Suara.com - Kebakaran lahan gambut masih menjadi ancaman tahunan di Kalimantan Barat, terutama saat musim kemarau.
Di balik kabut asap yang sering menyelimuti wilayah itu, ada perubahan sunyi yang sedang berlangsung, para petani di Desa Malikian, Mempawah, mulai beralih ke praktik pertanian berkelanjutan, tanpa membakar lahan.
Perubahan ini tak terjadi begitu saja. Dengan pendampingan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), kelompok tani di desa tersebut mulai menerapkan pembukaan lahan tanpa api, memproduksi pupuk dan pestisida secara mandiri dari bahan lokal, dan membudidayakan tanaman seperti jahe, jagung, dan semangka.
Menurut Syahrin, salah satu petani setempat, praktik membakar lahan sudah berlangsung turun-temurun. Namun tanpa pendampingan, larangan saja tak cukup menghentikan tradisi itu.
Kini, setelah mengikuti sekolah lapangan dan pelatihan dari YKAN, para petani mulai melihat hasil nyata dari metode yang lebih ramah lingkungan.
Mereka berharap kebun-kebun yang dikelola saat ini bisa segera panen tahun depan.
Inisiatif ini juga berdampak lebih luas. Dengan tidak berpindah-pindah lahan, para petani turut mencegah perluasan kerusakan gambut yang selama ini kerap terjadi akibat praktik buka lahan baru.
Program ini selaras dengan upaya pemerintah lewat skema Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), yang ditujukan untuk menekan kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah rawan seperti Mempawah, di mana sekitar 44 persen wilayahnya adalah lahan gambut dengan kedalaman 4 hingga 10 meter.
YKAN juga membangun kanal sekat untuk membasahi kembali lahan gambut yang kering dan rentan terbakar, sekaligus membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) yang dilatih untuk menangani kebakaran sejak dini.
Baca Juga: Janji Manis Gubernur DKI, Nasib Pedagang Pasar Puring Mengambang: Nanti Ditangani!
Bagi Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Dr. Nisa Novita, pendekatan berbasis masyarakat adalah kunci. Restorasi dilakukan tidak hanya lewat teknologi seperti kanal blocking atau reforestasi, tapi juga lewat edukasi dan pelibatan warga.
Apalagi, kebakaran gambut bukan sekadar soal asap: ia mempercepat emisi karbon, merusak habitat satwa, dan membawa dampak kesehatan serta ekonomi yang serius.
Krisis ini bukan tanpa data. Selama Januari hingga Agustus 2024 saja, BPBD mencatat lebih dari 13 ribu hektare hutan dan lahan terbakar di Kalimantan Barat, dengan lebih dari seribu hektare di antaranya adalah lahan gambut.
Untuk menjawab tantangan tersebut secara sistematis, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama YKAN mengembangkan program Peat-CORE (Peat Conservation for Resilience).
Program ini dirancang untuk memperbaiki tata kelola, membangun kapasitas masyarakat, serta mengintegrasikan inovasi riset terkait emisi gas rumah kaca.
Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Asep Hidayat, menyebut bahwa data-data yang dikumpulkan di lapangan tak hanya menjadi dasar laporan ilmiah, tapi juga mendukung penguatan kebijakan dari tingkat desa hingga provinsi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
- 
            
              Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
- 
            
              Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
- 
            
              Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
- 
            
              Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
- 
            
              Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
Terkini
- 
            
              Marak Narkoba Jenis Baru, Prabowo Disebut Bakal Perkuat Regulasi
- 
            
              Dasco Beberkan Alasan MKD DPR Tolak Mundurnya Rahayu Saraswati
- 
            
              Mengapa Jakarta Selatan Kembali Terendam? Ini Penyebab 27 RT Alami Banjir Parah
- 
            
              Korupsi Pertamina Makin Panas: Pejabat Internal Hingga Direktur Perusahaan Jepang Diinterogasi
- 
            
              Mengapa Kemensos Gelontorkan Rp4 Miliar ke Semarang? Ini Penjelasan Gus Ipul soal Banjir Besar
- 
            
              Soal Progres Mobil Nasional, Istana: Sabar Dulu, Biar Ada Kejutan
- 
            
              Kenapa Pohon Tua di Jakarta Masih Jadi Ancaman Nyawa Saat Musim Hujan?
- 
            
              Tiba di Korea Selatan, Ini Agenda Presiden Prabowo di KTT APEC 2025
- 
            
              Wakapolri Ungkap Langkah Pembenahan Polri: Aktifkan Pamapta dan Modernisasi Pelayanan SPKT
- 
            
              Pernah Jadi Korban, Pramono Anung Desak Perbaikan Mesin Tap Transjakarta Bermasalah