Suara.com - Di tengah sorotan tajam, Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan peringatan keras kepada Presiden Prabowo Subianto menyusul pemberian abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto.
ICW menekankan bahwa penegakan hukum harus berlandaskan keadilan, bukan untuk melayani kepentingan politik.
"Hukum itu ditegakkan untuk keadilan, bukan kepentingan, Pak Presiden @prabowo," tegas ICW melalui akun instagramnya dikutip, Selasa (5/8/2025).
Keputusan kontroversial Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi bagi Tom Lembong tidak hanya memicu perdebatan publik, tetapi juga menyisakan sejumlah kejanggalan besar yang mengarah pada dugaan kuat adanya barter politik dan intervensi terhadap proses hukum.
Berikut tiga catatan ICW.
- 1. Proses Hukum Belum Berkekuatan Hukum Tetap (Inkrah)
Salah satu kejanggalan utama adalah status hukum kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong yang belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Pemberian amnesti dan abolisi di tengah proses hukum yang masih berjalan dapat dianggap sebagai bentuk intervensi politik terhadap independensi lembaga peradilan.
Seharusnya, jika terdapat ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan, masih tersedia jalur hukum lain yang dapat ditempuh, seperti banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
- 2. Tuduhan Politisasi yang Belum Terbukti
Meskipun ada tudingan bahwa kasus yang menimpa Hasto dan Tom Lembong sarat dengan muatan politis, tudingan tersebut belum terbukti secara konkret di mata hukum.
Pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden justru akan menutup ruang untuk membuktikan ada atau tidaknya unsur politisasi dalam kasus tersebut. Idealnya, pembuktian mengenai politisasi hukum dilakukan melalui mekanisme hukum yang berlaku, bukan dengan menghentikan proses hukum melalui kebijakan presiden.
Baca Juga: PDIP Tak Lagi Kritis Setelah Kalah Pilpres Pada Era SBY, Ternyata Ini yang Membuat Berubah
Langkah kontroversial Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dinilai oleh para pengamat sebagai manuver politik strategis untuk menegaskan posisinya sekaligus meredam sisa-sisa ketegangan pasca pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Di sisi lain, langkah ini juga dipandang sebagai upaya Prabowo untuk menarik kekuatan politik yang berseberangan dengan Jokowi dan menciptakan stabilitas di awal pemerintahannya.
- 3. Dugaan Motif Politik di Balik Pemberian Amnesti
Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, yang merupakan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, diduga kuat dilatari oleh motif politik Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dugaan ini menguat seiring dengan sinyal dukungan yang dinyatakan secara terbuka oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, terhadap pemerintahan Prabowo pada saat kongres PDIP di Bali. Momen ini menimbulkan spekulasi bahwa kasus Hasto dijadikan sebagai alat tukar atau "barter" politik dalam rangka rekonsiliasi antara elite politik pasca-pemilu.
Sebelumnya pakar politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memandang keputusan ini sebagai "pukulan telak" bagi mantan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, Hasto dan Tom Lembong merupakan figur yang tak terpisahkan dari "rezim lama" dan kerap dianggap sebagai lawan politik Jokowi. Kasus hukum yang menjerat keduanya pun sarat dengan tudingan sebagai bagian dari serangan politik.
Pangi menilai, langkah Prabowo ini merupakan cara untuk menuntaskan sisa-sisa pertarungan elektoral dan memetakan ulang spektrum politik pasca-Pilpres 2024.
"Inilah yang kemudian kita melakukan pemetaan ulang terhadap spektrum politik, ya pasca Pilpres 2024. Ini adalah residu Pilpres yang sudah dituntaskan oleh Prabowo," ujarnya.
Selain itu, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengakui adanya nuansa politik dalam keputusan ini, namun menekankan bahwa semangat utamanya adalah persatuan dan kesatuan bangsa. Ia menampik anggapan bahwa langkah ini merupakan bentuk pembiaran terhadap praktik korupsi.
Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
- Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
Pilihan
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
Terkini
-
Tragedi Freeport: 2 Pekerja Ditemukan Tewas, 5 Hilang di Tambang Maut Grasberg
-
Hitung-hitungan Jelang Muktamar X PPP: Mardiono Disebut Masih Kuat dari Agus Suparmanto
-
Jokowi Beri Arahan 'Prabowo-Gibran 2 Periode', Relawan Prabowo: Tergantung Masyarakat Memilih
-
DPR Desak Penghentian Sementara PSN Kebun Tebu Merauke: Hak Adat Tak Boleh Dikorbankan
-
Usai Pecat Anggota DPRD Gorontalo, PDIP Beri Pesan: Jangan Cederai Hati Rakyat!
-
Mahasiswa Green Leadership Academy Tanam Semangat Baru di Tabung Harmoni Hijau
-
Profil Alvin Akawijaya Putra, Bupati Buton Kontroversial yang Hilang Sebulan saat Dicari Mahasiswa
-
Mendagri Tito Sebut Bakal Ada 806 SPPG Baru: Lahannya Sudah Siap
-
'Warga Peduli Warga', 98 Resolution Network Bagikan Seribu Sembako untuk Ojol Jakarta
-
Perlindungan Pekerja: Menaker Ingatkan Pengemudi ODOL Pentingnya BPJS Ketenagakerjaan