News / Nasional
Selasa, 09 September 2025 | 14:47 WIB
Foto sebagai ILUSTRASI suasana duka. (Pixabay)
Baca 10 detik
  • Muhammad Athaya Helmi Nasution (19), seorang mahasiswa Indonesia, meninggal dunia di Wina
  • PPI Belanda menyoroti tidak adanya pertanggungjawaban dari pihak event organizer
  • Seruan Penghentian Praktik Eksploitatif
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Kabar duka menyelimuti komunitas pelajar Indonesia di luar negeri. Seorang mahasiswa anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Groningen, Belanda, bernama Muhammad Athaya Helmi Nasution, meninggal dunia secara tragis di Wina, Austria.

Ironisnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya dilaporkan usai bertugas mendampingi kunjungan sejumlah pejabat publik dari Indonesia.

Peristiwa memilukan ini diungkap secara resmi oleh PPI Belanda melalui pernyataan sikap yang dirilis pada Senin, 8 September 2025.

Athaya, yang baru akan berusia 19 tahun, meninggal dunia pada Rabu, 27 Agustus 2025, setelah tiga hari (25-27 Agustus 2025) bertugas sebagai pemandu bagi delegasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) dalam sebuah kunjungan tertutup.

"Almarhum yang baru akan menginjak 19 tahun pada bulan Oktober mendatang meninggal dunia di tengah pengabdiannya sebagai pelajar," kata Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/9/2025).

Penyebab kematian Athaya menambah pilu cerita ini. Berdasarkan hasil otopsi forensik, ia diduga kuat mengalami heatstroke atau sengatan panas.

Kondisi fatal ini dipicu oleh kurangnya asupan cairan dan nutrisi yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan penurunan drastis kadar gula darah. Akibatnya, Athaya terserang stroke setelah seharian penuh beraktivitas memandu para pejabat dari pagi hingga malam.

Yang lebih mengejutkan adalah dugaan penelantaran dan minimnya empati dari pihak penyelenggara acara.

Menurut PPI Belanda, saat Athaya meninggal dunia, tidak ada permintaan maaf, pertanggungjawaban, maupun transparansi dari pihak event organizer (EO) maupun koordinator liaison officer (LO) kepada keluarga almarhum yang terbang langsung ke Wina untuk mengurus jenazah.

Baca Juga: Duduk Perkara Mahasiswa RI Meninggal saat Dampingi Pejabat ke Austria, EO Diduga Tutupi Fakta

"Alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat Athaya Helmi menghembuskan nafas terakhir, acara kunjungan kerja terus bergulir di mana pihak EO justru terus sibuk mengurus persiapan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran," menurut keterangan tertulis dari PPI Belanda.

Pihak keluarga bahkan merasa tidak ada itikad baik dari EO, koordinator LO, maupun pejabat yang hadir untuk menemui mereka. Lebih dari itu, keluarga mencium adanya indikasi upaya menutup-nutupi detail kegiatan yang dipandu oleh almarhum selama di Wina.

Kasus ini mendorong PPI Belanda untuk mengeluarkan sikap tegas. Mereka menyatakan bahwa praktik pelibatan mahasiswa untuk memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri sangat berisiko dan menempatkan pelajar dalam situasi yang tidak aman.

PPI Belanda dengan keras menolak segala bentuk praktik serupa jika tidak didasari kontrak resmi, perlindungan hukum yang jelas, dan mekanisme yang transparan.

Sebagai langkah preventif, mereka mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda untuk menolak tawaran sejenis, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau informal.

Sikap PPI Belanda tidak berhenti di situ. Mereka menuntut pertanggungjawaban penuh dari pihak-pihak terkait.

"Kami juga menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO, koordinator Liaison Officer harus segera merespons peristiwa meninggalnya almarhum," kata PPI Belanda.

Tuntutan juga dilayangkan kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), baik di Den Haag maupun di negara lain, untuk segera menghentikan praktik pelibatan mahasiswa dalam kunjungan pejabat tanpa koordinasi resmi dengan PPI.

Mereka menegaskan bahwa KBRI memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap WNI.

"Kami meminta kerja sama PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa, agar tidak ada lagi korban di kemudian hari," katanya.

Load More