News / Nasional
Kamis, 14 Agustus 2025 | 18:52 WIB
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya. (Suara.com/M Iqbal)

Suara.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Arya, menilai tindakan aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa aksi di Kantor Bupati Pati, kemarin, termasuk bentuk gangguan terhadap kebebasan sipil.

Menurut Dimas, respons aparat dalam aksi tersebut mencerminkan situasi demokrasi Indonesia yang kian memprihatinkan. Ia menyebut, peristiwa di Pati bukan sekadar demonstrasi biasa, melainkan aksi besar yang berlangsung secara organik, digerakkan oleh keresahan masyarakat.

"Respon yang dilakukan oleh aparat keamanan, penembakan gas mata, water cannon itu juga salah satu bagian yang sifatnya mengganggu atau mengobstruksi kebebasan sipil dari masyarakat," kata Dimas dalam diskusi virtual Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka, Kamis (14/8/2025).

Ia menilai, cara-cara represif itu telah dinormalisasi dan dianggap wajar, padahal justru mengikis ruang kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. Situasi ini, kata Dimas, menjadi sinyal buruk bagi penyelenggaraan negara dan iklim demokrasi.

Lebih jauh, Dimas mengatakan pemerintah dan aparat seharusnya memetik pelajaran dari gelombang protes warga, alih-alih membungkamnya dengan kekuatan. 

Ia mengingatkan, generasi muda, termasuk milenial dan Gen Z, kini mulai mempertanyakan arah nasionalisme di tengah ketidakpastian, ketidakadilan sosial, dan praktik kekuasaan yang kian pragmatis.

"Kita hari ini hidup dalam sebuah ketidakpastian. Hidup dalam sebuah negara yang juga masih dijalankan dengan ugalan-ugalan, dijalankan dengan bentuk-bentuk yang memang orientasinya bukan untuk kesehatan masyarakat juga keadilan sosial. Tapi memang untuk kepentingan pragmatis," kritiknya.

Sebelumnya, aksi demonstrasi menuntut mundur Bupati Pati Sudewo pecah sejak 10 Agustus dan memuncak pada 13 Agustus 2025. Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen menjadi pemicu kemarahan warga. 

Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, tuntutan mundur tetap disuarakan. DPRD Pati kini membentuk pansus pemakzulan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam kebijakan tersebut.

Baca Juga: Pati Berontak! Pengamat Ungkap DNA Perlawanan Warga yang Tak Bisa Diremehkan

Load More