51 WIB
Alasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah harus diganti. [Div Humas Polri]

Suara.com - Pergantian pimpinan di tubuh Polri, khususnya jabatan Kapolri, selalu menjadi sorotan publik. Belakangan ini, wacana pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kembali mengemuka, terutama setelah insiden demonstrasi yang diwarnai kerusuhan.

Namun, pengamat intelijen Josef H. Wenas memberikan perspektif berbeda. Menurutnya, kebutuhan akan pergantian Kapolri lebih didorong oleh alasan objektif dan kebutuhan internal organisasi, bukan karena kinerja buruk atau kaitannya dengan kerusuhan yang terjadi.

Josef Wenas menyoroti bahwa Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menjabat sebagai Kapolri selama 4 tahun 7 bulan, menjadikannya Kapolri terlama di era reformasi. Secara kinerja, Wenas mengakui bahwa Jenderal Sigit memiliki rekam jejak yang baik.

"Berbagai gonjang-ganjing, Sambo dan lain-lain berhasil ditangani dengan baiklah ya. Lalu kinerja Polri melalui presisinya juga oke," ujarnya dikutip dari Youtube Cokro TV. 

Namun, di balik kinerja yang solid, ada fakta objektif yang menurut Wenas menjadi alasan utama kebutuhan rotasi, yaitu stagnasi di tingkat perwira tinggi, khususnya di jabatan bintang tiga (Komjen).

Jenderal Sigit yang merupakan Akpol angkatan 1991, melanjutkan kebijakan "loncat angkatan" yang sebelumnya juga terjadi di era Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kebijakan ini, meski efektif dalam jangka pendek, menimbulkan penumpukan perwira senior di angkatan di atas Kapolri.

"Jadi Akpol 89, 90 numpuk. Ini artinya kan yang lebih muda belum bisa naik dulu nih jabatan bintang itu," jelas Wenas.

Penumpukan ini terjadi karena Kapolri yang meloncati beberapa angkatan harus mengakomodasi para seniornya ke jabatan-jabatan strategis seperti Wakapolri. Setelah itu, barulah gerbong angkatan yang setara dan lebih muda bisa bergerak.

Situasi saat ini menunjukkan penumpukan di angkatan 1989 dan 1990 yang belum sepenuhnya terakomodasi, sehingga menghambat promosi angkatan 1991 (angkatan Kapolri) dan angkatan-angkatan di bawahnya.

Baca Juga: IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas

Kondisi ini menciptakan "kemacetan internal" yang bisa berdampak luas pada motivasi dan jenjang karir para perwira.

Wenas menegaskan bahwa insiden demonstrasi yang berujung kerusuhan belakangan ini, barangkali, hanya kebetulan terjadi di tengah kondisi internal yang stagnan.

Ia menduga, "Ada ketidakpuasan awalnya tanpa berpikir terlalu jauh bahwa ternyata dampaknya sampai seperti ini dari internal." Namun, ia menekankan, ini tidak ada kaitannya dengan kinerja buruk Kapolri.

"Jangan dikaitkan dengan kerusuhan karena kan kalau dikaitkan seolah-olah karena kerusahan ini kapolrinya brengsek maka harus dipecat. Enggak begitu. Sial aja ada kerusuhan gitu," tegas Wenas.

Menurutnya, pergantian Kapolri adalah kebutuhan objektif dan organisasional untuk mengurai kemacetan promosi di level perwira tinggi dan membuka ruang bagi generasi penerus di tubuh Polri. Kompolnas pun, kata Wenas, turut melihat adanya stagnasi ini.

Load More