Suara.com - Polemik soal tunjangan DPR berbuntut panjang, namun sanksi yang diberikan partai politik kepada kadernya dinilai hanya 'sandiwara'. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) melontarkan kritik tajam terhadap langkah sejumlah parpol yang hanya menonaktifkan kadernya di DPR RI.
Langkah tersebut dianggap tidak menyentuh akar masalah dan terkesan setengah hati. Sejumlah nama besar yang dinonaktifkan antara lain Ahmad Sahroni dari NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN, serta Adies Kadir dari Golkar. Sementara itu, nasib Anggota Fraksi PDIP Deddy Sitorus yang juga terlibat dalam kontroversi ini masih belum jelas sanksinya.
Ketua Formappi, Lucius Karus, menilai keputusan tersebut lebih mirip strategi politik untuk meredam amarah publik sesaat ketimbang sebuah sanksi yang memberikan efek jera. Menurutnya, penonaktifan ini tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya dikeluhkan masyarakat.
“Keputusan partai-partai itu tentu saja baik sebagai respons atas tuntutan publik yang mengkritik pernyataan dan sikap tidak pantas sejumlah anggota DPR itu terkait tunjangan DPR,” kata Lucius kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).
Tak Ada di UU MD3, Sanksi Nonaktif Dianggap Cacat Hukum
Persoalan mendasar dari sanksi ini, menurut Lucius, adalah tidak adanya landasan hukum yang kuat. Istilah 'nonaktif' sama sekali tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
“Istilah nonaktif ini bukan kata yang dipakai UU MD3 untuk menyebutkan alasan yang bisa digunakan DPR untuk memproses penggantian anggota DPR (PAW),” ujarnya.
Lucius menjelaskan secara rinci bahwa UU MD3 hanya mengatur tiga kondisi yang memungkinkan seorang anggota DPR diganti atau diberhentikan, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan secara resmi oleh partai.
Dengan demikian, status nonaktif tidak dapat diartikan sebagai sanksi formal dan tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengubah status keanggotaan mereka di parlemen.
Baca Juga: Antisipasi Demo di Depan Gedung DPR, Ribuan Polri dan TNI Disiagakan Hari Ini
“Nampaknya partai tak cukup berani untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukan kader-kader mereka, yang memicu kemarahan publik,” katanya.
Strategi Tenangkan Publik, Gaji dan Tunjangan Jalan Terus
Formappi mencium adanya strategi politik di balik penggunaan istilah 'nonaktif'. Lucius menilai ini adalah cara partai untuk menunjukkan bahwa mereka merespons publik, namun tanpa memberikan konsekuensi nyata kepada kadernya. Ini adalah langkah gamang yang diambil untuk menenangkan situasi sementara waktu.
“Oleh karena itu, keputusan parpol atas Eko, Sahroni Cs lebih nampak sebagai strategi untuk menenangkan publik sementara waktu sembari melihat perkembangan selanjutnya untuk memastikan sanksi terhadap kader-kader mereka,” kata Lucius.
Ironisnya, status nonaktif ini tidak memengaruhi hak finansial para anggota dewan tersebut. Mereka tetap menerima gaji dan seluruh tunjangan yang melekat pada jabatannya. Padahal, akar dari kemarahan publik adalah pernyataan mereka terkait tunjangan DPR.
“Ketika partai membuat keputusan yang ragu-ragu dengan menggunakan istilah non aktif, maka tunjangan yang jadi akar masalah munculnya aksi massa, masih akan diterima oleh kader-kader non aktif ini,” ujar dia.
Berita Terkait
-
Antisipasi Demo di Depan Gedung DPR, Ribuan Polri dan TNI Disiagakan Hari Ini
-
Riwayat Pendidikan Sahroni: Ijazahnya Viral usai Rumah Dijarah, Nilai Rata-Rata 6,8 Disorot
-
Ahmad Sahroni dan Istri Disebut Pergi Umrah Usai Rumah Dijarah Massa
-
DPR 'Ngantor' Lagi Hari Ini Pasca di Demo, Komisi I Langsung Bahas Anggaran Bareng Kemhan hingga TNI
-
Kini Banyak Dicari, Febby Belinda Istri Ahmad Sahroni yang Selalu di Balik Layar
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri