Suara.com - Kasus dugaan tindak pidana yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong bukan lagi sekadar isu politik, melainkan telah menjadi alarm merah bagi perekonomian nasional.
Praktik hukum yang kasat mata dipakai sebagai alat kekuasaan dinilai menciptakan ketidakpastian yang bisa membuat para investor angkat kaki.
Ekonom senior Didik J Rachbini menegaskan bahwa hukum yang lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan justru menciptakan ketidakpastian ekonomi.
Di tengah situasi global yang sudah cukup penuh tekanan, Indonesia justru mempertontonkan kerapuhan hukum yang dapat menurunkan daya tarik investasi secara signifikan.
"Beberapa argumen dan penjelasannya sangat gamblang, yakni menurunkan kepercayaan investor dan negara dengan kepastian hukum yang labil dan buruk muka akan dihindari oleh investor," kata Didik dalam pernyataan resminya, Minggu (3/8/2025).
"Kalangan bisnis dan semua Investor, baik domestik dan maupun asing, pasti sangat memerlukan kepastian hukum," sambungnya.
Apabila sistem hukum suatu negara tidak bisa menjamin kontrak, menyelesaikan sengketa dengan adil, atau bebas dari intervensi politik, ia menekankan bahwa investor akan enggan menanamkan modal karena merasa terlalu risiko berat, rugi dan bahkan bangkrut.
Dampak turunan dari sistem hukum yang dipolitisasi adalah membengkaknya biaya yang tidak perlu.
Prosedur yang berbelit dan sarat intervensi akan membuat penyelesaian sengketa menjadi mahal.
Baca Juga: Beri Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Cara Prabowo Akhiri Pengaruh Rezim Jokowi?
"Hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transasi meningkat, mahal dan berakibat terhadap, biaya investasi meningkat dan tidak efisien," imbuhnya.
Didik menyebutkan kalau biaya transaksi menjadi biang kerok dalam aktivitas ekonomi dan dunia bisnis.
Sayangnya, ia mengemukakan persoalan itu sering muncul dari sistem hukum yang buruk.
"Hukum yang buruk, tidak efisien dan tidak dapat diandalkan bagi kepastian usaha akan menambah beban dunia usaha dan ekonomi nasional. Prosedur hukum yang berbelit, panjang dan tidak jelas sangat besar pengaruhnya terhadap ekonomi," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Satu Calon Pelatih Timnas Indonesia Tak Hadiri Proses Wawancara PSSI, Siapa?
-
5 HP Tahan Air Paling Murah untuk Keamanan Maksimal bagi Pencinta Traveling
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
Terkini
-
Soal Polemik Perpol Baru, Kapolri Dinilai Taat Konstitusi dan Perkuat Putusan MK
-
Kritik Penunjukan Eks Tim Mawar Untung sebagai Dirut Antam, KontraS: Negara Abai Rekam Jejak HAM!
-
Mendagri Tito Serahkan Bantuan untuk Warga Terdampak Bencana di Sumbar
-
Detik-Detik Pengendara Motor Tewas Tertabrak Bus Minitrans di Pakubuwono Jaksel
-
Jawab Kritik Rektor Paramadina, Wamendiktisaintek Tegaskan Fokus Pemerintah Bukan Kuota PTN
-
Korsleting Dominasi Kasus Kebakaran Jakarta, Pengamat: Listriknya 'Spanyol', Separuh Nyolong!
-
Operasi Senyap KPK di Banten, Lima Orang Terjaring OTT Semalam
-
Waspada Cuaca Ekstrem, Distamhut DKI Pangkas 69 Ribu Pohon Rawan
-
Polisi Gadungan Bersenpi Peras Korban di ATM Pondok Gede, Motor dan Uang Rp 4,2 Juta Raib!
-
Jimly Asshiddiqie Sebut Cuma Ada Tiga Pejabat Berwenang yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025