Suara.com - Siang itu, Taryana, 45 tahun, berdiri di samping truk pengangkut batu. Ia baru saja membantu memuat tiga bucket batu ke dalam bak. Hari itu panas, langit terbuka lebar, dan mesin-mesin tambang bergemuruh terus-menerus di Gunung Kuda, Cirebon.
Tak ada yang tampak aneh sebelum ia mendongak. Sebuah gerakan kecil di lereng. Tidak cepat, tapi pasti. Batu besar, kira-kira sebesar mobil, mulai tergelincir.
Ia segera masuk ke kabin truk. Beberapa detik kemudian, batu itu menghantam tanah.
Truk terguncang. Getaran tanah terasa naik dari roda ke rangka. Lalu gelap. Truk tertimbun. Suara-suara hilang. Udara mengecil.
Di dalam kabin, Taryana tidak bisa banyak bergerak. Ia duduk dalam posisi miring, sebagian tubuh terjepit. Tangannya kesulitan menjangkau saku. Tapi ponselnya masih hidup.
Ia berhasil menelepon temannya.
"Saya kejepit. Masih hidup," katanya seperti dikutip dari ANTARA.
Di luar, regu penyelamat mulai bekerja. Mereka menggunakan dongkrak. Tidak muat. Lalu mencoba dengan pipa besi. Mereka selipkan pipa ke setir, berusaha membengkokkannya untuk memberi ruang.
Setelah hampir tiga puluh menit, setir truk cukup bergeser. Dengan sisa tenaga, Taryana menyeret tubuhnya ke luar. Tangannya sakit. Napasnya pendek.
Baca Juga: Longsor Tambang Galian Gunung Kuda, Korban Meninggal Bertambah Jadi 17 Orang
"Alhamdulillah selamat," katanya. "Tangan cuma sedikit nyeri."
Namun ia adalah satu dari sedikit yang selamat. Sekitar 20 orang berada di area saat longsor terjadi. Sebagian besar pekerja. Beberapa sopir. Salah satu truk tertimbun bersama istri dan anak sopir.
Komandan Kodim Cirebon, Letkol Inf M. Yusron, menyebut 14 orang ditemukan meninggal dunia hingga Sabtu pagi.
Enam truk dan satu ekskavator juga ikut tertimbun. Tim penyelamat, terdiri dari 400 personel gabungan, melanjutkan pencarian di dua sektor: timur dan barat.
“Evakuasi dilakukan sangat hati-hati,” katanya.
Risiko longsor susulan tetap ada. Tim gabungan mengevakuasi 19 jenazah korban longsor tambang Gunung Kuda, Cirebon, hingga Minggu (1/6/2025).
Salah Metode Penambangan
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat menyebut longsor di tambang Gunung Kuda, Cirebon, diduga akibat kesalahan metode penambangan.
Menurut Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirto Yuliono, penambangan seharusnya dilakukan dari atas ke bawah secara terasering, bukan dari bawah seperti yang diterapkan selama ini.
“Jenis batuan seperti ini seharusnya ditambang dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Ini sudah dijelaskan berkali-kali oleh inspektur tambang,” ujarnya di Cirebon, Jumat seperti dikutip dari ANTARA.
Peringatan keras sudah diberikan sebelum kejadian, namun diabaikan pengelola tambang.
“Kami dari dinas sudah memperingatkan berkali-kali, bahkan dengan nada yang cukup keras,” kata Bambang.
Ia menyebut metode yang tidak sesuai teknis meningkatkan risiko longsor. Bahkan, pihak kepolisian disebut telah mengambil langkah pencegahan, namun tak digubris.
“Sudah diingatkan berkali-kali, tapi tetap saja bandel. Lagi-lagi kejadian seperti ini terulang,” katanya.
Sebagai respons, aktivitas tambang dihentikan sementara sejak Jumat sore. Dinas ESDM juga mengusulkan pencabutan izin.
“Perizinan akan kami cabut. Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi karena membahayakan keselamatan,” tuturnya.
Buruknya tata kelola dan pengawasan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyatakan kecelakaan tambang di Gunung Kuda, Cirebon, menunjukkan buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan tambang di Jawa Barat.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menyebut insiden yang menewaskan belasan orang itu bukan yang pertama.
"Gunung Kuda bukan satu-satunya insiden yang memakan korban jiwa. Ini menunjukkan bahwa praktik tambang di Jawa Barat masih jauh dari profesional dan abai terhadap standar keselamatan," kata Iwang di Bandung, Minggu seperti dikutip dari ANTARA.
Menurut Walhi, banyak perusahaan hanya menjadikan dokumen perizinan sebagai formalitas, bukan panduan operasional.
“Padahal dokumen perizinan mencakup AMDAL, RKL, dan RPL yang seharusnya dijalankan dan dievaluasi,” ujarnya.
Iwang menilai pemerintah terlalu reaktif dan lemah dalam pengawasan.
“Apakah pelaku usaha benar-benar menjalankan kewajiban membuat laporan semesteran? Apakah pemerintah benar-benar mengawasi kesesuaian antara praktik di lapangan dengan isi dokumen? Ini yang tidak jelas dan luput dari pengawasan. Kecenderungannya begitu ada korban, baru kelabakan. Ini cerminan fungsi kontrol pemerintah lemah dan harus diperbaiki.”
Tambang Gunung Kuda disebut legal, namun praktiknya menyimpang dari dokumen, seperti penggunaan alat berat yang berbeda dan jam kerja berlebihan tanpa pengawasan.
“Artinya ini punya izin, tapi bukan berarti praktiknya sesuai isi dokumen. Misalnya dalam dokumen disebutkan alat yang digunakan adalah A, beroperasi delapan jam sehari, tapi di lapangan pakai alat B dan bekerja 24 jam nonstop. Siapa yang mengawasi itu? Seharusnya pemerintah,” ucapnya.
Walhi juga mencatat meningkatnya tambang ilegal di wilayah selatan Jabar setelah keluarnya aturan baru soal penetapan Wilayah Pertambangan dan WPR, terutama di Garut, Sukabumi, Cianjur, dan Pangandaran.
Di sisi lain, Gunung Kuda memang masuk zona sirtu, namun juga berfungsi penting sebagai kawasan resapan dan penyedia air masyarakat.
“Jika terus dieksploitasi, fungsi ekologisnya akan rusak. Kami sudah lama merekomendasikan agar tambang di sana dihentikan dan dilakukan reforestasi,” kata Iwang.
Ia menekankan tanggung jawab atas korban jiwa dan kerusakan lingkungan tak hanya pada perusahaan, tapi juga pemerintah.
“Padahal, regulasi Indonesia termasuk Jabar (soal tambang) cukup baik... Tapi selama ini regulasi hanya di atas kertas. Tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggar, baik dari pihak perusahaan maupun institusi pemerintah yang lalai.”
Karena itu, Walhi mendesak reformasi tata kelola tambang di Jabar: evaluasi izin, penguatan pengawasan, dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan lingkungan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 5 Sepatu Lari Rp300 Ribuan di Sports Station, Promo Akhir Tahun
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
Skandal Wedding Organizer Ayu Puspita: Lima Orang Dilaporkan ke Polisi, Korban Rugi Ratusan Juta
-
Idrus Marham Usul Muktamar PBNU Dipercepat ke Mei 2026 demi Akhiri Konflik
-
Skandal Umrah saat Bencana, Dasco Minta Kemendagri Berhentikan Sementara Bupati Aceh Selatan
-
Dasco Ketok Palu Pengesahan UU Penyesuaian Pidana, Ini 5 Poin Pentingnya
-
Jakarta Siap Dipantau 1.000 Kamera e-TLE pada 2026, Penindakan Lalu Lintas Bakal 95% Elektronik
-
Menhub Siapkan Diskon Tiket Pesawat dan Tol serta Mudik Gratis untuk Nataru, Ini Rinciannya
-
Darurat yang Tak Bisa Lagi Diabaikan: Kekerasan di Sekolah Terus Berulang, Siapa yang Lalai?
-
Lumpur Rendam RSUD Aceh Tamiang: Momen Pilu Dokter Menangis di Tengah Obat-obatan yang Rusak Parah
-
Menhub: 119,5 Juta Pemudik Siap Bergerak, Puncak Mudik Nataru Diprediksi H-1 Natal
-
Amarah Prabowo di Rapat Bencana: Bupati Umrah Saat Daerahnya Tenggelam