News / Nasional
Rabu, 03 Desember 2025 | 17:15 WIB
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq. (Suara.com/Bagaskara)
Baca 10 detik
  • Menteri LH menarik persetujuan lingkungan dan memanggil perusahaan terindikasi penyebab kerusakan lingkungan pascabencana dahsyat Sumatera.
  • Investigasi fokus pada pembukaan kebun sawit menyisakan kayu yang memperparah dampak banjir bandang di wilayah tersebut.
  • Kementerian menggandeng universitas lokal untuk melakukan kajian mendalam mengenai penanganan serta upaya pemulihan pascabencana.

Suara.com - Pemerintah mengambil langkah luar biasa menyusul bencana hidrometeorologi dahsyat yang melumpuhkan sebagian wilayah Sumatera.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengumumkan 'gebrakan' keras dengan menarik seluruh dokumen persetujuan lingkungan di daerah terdampak dan siap memanggil paksa sejumlah perusahaan yang terindikasi menjadi biang keladi kerusakan.

Langkah tegas ini diambil setelah analisis mendalam menunjukkan bahwa meskipun curah hujan tercatat sangat ekstrem—mencapai 9,7 miliar kubik air di Aceh hanya dalam dua hari—kondisi tersebut diperparah secara brutal oleh daya dukung lanskap lingkungan yang sudah kadung rusak.

"Jadi kami dengan dukungan dari Komisi 12 akan melakukan penelusuran detil terkait dengan permasalahan ini, mulai dari sisi korporasi tentu kami mulai hari ini akan menarik kembali semua persetujuan lingkungan dari dokumen lingkungan yang ada di daerah-daerah bencana," ujar Hanif di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Tak berhenti pada evaluasi dokumen, Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) juga telah mengantongi nama-nama perusahaan yang diduga kuat berkontribusi memperparah bencana.

Berbekal pantauan citra satelit, surat panggilan resmi telah dilayangkan dan para bos perusahaan tersebut diwajibkan hadir untuk memberikan keterangan pada hari Senin pekan depan.

"Kemudian selanjutnya kami juga minggu depan sudah mulai memanggil entitas-entitas yang kami indikasikan berdasarkan kajian sementara dari citra satelit berkontribusi memperparah dari bencana banjir ini. Jadi kami telah melakukan surat panggilan, jadi hari Senin kami harap mereka datang untuk menjelaskan sesuatunya," tegasnya.

Salah satu temuan spesifik yang menjadi sorotan utama adalah praktik pembukaan kebun sawit. Kebijakan zero burning (tanpa bakar) yang selama ini diterapkan justru meninggalkan 'bom waktu'.

Tumpukan kayu (log) sisa pembukaan lahan yang hanya disingkirkan ke tepi, berubah menjadi proyektil perusak masif saat tersapu oleh arus banjir bandang yang dahsyat.

Baca Juga: Pakai Citra Satelit, Pemerintah Buru Terduga di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumatra

"Kemudian ada indikasi pembukaan-pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log. Karena memang kan zero burning, sehingga kayu itu tidak dibakar tapi dipingkirkan. Ternyata banjirnya yang cukup besar mendorong itu menjadi bencana berlipat-lipat. Ini juga kami akan cek, jadi semua potensi akan kami cek," jelas Hanif.

Fokus investigasi tahap awal akan diarahkan ke kawasan Batang Toru, Sumatera Utara. Menurut Hanif, lanskap wilayah ini secara geografis sangat rentan, berbentuk seperti huruf "V" di mana air dari segala penjuru berkumpul di area tengah yang padat permukiman.

Ironisnya, wilayah hulu yang seharusnya berfungsi sebagai benteng pertahanan alami berupa hutan penyangga, justru telah beralih fungsi secara masif.

"Karena berdasarkan kajian peta satelit kami, di bagian hulu yang harusnya berupa hutan, ini fungsinya secara tata ruang justru kepada pertanian lahan kering dan pertanian basah. Padahal tempatnya di puncak ya, sehingga begitu terjadi bencana seperti ini," paparnya.

Data KLHK menunjukkan skala kerusakan yang mengkhawatirkan. Dari total 340 ribu hektare di kawasan tersebut, sekitar 50 ribu hektare di bagian hulu kini telah menjadi lahan kering tanpa tegakan pohon.

"Tidak ada pohon di atasnya, sehingga begitu hujan sedikit, ya sudah kita bayangkan," tambah Hanif.

Load More