Suara.com - Di saat warga bersiap menghadapi musim kemarau, justru banjir datang melanda. Curah hujan tinggi masih terus terjadi di berbagai wilayah Indonesia pada Juli ini, bulan yang seharusnya menjadi puncak musim kering.
Banjir muncul di Jabodetabek hingga Kota Mataram, NTB, menandai bahwa cuaca ekstrem kini bukan lagi kejadian langka.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa kondisi atmosfer yang tidak stabil seperti lemahnya monsun Australia, suhu muka laut yang hangat, dan aktivitas gangguan tropis seperti MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby telah memicu hujan deras di waktu yang tidak semestinya.
Ini menambah panjang daftar tanda-tanda krisis iklim yang mulai terasa langsung oleh masyarakat.
Greenpeace Indonesia menegaskan, situasi ini bukan sekadar anomali musiman. Cuaca yang makin sulit diprediksi adalah bagian dari krisis iklim akibat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat, dipicu oleh pembakaran energi fosil, deforestasi, dan industri ekstraktif.
“Kita tidak bisa lagi menormalkan cuaca ekstrem dan musim yang kacau sebagai hal biasa. Fenomena hujan deras di periode Juli adalah peringatan serius bahwa krisis iklim sudah mengubah wajah musim di Indonesia. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas untuk mengurangi emisi dan melindungi rakyat dari dampak krisis iklim yang makin parah,” tegas Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia dalam keterangannya baru-baru ini.
Krisis ini tidak akan terasa adil bagi semua. Masyarakat miskin, petani, dan mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana akan jadi kelompok paling terdampak. Meski begitu, arah kebijakan negara justru menunjukkan sebaliknya.
Greenpeace menyoroti, pada 2024 Indonesia mencatat rekor produksi batu bara tertinggi dalam sejarah, 836 juta ton, naik 7 persen dari tahun sebelumnya.
Kebijakan Rencana Umum Energi Nasional (RPP KEN) dan RUPTL justru memperpanjang ketergantungan terhadap energi fosil hingga 2060, termasuk rencana penambahan pembangkit batu bara dan gas baru yang akan ‘mengunci’ Indonesia dalam emisi tinggi selama puluhan tahun ke depan.
Baca Juga: BMKG Klaim Modifikasi Cuaca di Jabodetabek Berhasil Turunkan Intensitas Hujan, Begini Penjelasannya
Padahal, dari 2018–2023, penambahan pembangkit energi terbarukan hanya tumbuh 3,2 Gigawatt, jauh dari cukup untuk mengejar target transisi energi. Hingga 2024, bauran energi bersih baru mencapai 15 persen.
“Pemerintah Indonesia harus keluar dari zona nyaman dan berhenti melanjutkan ketergantungan pada energi fosil. Krisis ini tidak pernah adil, dan sayangnya warga serta mereka yang lemah akan menjadi korban paling terdampak. Kita butuh komitmen ambisius pada pengembangan energi terbarukan, peta jalan transisi energi berkeadilan, dan pembangunan yang berpihak pada kelangsungan hidup, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi jangka pendek,” lanjut Bondan.
Greenpeace mendesak agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang progresif dan berpihak pada penurunan emisi. Namun, mereka mengingatkan agar RUU ini tidak menjadi pintu masuk solusi palsu seperti gasifikasi batu bara dan co-firing yang tetap melanggengkan energi kotor.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
Menteri Bahlil Kerahkan Pasukan ESDM dan ERT Bangun Dapur Umum di Sumatera - Aceh
-
Janji Sat-Set Menteri Bahlil: 2 Hari Pasca Kunjungan, Masjid dan Pengungsi di Agam Terang Benderang
-
Update Jalur Aceh: Geumpang-Pameu Akhirnya Tembus Mobil, Tapi Akses ke Kota Takengon Masih Lumpuh
-
Kejagung Siapkan Jurus Ekstradisi, 3 Buron Kakap Jurist Tan hingga Riza Chalid Siap Dijemput Paksa
-
Diduga Gelapkan Uang Ganti Rugi Rp5,9 M, Lurah Rawa Burung Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
-
Kementerian P2MI Paparkan Kemajuan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Hadapan Komite PBB
-
Penyakit Mulai Hantui Pengungsi Banjir Sumatra, Kemenkes Diminta Gerak Cepat
-
Soal DPR Lakukan Transformasi, Puan Maharani: Ini Niat Baik, Tapi Perlu Waktu, Tak Bisa Cepat
-
BGN Larang Ada Pemecatan Relawan di Dapur MBG Meski Jumlah Penerima Manfaat Berkurang
-
KPK Akui Sedang Lakukan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi di PT LEN Industri