Suara.com - Ambisi pemerintah untuk menggalakkan kembali program transmigrasi kini didukung dengan anggaran fantastis. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui penambahan dana lebih dari Rp1,7 triliun, membuat total anggaran Kementerian Transmigrasi untuk tahun 2025 meroket menjadi Rp1,89 triliun.
Namun, di saat yang sama, rencana program transmigrasi ini justru dijawab dengan gelombang penolakan keras, terutama dari Kalimantan yang menjadi salah satu target utama.
Melansir laman BBC News Indonesia, Rabu (16/7/2025), Menteri Transmigrasi, Ifititah Sulaiman, menjelaskan bahwa dana jumbo tersebut akan dialokasikan untuk lima program prioritas, mulai dari percepatan sertifikasi lahan hingga pembangunan infrastruktur di kawasan transmigrasi.
"Komposisi atas ABT [Anggaran Belanja Tambahan] dialokasikan untuk program transmigrasi sebesar 80,34% dan untuk dukungan manajemen sebesar 19,66%," jelasnya, Senin (7/7) lalu.
Pemerintah daerah pun sudah bergerak. Kepala Disnakertrans Kalimantan Tengah, Farid Wajdi, menyatakan tiga kabupaten di wilayahnya—Kapuas, Sukamara, dan Kotawaringin Barat—telah ditunjuk sebagai lokasi penerima transmigran dari Jawa dan Bali.
Namun, rencana ini bak api dalam sekam. Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Kalimantan dengan tegas menolak. "Tanah Borneo bukan ruang kosong untuk diisi sesuka hati," tulis mereka dalam pernyataan resmi. "Transmigrasi yang tidak berpihak dan tanpa keadilan sosial hanya akan menciptakan luka baru di tanah yang sudah lama terpinggirkan."
Suara serupa datang dari Pemuda Dayak Kalimantan Barat yang menuntut keadilan. Mereka menyoroti ironi di mana para transmigran kerap difasilitasi rumah dan lahan, sementara masyarakat lokal justru banyak yang tidak memiliki tanah dan tinggal di rumah tak layak huni.
"Namun, mirisnya, masyarakat lokal tempat transmigran ditempatkan ada yang tidak mempunyai tanah, pekerjaan, bahkan masih ada rumah mereka yang tidak layak huni," kata mereka.
Penolakan ini bukan tanpa dasar. Sejarah panjang transmigrasi di Indonesia, sejak era kolonial hingga Orde Baru, memang sarat dengan masalah. Akademisi dan peneliti dari BRIN mengingatkan agar pemerintah belajar dari kegagalan masa lalu.
Baca Juga: Menteri Transmigrasi Tebar Janji Manis Tuntaskan Masalah Lahan
"Saya kira, mungkin, Kementerian Transmigrasi yang sekarang ini, dengan program-program yang baru ini, mungkin, bisa belajar dari ketidakberhasilan yang dulu-dulu, kegagalan yang dulu," tandas peneliti tersebut.
Salah satu masalah laten adalah konflik agraria. Rojali Ahmad, mantan kepala desa di Rasau Jaya Umum, Kalimantan Barat, mengakui bahwa meski hubungan dengan transmigran harmonis, masalah sengketa lahan kerap terjadi. Ia menyebut ada transmigran yang "mengambil wilayah di luar pemetaan kawasan transmigrasi."
"Yang mana, sampai hari ini juga, masih menimbulkan konflik keperdataan, kepemilikan," sambungnya.
Penderitaan bahkan juga dirasakan oleh para transmigran itu sendiri. Rebo, seorang transmigran generasi pertama di Kubu Raya, menceritakan bagaimana orang tuanya yang pindah dari Jawa pada tahun 1955 merasa ditelantarkan oleh pemerintah.
"Orang tua kami ini, transmigrasi di sini, seperti ditelantarkan," aku Rebo. "Ada semacam perbedaan perlakuan kepada transmigran yang datang pada 1955 dan yang tiba 1970-an. Yang 1970-an itu seperti lebih diperhatikan."
Meski diwarnai penolakan dan catatan sejarah yang kelam, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tampak bergeming. Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan bahwa transmigrasi kini memiliki arah yang jelas.
Berita Terkait
-
Menteri Transmigrasi Tebar Janji Manis Tuntaskan Masalah Lahan
-
Kementerian Transmigrasi Bangun Koridor Ekonomi di Sulteng, Andalkan Durian hingga Kopi untuk Ekspor
-
Barelang Bersolek Jadi Waterfront City: Wisata Bahari Ala Batam Siap Saingi Singapura?
-
Menteri Transmigrasi: SDM dan Ilmu Pengetahuan Kunci Bangun Indonesia
-
Berpindah ke Dunia Lain, Ini 7 Rekomendasi Drama China Bertema Transmigrasi
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
-
Tak Sampai Satu Bulan, Bank Jakarta Klaim Salurkan 100 Persen Dana dari Menkeu Purbaya
-
Rupiah Melemah Tipis ke Rp16.626, Pasar Cari Petunjuk dari Risiko Global
-
iQOO 15 Resmi Meluncur di Indonesia: HP Flagship Monster Pertama dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
Terkini
-
Banjir Sumatra Jadi Petaka, KLHK 'Obrak-abrik' Izin, Bakal Panggil Perusahaan Pekan Depan
-
Media Sustainability Forum 2025: Perkuat Daya Hidup Media Demi Topang Demokrasi
-
Golkar Semprot Cak Imin soal 'Tobat Nasuha': Anda Bukan Presiden, Cuma Menko!
-
Pakai Citra Satelit, Pemerintah Buru Terduga di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumatra
-
Evaluasi Bantuan Dilempar dari Heli, Panglima TNI Ubah Strategi Pakai Box CDS dan Payung Udara
-
Ngeri! Curah Hujan Jakarta Diprediksi Bakal Tembus 300 mm, Pramono: 200 Saja Pasti Sudah Banjir
-
Ketika Niat Baik Merusak Alam: Kisah di Balik Proyek Restorasi Mangrove yang Gagal
-
Heboh! Parkir di Polda Metro Jaya Berbayar, Ini Jawaban Resmi Polisi Soal Dasar Hukumnya
-
Waspada! Ratusan Pengungsi Banjir Sumatra Diserang Demam, Ini Biang Keroknya
-
Bos Maktour di Pusaran Korupsi Haji, KPK Ungkap Peran Ganda Fuad Hasan Masyhur