Biennale Jogja 18 tahun 2025 hadir dengan kelanjutan pendekatan mendalam dari tema Titen pada tahun 2023 lalu. Mengangkat tema "Kawruh", perhelatan ini membentangkan seni tak hanya sebagai karya, tapi juga sebagai laku hidup, pengetahuan lokal, dan ruang bersama.
Biennale Jogja kali ini dibersamai oleh tiga kurator dan terbagi dalam dua babak. Babak pertama berlangsung di Desa Karangsewu (Padukuhan Boro), Kulon Progo pada 19-24 September 2025. Babak I akan menghadirkan interaksi langsung antara seniman dan warga.
Sementara itu, babak kedua akan digelar di Kota Yogyakarta serta dua desa lain di Bantul, yakni Desa Bangunjiwo, Tirtonirmolo, dan Panggungharjo pada 5 Oktober-20 November 2025. Pendekatan ini tidak sekadar memindahkan lokasi, tapi menggeser pusat: dari kota ke desa, dari galeri ke komunitas.
Untuk memeluk lebih lekat Biennale Jogja 18 2025 lewat tema Kawruh, segenap rekan media menghadiri acara Gathering Media Kawruh: Tanah Lelaku yang diadakan di Kampoeng Mataram pada Rabu (09/07/2025). Berikut beberapa hal yang perlu kita simak bersama!
Membaca Ulang ‘Kawruh’: Tema Utama Biennale Jogja 18 2025
Greg Sindana dan Invani (ketjilbergerak), salah dua kurator Biennale Jogja 18 2025, menjelaskan bahwa Kawruh bukan sekadar pengetahuan dalam arti modern. Dalam bahasa Jawa, Kawruh merujuk pada pengetahuan yang lahir dari pengalaman, relasi, intuisi, dan rasa.
"Kita mencoba mendekati pengetahuan dari cara lain. Tidak melulu rasionalitas Barat yang jadi tolok ukur. Kawruh menawarkan pendekatan yang lebih membumi," ujar Greg.
Biennale ini dimulai dengan residensi seniman di desa. Alih-alih langsung membuat pameran, prosesnya dimulai dari hidup bersama warga: ngobrol, menanam, dan beraktivitas bersama. Hasilnya bukan hanya karya seni, tapi juga pengalaman, pembelajaran, dan hubungan.
Praktik Seni (di) Desa: Seni yang Berakar, Bukan Bertengger
Pada pemaparan narasumber lainnya, Romo Ing, menekankan bahwa desa bukan sekadar lokasi, tapi metode.
Desa Karangsewu menjadi salah satu tempat lahirnya praktik seni yang berakar pada interaksi dan relasi.
Baca Juga: Kisah Affandi Koesoema, Dari Poster Film Menjadi Maestro Lukis
Seniman tidak hanya berkarya, tapi ikut hidup bersama warga: ikut ronda, masak, hingga membersihkan saluran air.
"Yang penting bukan seniman bikin karya, tapi bagaimana karya itu lahir dari relasi. Dan kadang, hasil akhirnya bukan karya rupa, tapi kebersamaan," tuturnya.
Biennale kali ini ingin memindahkan pusat seni dari galeri ke masyarakat. Proses ini menjadi ruang perenungan; bukan hanya tentang seni, tapi tentang cara hidup, belajar, dan berhubungan atau relasi sosial antar warga desa.
Titen dan Kawruh: Niteni Dulu, Melestarikan Pengetahuan Kemudian
Lia dan Amos, dua peneliti Biennale Jogja sejak era Titen 2023 hingga hari ini, Kawuruh 2025, menyampaikan bahwa Titen (pengamatan lokal terhadap alam dan siklus hidup) dan Kawruh (pengetahuan) adalah bentuk penting dari cara tahu yang hidup di masyarakat.
Dalam tubuh Titen dan Kawruh, para seniman maupun kurator terus mengupayakan hingga mengeksperimentasikan batas-batas terjauh dari apa yang seni mampu lakukan bagi masyarakat yang melahirkan seni itu sendiri.
Mereka menolak menjadikan Titen dan Kawruh sebagai tema eksotis. Sebaliknya, mereka ingin menempatkannya sebagai cara hidup yang setara dengan pengetahuan masyarakat desa.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
LPSK Sebut Ammar Zoni Ajukan Justice Collaborator: Siap Bongkar Jaringan Besar Narkotika?
-
Pemerintah Perkuat Komitmen Perubahan Iklim, Pengelolaan Karbon Jadi Sorotan di CDC 2025
-
Pramono Anung Genjot Program Kesejahteraan Hewan untuk Dongkrak Jakarta ke Top 50 Kota Global 2030
-
Diperiksa 14 Jam Dicecar 47 Pertanyaan: Kenapa Polisi Tak Tahan Lisa Mariana di Kasus Video Syur?
-
Profil Mirwan MS: Bupati Aceh Selatan, Viral Pergi Umroh saat Rakyatnya Dilanda bencana
-
Benteng Alami Senilai Ribuan Triliun: Peran Mangrove dalam Melindungi Kota Pesisir
-
Pergub Sudah Berlaku, Pramono Anung Siap Tindak Tegas Pedagang Daging Kucing dan Anjing
-
Banjir Rob Jakarta Berangsur Turun, Pramono Anung: Mudah-Mudahan Segera Normal
-
Telkom Pastikan Akses Free WiFi di Posko Bencana Tersedia Gratis bagi Masyarakat
-
Menhut Raja Juli Disorot DPR soal Bencana Sumatra, Respons soal Usulan Mundur Jadi Sorotan