- Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan kasus demam pascabanjir di Sumatera Barat (376 kasus) dan Sumatera Utara (277 kasus) hingga Desember 2025.
- Keluhan kesehatan dominan lainnya meliputi nyeri otot, gatal-gatal, gangguan pencernaan, dan ISPA di tengah kondisi pengungsian yang padat.
- Kemenkes mengirimkan tenaga kesehatan dan logistik, sekaligus mewaspadai ancaman penyakit serius seperti DBD dan Leptospirosis.
Suara.com - Gelombang penyakit mulai menghantui para korban banjir dan longsor di Sumatera, dengan demam menjadi momok utama yang menyerang ratusan pengungsi. Data terbaru menunjukkan Sumatera Barat menjadi provinsi dengan catatan kasus demam tertinggi, mengisyaratkan kondisi darurat kesehatan di tengah bencana.
Menurut data yang dihimpun Kementerian Kesehatan, pada periode 25–29 November 2025 saja, tercatat 376 kasus demam yang tersebar di lima kabupaten terdampak di Sumatera Barat, yakni Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar.
Selain demam, keluhan kesehatan lain yang banyak dilaporkan di wilayah ini meliputi nyeri otot atau myalgia sebanyak 201 kasus, gatal-gatal 120 kasus, gangguan pencernaan (dispepsia) 118 kasus, dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang mencapai 116 kasus. Penyakit kronis seperti hipertensi juga kambuh pada 77 pengungsi, disusul luka-luka, sakit kepala, diare, dan asma.
Pola yang mengkhawatirkan ini juga terjadi di Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat 277 kasus demam dalam periode 25 November–1 Desember 2025. Keluhan lain yang mendominasi adalah nyeri otot (151 kasus), gatal-gatal (150 kasus), dan ISPA (96 kasus). Sementara itu, di Aceh, keluhan tertinggi yang dilaporkan adalah luka-luka sebanyak 35 kasus, diikuti ISPA dan diare.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Agus Jamaludin, menyebut lonjakan kasus demam ini merupakan sinyal bahaya yang menandakan kondisi lingkungan dan tempat tinggal pengungsi yang belum pulih sepenuhnya pascabencana.
“Demam adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika tempat pengungsian padat dan akses air bersih terbatas. Disebabkan juga karena pelindung tubuh yang kurang memadai selama mengungsi,” ujar Agus dalam keterangannya, Rabu (3/12/2025).
Menanggapi situasi ini, Agus memastikan bahwa Kementerian Kesehatan telah bergerak cepat dengan mengirimkan tenaga kesehatan dan logistik tambahan ke seluruh wilayah terdampak untuk memberikan penanganan medis yang memadai.
“Kami menjamin ketersediaan obat dan SDM kesehatan untuk menangani berbagai keluhan kesehatan yang dialami masyarakat. Fokus kami adalah mencegah penularan dan menekan risiko komplikasi,” katanya.
Lebih lanjut, Agus memperingatkan adanya ancaman penyakit lain yang lebih serius yang berpotensi muncul pasca-banjir, yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis. Genangan air sisa banjir merupakan sarang ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak.
Baca Juga: Tragedi Banjir Sumbar: 161 Jenazah Dikenali, Puluhan Lainnya Masih 'Tanpa Nama', Mayoritas Anak-anak
"Banjir juga menyebabkan kontaminasi air dan distribusi urine tikus atau hewan lain ke area pengungsian yang dapat memperbesar risiko Leptospirosis," ujarnya.
Mengingat risiko tersebut, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meskipun dalam kondisi serba terbatas di pengungsian. Berikut adalah langkah-langkah pencegahan yang disarankan Kemenkes:
- Rutin mencuci tangan pakai sabun, menjaga kebersihan tubuh, serta selalu memakai alas kaki untuk menghindari luka dan risiko leptospirosis.
- Makanan sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan matang dan menggunakan air yang aman untuk diminum.
- Lingkungan pengungsian perlu dijaga tetap kering dan bebas genangan.
- Sampah dibuang pada tempatnya, toilet darurat digunakan dengan benar, dan luka harus ditutup rapat.
- Untuk mencegah DBD, upayakan tetap dapat menerapkan 3M plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang).
- Periksakan diri ke pos kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat bila mengalami gejala atau keluhan penyakit seperti diare, ISPA atau gatal-gatal.
Berita Terkait
-
Tragedi Banjir Sumbar: 161 Jenazah Dikenali, Puluhan Lainnya Masih 'Tanpa Nama', Mayoritas Anak-anak
-
Menteri LH Soroti Hilangnya Puluhan Ribu Hektare Hutan di Balik Bencana Sumatra
-
Jembatan Juli Ambruk, Warga Bertaruh Nyawa Lintasi Sungai dengan Kabel Baja
-
Aceh Tamiang Masih Tenggelam dalam Genangan Pasca banjir
-
Momen Haru Bocah Pengungsi di Aceh Tanya Ini, Najwa Shihab Sampai Kaget
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
-
Tak Sampai Satu Bulan, Bank Jakarta Klaim Salurkan 100 Persen Dana dari Menkeu Purbaya
-
Rupiah Melemah Tipis ke Rp16.626, Pasar Cari Petunjuk dari Risiko Global
-
iQOO 15 Resmi Meluncur di Indonesia: HP Flagship Monster Pertama dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
Terkini
-
Bos Maktour di Pusaran Korupsi Haji, KPK Ungkap Peran Ganda Fuad Hasan Masyhur
-
Pramono Anung Peringatkan Keras Lurah dan Camat: Tak Ada Toleransi untuk Pungli!
-
Alasan LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Tersangka Pembunuhan Brigadir Nurhadi
-
Tragedi Banjir Sumbar: 161 Jenazah Dikenali, Puluhan Lainnya Masih 'Tanpa Nama', Mayoritas Anak-anak
-
Bandara 'Pribadi' IMIP Morowali, Karpet Merah Investor atau Ancaman Kedaulatan?
-
Dewas KPK Panggil Jaksa yang Tak Periksa Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Pembangunan Jalan Sumut
-
Dasco Pimpin Langsung Rapat dengan 3 Badan Intelijen, Ini Bocoran Bahasannya
-
Menteri LH Soroti Hilangnya Puluhan Ribu Hektare Hutan di Balik Bencana Sumatra
-
Pemprov Jakarta Kejar Pasokan Air Bersih di Muara Angke, Pramono: 2026 Kalau Bisa di Atas 85 Persen
-
Beda Status Bencana Nasional dan Daerah: Mengapa Banjir Sumatera Belum Ditetapkan?