- Istilah peonaktifan anggota DPR tak ada di UU MD3
- Istilah penontaktifan cuma akal-akalan ketua umum partai
- Anggota DPR yang dinonaktifkan tetap terima gaji
Suara.com - Pengamat politik dan sosial, Agung Mozin, memberikan peringatan keras kepada publik terkait penggunaan istilah menonaktifkan yang belakangan ini marak digunakan oleh partai politik terhadap kadernya yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pernyataan ini merespons langkah sejumlah partai yang menonaktifkan beberapa anggota dewan seperti Ahmad Sahorni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, dan Surya Utama atau Uya Kuya, akibat pernyataan mereka yang dinilai kontroversial dan melukai hati rakyat.
Melalui sebuah video yang diunggah di akun media sosialnya, Agung Mozin menegaskan bahwa istilah menonaktifkan anggota DPR secara hukum tidak memiliki dasar dan berpotensi menjadi akal-akalan para elite partai politik.
"Hati-hati dengan istilah menonaktifkan Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya," kata Agung dalam pernyataannya.
"Di dalam Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), tidak ada istilah menonaktifkan anggota DPR," ujarnya lagi.
Menurutnya, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hanya mengenal dua mekanisme, yaitu memberhentikan anggota DPR yang kemudian dilanjutkan dengan proses Pergantian Antar Waktu (PAW).
Istilah menonaktifkan, menurut Agung, adalah sebuah permainan kata yang sengaja diciptakan untuk mengelabui publik.
Ia menguraikan, penonaktifan dapat diartikan sebagai sebuah status di mana anggota dewan yang bersangkutan hanya diberi waktu untuk beristirahat dari tugasnya, namun hak-haknya sebagai pejabat negara, termasuk gaji, tetap berjalan.
"Kalau menonaktifkan, artinya bisa saja orang tersebut, anggota dewan tersebut, diberi waktu untuk jalan-jalan, belanja ke luar negeri, santai-santai, tetapi masih dibayar oleh negara," jelas Agung dengan nada kritis.
Baca Juga: Buru Penjarah Rumah Eko Patrio di Setiabudi, Polisi Fokus Lakukan Ini
Agung Mozin menuding bahwa penggunaan istilah ini merupakan tipu-tipu ketua umum partai untuk meredam kemarahan rakyat tanpa memberikan sanksi yang sesungguhnya.
"Ini kita harus hati-hati dengan istilah yang digunakan oleh ketua umum partai. Lagi-lagi ketua umum partai akan mengakali kita dengan istilah itu," tegasnya.
Ia curiga, langkah ini diambil sebagai cara para pimpinan partai untuk melindungi kader-kader mereka yang dianggap berharga atau bahkan menjadi donatur penting bagi partai.
"Di tengah kemarahan rakyat, ketua-ketua umum partai sedang bersilat lidah untuk menyelamatkan orang-orang yang mereka sayangi, yang mungkin selama ini menjadi salah satu donatur partai," tegasnya.
Ia kembali menekankan bahwa dalam UU MD3, tidak ada ruang untuk status nonaktif. Yang ada hanyalah pemberhentian dan penggantian dengan calon dari nomor urut berikutnya.
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh warganet dan masyarakat luas untuk lebih jeli dan tidak mudah terkecoh oleh manuver politik yang hanya bersifat kosmetik dan tidak memberikan efek jera yang substantif.
Tag
Berita Terkait
-
Buru Penjarah Rumah Eko Patrio di Setiabudi, Polisi Fokus Lakukan Ini
-
Sandy Pas Band Minta Publik Setop Sebar Nilai Ijazah Ahmad Sahroni, Alasannya di Luar Dugaan
-
Sahroni, Eko Cs Disanksi Nonaktif di DPR, Formappi: Tetap Digaji, Publik Bakal Lebih Marah!
-
Kenapa Anggur Muscat Mahal? Buah Mewah yang Ikut Dijarah dari Rumah Sahroni
-
Kenapa Ahmad Sahroni Tolak Pulang ke Indonesia Usai Rumahnya Dijarah Massa? Alasannya Mengejutkan!
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Menhut Raja Juli Rahasiakan 12 Perusahaan 'Biang Kerok' Banjir Sumatra, Alasannya?
-
ICW Soroti Pemulihan Korupsi yang Seret: Rp 330 Triliun Bocor, Hanya 4,84 Persen yang Kembali
-
Boni Hargens Kritik Keras Komite Reformasi Polri, Terjebak dalam Paralisis Analisis
-
Heboh 250 Warga Satu Desa Tewas Saat Banjir Aceh, Bupati Armia: Itu Informasi Sesat!
-
SLHS Belum Beres, BGN Ancam Suspend Dapur MBG di Banyumas
-
DPR Sentil Pejabat Panggul Beras Bantuan: Gak Perlu Pencitraan, Serahkan Langsung!
-
Investigasi Banjir Sumatra: Bahlil Fokus Telusuri Tambang di Aceh dan Sumut
-
Catatan AJI: Masih Banyak Jurnalis Digaji Pas-pasan, Tanpa Jaminan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
-
Geram Titiek Soeharto Truk Angkut Kayu Saat Bencana: Tindak Tegas, Bintang Berapa pun Belakangnya
-
Aplikasi AI Sebut Jokowi Bukan Alumnus UGM, Kampus Buka Suara