News / Nasional
Sabtu, 06 September 2025 | 21:15 WIB
Peserta aksi membawa poster dan bermain balon air saat mengikuti Aksi Piknik Nasional Rakyat di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2025). [ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/bar]
Baca 10 detik
  • DPR hentikan tunjangan rumah & plesiran luar negeri.
  • Publik tuntut perubahan nyata, bukan janji di atas kertas.
  • Partai kini bisa nonaktifkan anggotanya di parlemen.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Gelombang tekanan publik melalui gerakan "Tuntutan 17+8" akhirnya berhasil menjebol pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Lembaga legislatif tersebut resmi menetapkan enam poin keputusan strategis yang secara langsung memangkas sejumlah fasilitas mewah yang selama ini dinikmati para wakil rakyat.

Dua keputusan paling krusial yang menjadi sorotan utama adalah penghentian total tunjangan perumahan bagi anggota DPR yang akan berlaku efektif mulai 31 Agustus 2025.

Selain itu, DPR juga memberlakukan moratorium kunjungan ke luar negeri, kecuali untuk urusan kenegaraan yang sifatnya mendesak dan dapat diverifikasi secara transparan.

Langkah ini diambil setelah fasilitas perumahan dan perjalanan luar negeri menjadi simbol kemewahan yang memicu kemarahan publik, dianggap tidak sejalan dengan realitas ekonomi masyarakat.

Keputusan ini menjadi sinyal awal bahwa DPR mulai merespons kritik tajam terkait gaya hidup para anggotanya.

Meski demikian, publik tidak serta merta puas. Para demonstran dan kelompok masyarakat sipil menuntut kejelasan implementasi dan mekanisme pengawasan yang ketat.

Mereka khawatir keputusan ini hanya akan menjadi janji manis di atas kertas, terutama menyangkut definisi "urusan kenegaraan" yang masih sangat kabur dan rentan disalahgunakan.

Menanggapi hal ini, Dosen Sekolah Tinggi Multimedia ST-MMTC Komdigi Yogyakarta, Dr. Eko Wahyuanto, menyatakan bahwa yang dibutuhkan publik bukanlah pengumuman seremonial.

Baca Juga: Viral Poster Kekesalan WNI di Sydney Marathon: 'Larilah DPR, Lari dari Tanggung Jawab!'

"Masyarakat tidak menuntut pengumuman megah atau daftar keputusan yang terdengar manis. Yang dibutuhkan adalah perubahan nyata: efisiensi anggaran, peningkatan kualitas legislasi, dan wakil rakyat yang benar-benar mencerminkan suara serta hati nurani konstituennya," Tulis Eko dikutip dari ANTARA pada Sabtu (6/9/2025).

Selain dua fasilitas utama tersebut, DPR juga memangkas tunjangan dan fasilitas lain yang dinilai tidak esensial, seperti biaya listrik, telepon, paket komunikasi intensif, hingga biaya transportasi.

Namun, di antara enam poin keputusan, ada satu langkah yang dianggap paling signifikan dan berpotensi menjadi tonggak reformasi internal.

Yaitu, pemberian wewenang kepada partai untuk menonaktifkan anggotanya di DPR jika terbukti melanggar kode etik atau tidak sejalan dengan aspirasi rakyat.

"Langkah ini dipandang sebagai tonggak penting, sebuah benchmarking menuju tatanan baru yang lebih akuntabel dan berintegritas di tubuh DPR," tambah Dr. Eko Wahyuanto.

Respons DPR terhadap "Tuntutan 17+8" ini turut menjadi perhatian dunia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amnesty International.

Load More