Suara.com - Sebuah video permintaan maaf mungkin telah beredar, mencoba menyejukkan suasana panas yang terlanjur viral. Namun, di balik senyum dan jabat tangan itu, proses hukum atas dugaan penganiayaan yang dialami Dokter Syahpri terus berjalan.
Kasus ini menjadi cerminan miris tentang betapa rentannya profesi medis di garda terdepan pelayanan kesehatan, sekaligus menjadi pengingat keras bagi masyarakat tentang konsekuensi hukum dari tindakan main hakim sendiri.
Seperti diketahui, insiden yang terekam dalam video viral sebelumnya menunjukkan momen yang seharusnya menjadi interaksi penyembuhan, berubah menjadi arena intimidasi. Dokter Syahpri, yang tengah menjalankan tugasnya memeriksa pasien, mendadak menjadi sasaran amuk keluarga pasien di RSUD Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Keluarga pasien menuduh penanganan yang diberikan terlalu lamban dan tidak jelas.
Meskipun sang dokter telah berupaya memberikan penjelasan medis sesuai prosedur, emosi keluarga pasien sudah tak terbendung.
Kalimat intimidatif terlontar, menciptakan suasana tegang yang ironisnya terjadi di lingkungan yang seharusnya memberikan ketenangan.
Puncaknya, terjadi kekerasan fisik yang membuat kasus ini tidak lagi bisa dianggap sebagai sekadar kesalahpahaman.
"Saya sudah mencoba menjelaskan kondisi pasien dan langkah-langkah yang akan kami ambil, namun mereka tidak mau mendengarkan dan terus memojokkan," kata dokter Syahpri dikutip Kamis (14/8/2025)
Atas insiden tersebut, Dokter Syahpri dengan dukungan penuh dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah menempuh jalur hukum.
Baca Juga: Miris, Pelajar SMP Terjaring Razia Bolos di Indramayu Tak Bisa Baca
Laporan resmi dilayangkan ke pihak kepolisian. Ini adalah langkah tegas yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan bukanlah delik aduan yang bisa selesai hanya dengan selembar surat damai.
Bisakah Pelaku Tetap Dipidana Meski Sudah Berdamai?
Banyak yang bertanya, jika sudah ada video damai, mengapa laporan polisi tetap dilanjutkan?
Jawabannya terletak pada klasifikasi tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penganiayaan, yang diatur dalam Pasal 351 KUHP, termasuk dalam kategori delik biasa, bukan delik aduan.
Artinya, proses hukum dapat terus berjalan tanpa memerlukan adanya aduan dari korban.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!
-
PIP September 2025 Kapan Cair? Cek Nominal dan Ketentuan Terkini
-
PLN Perkuat Keandalan Listrik untuk PHR di WK Rokan Demi Ketahanan Energi Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan, Eksekusi Terpidana Kasus Pencemaran Nama Baik JK Tetap Berlanjut