News / Nasional
Jum'at, 05 Desember 2025 | 20:21 WIB
Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang. (Suara.com/Lilis)
Baca 10 detik
  • BGN melarang pemecatan relawan dapur MBG meskipun terjadi pengurangan kuota penerima manfaat di setiap SPPG.
  • Pengurangan kuota penerima manfaat diberlakukan untuk menjaga kualitas, meskipun terdapat masalah kelebihan SPPG di beberapa wilayah.
  • Honor relawan dapur akan dibayar menggunakan mekanisme penggantian biaya riil (at cost) sesuai bukti pengeluaran yang sah.

Suara.com - Badan Gizi Nasional (BGN) melarang mitra, yayasan, hingga Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memecat para relawan yang telah bekerja di dapur Makan Bergizi Gratis (MBG), meskipun terjadi pengurangan jumlah penerima manfaat.

Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang menyebutkan bahwa pengurangan jumlah penerima manfaat MBG itu telah menjadi kebijakan lembaganya untuk menjaga kualitas pemenuhan gizi kepada para penerima manfaat MBG.

“Ingat ya, setiap SPPG dilarang me-layoff para relawan, karena program MBG tidak hanya sekadar untuk memberikan makanan bergizi kepada siswa, tapi juga untuk menghidupkan perekonomian masyarakat, termasuk dengan mempekerjakan 47 warga lokal di setiap SPPG,” kata Nanik dalam pengarahannya di acara Koordinasi dan Evaluasi Program MBG di Hotel Aston Cilacap, Jumat (5/12/2025).

Semula SPPG dapat mengelola lebih dari 3.500 penerima manfaat, kini setiap dapur MBG hanya dapat mengelola 2.000 siswa penerima manfaat, dan 500 ibu hamil, ibu menyusui dan balita non PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau yang dikenal sebagai 3B.

Kapasitas itu bisa saja menjadi 3.000 penerima manfaat, apabila SPPG memiliki koki terampil yang bersertifikat.

Namun, di beberapa wilayah terjadi pengurangan jumlah penerima manfaat yang cukup drastis, seperti di wilayah eks Karesidenan Banyumas. Banyak SPPG dikurangi jumlah penerima manfaatnya dari 3.500 lebih hingga tinggal 1.800 orang karena munculnya SPPG baru, dengan alasan pemerataan.

“Ada temunan saya, di Kabupaten Banyumas, kuotanya hanya 154 SPPG, tapi ternyata sekarang ada 227 titik. Kok bisa? Ini jelas nggak bener, karena akan terjadi perebutan penerima manfaat,” kata Nanik.

Nanik berjanji akan menyelesaikan persoalan yang terjadi akibat munculnya sejumlah SPPG baru yang melebihi kuota, di internal BGN. Apalagi ditemukan fakta bahwa di sebuah kecamatan di Banyumas, dengan jumlah penerima manfaat hanya 16 ribu dan telah memiliki 6 SPPG, ternyata disetujui dan dibangun 5 SPPG baru lagi.

Meskipun terjadi pengurangan penerima manfaat secara drastis, Nanik mengingatkan bahwa pengelola SPPG tetap tidak boleh memecat para relawan dapur.

Baca Juga: SLHS Belum Beres, BGN Ancam Suspend Dapur MBG di Banyumas

“Saya sudah mendapat solusi dari Pak Sony Sonjaya (Waka BGN bidang Sistem Tata Kelola), setelah berdiskusi semalaman dengan para pimpinan BGN, bahwa untuk honor relawan dapur bisa memakai mekanisme at cost,” ujarnya.

At cost merupakan sistem penggantian biaya yang sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah seperti kuitansi, faktur, atau tiket. Jumlah yang diganti adalah biaya riil yang telah dikeluarkan untuk pengadaan atau layanan, dan tidak termasuk margin keuntungan.

Pihak yang berwenang akan memeriksa dan memverifikasi kebenaran serta kewajaran bukti pengeluaran yang diajukan.

Nanik menjelaskan bahwa dalam Peraturan Presiden nomor 115 tahun 2025, penerima manfaat MBG semakin diperluas. Penerima MBG kini tak hanya siswa sekolah, siswa madrasah, dan santri, serta ibu hamil, ibu menyusui dan balita.

Tenaga pendidik, termasuk guru sekolah negeri, tenaga honorer, guru swasta, ustadz pesantren, maupun santri di pesantren salaf yang tidak berafiliasi dengan Kementerian Agama, kader PKK dan Posyandu juga menjadi penerima manfaat MBG.

“Jangan sampai ada anak Indonesia yang tidak bisa makan. Beliau bahkan menginginkan agar semua orang miskin, disabilitas, para lansia, anak-anak putus sekolah, anak jalanan, anak-anak pemulung, semua menjadi penerima MBG,” pesan Nanik.

Load More