Suara.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Arya, menilai tindakan aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa aksi di Kantor Bupati Pati, kemarin, termasuk bentuk gangguan terhadap kebebasan sipil.
Menurut Dimas, respons aparat dalam aksi tersebut mencerminkan situasi demokrasi Indonesia yang kian memprihatinkan. Ia menyebut, peristiwa di Pati bukan sekadar demonstrasi biasa, melainkan aksi besar yang berlangsung secara organik, digerakkan oleh keresahan masyarakat.
"Respon yang dilakukan oleh aparat keamanan, penembakan gas mata, water cannon itu juga salah satu bagian yang sifatnya mengganggu atau mengobstruksi kebebasan sipil dari masyarakat," kata Dimas dalam diskusi virtual Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka, Kamis (14/8/2025).
Ia menilai, cara-cara represif itu telah dinormalisasi dan dianggap wajar, padahal justru mengikis ruang kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. Situasi ini, kata Dimas, menjadi sinyal buruk bagi penyelenggaraan negara dan iklim demokrasi.
Lebih jauh, Dimas mengatakan pemerintah dan aparat seharusnya memetik pelajaran dari gelombang protes warga, alih-alih membungkamnya dengan kekuatan.
Ia mengingatkan, generasi muda, termasuk milenial dan Gen Z, kini mulai mempertanyakan arah nasionalisme di tengah ketidakpastian, ketidakadilan sosial, dan praktik kekuasaan yang kian pragmatis.
"Kita hari ini hidup dalam sebuah ketidakpastian. Hidup dalam sebuah negara yang juga masih dijalankan dengan ugalan-ugalan, dijalankan dengan bentuk-bentuk yang memang orientasinya bukan untuk kesehatan masyarakat juga keadilan sosial. Tapi memang untuk kepentingan pragmatis," kritiknya.
Sebelumnya, aksi demonstrasi menuntut mundur Bupati Pati Sudewo pecah sejak 10 Agustus dan memuncak pada 13 Agustus 2025. Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen menjadi pemicu kemarahan warga.
Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, tuntutan mundur tetap disuarakan. DPRD Pati kini membentuk pansus pemakzulan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam kebijakan tersebut.
Baca Juga: Pati Berontak! Pengamat Ungkap DNA Perlawanan Warga yang Tak Bisa Diremehkan
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!
-
Percepat Penanganan Darurat Pascabencana, Hari Ini Bina Marga akan Tinjau Beutong Ateuh Banggalang