Suara.com - Uni Eropa kembali jadi sorotan dunia. Bukan karena krisis, konflik, atau kekacauan politik, melainkan karena prestasi nyatanya dalam menghadapi krisis iklim—dengan pendekatan yang ternyata menguntungkan secara ekonomi.
Ya, ekonomi hijau kini terbukti bukan cuma mimpi idealis para aktivis lingkungan, tapi sebuah strategi pertumbuhan yang cerdas dan realistis.
Menurut penilaian terbaru Komisi Eropa terhadap Rencana Energi dan Iklim Nasional (NECP) milik negara-negara anggotanya, Uni Eropa berada di jalur yang sangat dekat untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 55% pada 2030.
Saat ini, angka proyeksi menunjukkan penurunan emisi hingga 54% dibandingkan level tahun 1990.
"Emisi telah turun 37% sejak 1990, sementara ekonomi tumbuh hampir 70%," kata Komisioner Iklim UE, Wopke Hoekstra, melansir ESG News, Rabu (4/6/2025).
Pernyataan ini bukan hanya statistik. Ini adalah bukti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak harus mengorbankan lingkungan—bahkan sebaliknya, bisa saling menguatkan.
Energi Terbarukan Jadi Kunci
Salah satu pendorong utama keberhasilan ini adalah pertumbuhan pesat sektor energi terbarukan. Pada 2023, energi bersih seperti angin, matahari, dan bioenergi sudah menyumbang 24% dari konsumsi energi total UE.
Angka ini membuat blok Eropa berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 42,5% energi terbarukan pada 2030.
Baca Juga: Dari Kearifan Lokal hingga Gerakan Global: Inilah Politik Bumi yang Bisa Selamatkan Kita!
Kesuksesan ini tak lepas dari kebijakan strategis seperti Clean Industrial Deal dan Affordable Energy Action Plan yang mendorong investasi besar-besaran ke teknologi hijau.
Hasilnya? Keamanan energi meningkat, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor menurun, dan peluang kerja baru di sektor energi bersih bermunculan.
Tantangan Masih Ada
Meski banyak sektor menunjukkan kemajuan, tidak semua berjalan mulus. Sektor pertanian dan transportasi masih tertinggal. Di bidang pertanian, tekanan politik dari kelompok petani membuat beberapa regulasi lingkungan dilonggarkan.
Padahal, sektor ini menyumbang emisi cukup besar dan belum tersentuh kebijakan iklim secara maksimal.
Transportasi juga masih jadi PR besar. Emisi dari kendaraan bermotor dan moda transportasi lain masih sulit ditekan, terutama di negara-negara anggota yang belum memiliki infrastruktur publik ramah lingkungan yang memadai.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
Wamensos Agus Jabo Ungkap Parahnya Dampak Banjir Bandang di Aceh Tamiang
-
Prabowo Berangkat Menuju Aceh Pagi Ini: Kita Buktikan Reaksi Pemerintah Cepat
-
Ustaz Adi Hidayat: Elit Politik Stop Atraksi, Mohon Perhatian Tulus untuk Korban Bencana
-
Komunitas Disabilitas Galang Donasi Rp 200 Juta untuk Korban Banjir dan Longsor di Sumatra
-
Pramono Anung Dorong Event Lari Jadi Cara Baru Menjelajahi Jakarta
-
Pemerintah Tolak Bantuan Asing, Gubernur Aceh Khawatir Korban Bencana Meninggal Kelaparan
-
Update Korban Bencana Sumatera: 916 Meninggal Dunia, Ratusan Orang Hilang
-
Ahli Cornell University Kagum Gereja Jadi 'Benteng' Masyarakat Adat di Konflik Panas Bumi Manggarai
-
Kemendagri Angkat Bicara Tanggapi Bupati Aceh Selatan Bepergian ke Luar Negeri di Tengah Bencana
-
Jalan Lintas Pidie Jaya - Bireuen Aceh Kembali Lumpuh Diterjang Banjir Minggu Dini Hari