News / Nasional
Selasa, 09 September 2025 | 16:01 WIB
Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa saat serah terima jabatan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa sempat menyinggung rakyat yang kekurangan
  • Hari pertamanya menjadi menteri, Purbaya Yudhi langsung mendapat ujian dari publik
  • Permintaan maaf dilayangkan, tapi Yudhi janji akan membuat ekonomi Indonesia lebih baik
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Transisi kepemimpinan seringkali membawa tantangan baru, terutama ketika sorotan publik begitu tajam pada setiap gerak-gerik dan pernyataan pejabat.

Hal ini kini dialami oleh Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menggantikan posisi Sri Mulyani Indrawati.

Baru saja dilantik, Purbaya langsung menuai kontroversi atas pernyataannya yang dinilai sensitif, sebelum akhirnya melayangkan permintaan maaf.

Pernyataan Kontroversial dan Permintaan Maaf Purbaya

Dalam sebuah konferensi pers usai serah terima jabatan, Purbaya Yudhi Sadewa sempat berbicara mengenai tuntutan yang disuarakan masyarakat terkait isu 17+8.

"Saya belum mempelajari itu (tuntutan 17+8), tapi basically begini, itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang ya. Once saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6 persen, 7 persen, itu akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan mendemo," tuturnya, dikutip Selasa (8/9/2025).

Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras di berbagai platform media sosial dan menjadi perbincangan hangat.

Publik menganggap ungkapan tersebut meremehkan permasalahan mendasar yang dihadapi rakyat dan mengabaikan esensi dari suara demonstrasi.

Menyadari dampaknya, Purbaya kemudian meminta maaf, mengakui gaya bicaranya yang disebutnya masih bergaya 'koboi'.

Baca Juga: Sesama Teknokrat dari Kampus Saingan, Beda Pendidikan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa vs Sri Mulyani

"Ini kan saya masih pejabat baru di sini, menterinya juga menteri kagetan. Jadi, kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani gayanya koboi," ujar Purbaya.

"Waktu di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sih enggak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di (Kementerian) Keuangan beda, bu. Salah ngomong langsung dipelintir sana-sini. Jadi, saya kemarin kalau ada kesalahan, saya mohon maaf, ke depan akan lebih baik lagi," janji sang menkeu baru itu.

Reshuffle dan Pamitan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) dan pejabat lama Sri Mulyani Indrawati saat serah terima jabatan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Purbaya Yudhi Sadewa dilantik sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025 sore, menggantikan Sri Mulyani Indrawati.

Sebelumnya, Purbaya menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pergantian ini menandai berakhirnya era Sri Mulyani yang telah lama mengemban tugas berat di Kementerian Keuangan, melewati beberapa periode pemerintahan.

Kepergian Sri Mulyani disambut dengan suasana haru di Kementerian Keuangan.

Para pegawai bahkan menyanyikan lagu "Bahasa Kalbu" dan "Karena Cinta" sebagai ungkapan perpisahan.

Sri Mulyani sendiri menyampaikan pesan pamitannya dengan penuh makna, menyerukan agar para pegawai jangan lelah untuk mencintai Indonesia.

Ia kini menegaskan posisinya sebagai warga biasa dan meminta ruang privasi untuk dirinya.

Etika Komunikasi Pemimpin di Situasi yang Panas

Insiden yang melibatkan Purbaya Yudhi Sadewa ini menjadi pengingat penting bagi para pemimpin baru, khususnya di tengah situasi politik dan sosial yang masih "panas".

Masyarakat, terutama kelompok usia 18-45 tahun di kota-kota besar, memiliki tingkat literasi media dan partisipasi publik yang tinggi.

Mereka tidak segan menyoroti dan mengkritik cara pejabat berbicara serta menanggapi kondisi riil yang ada.

Seorang pemimpin baru harus mengedepankan beberapa prinsip komunikasi:

-Empati: Setiap pernyataan harus didasari pemahaman mendalam tentang kondisi dan perasaan rakyat. Hindari diksi yang meremehkan atau terkesan jauh dari realitas.

-Kejelasan dan Akurasi: Komunikasi harus lugas, mudah dipahami, dan berbasis data. Hindari spekulasi atau janji yang terkesan bombastis tanpa penjelasan konkret.

-Kerendahan Hati: Pengakuan atas kesalahan dan kesediaan untuk meminta maaf adalah tanda kematangan seorang pemimpin.

Gaya 'koboi' mungkin cocok di lingkungan tertentu, namun tidak di ranah publik yang penuh dengan sensitivitas.

-Membangun Kepercayaan: Di era digital, kepercayaan publik sangat rapuh.

Pernyataan yang tidak tepat dapat mengikis legitimasi dan mempersulit pelaksanaan kebijakan.

Kasus Purbaya Yudhi Sadewa ini adalah pelajaran berharga bahwa jabatan publik menuntut tidak hanya kompetensi teknis, tetapi juga kepekaan sosial dan kecakapan komunikasi yang mumpuni.

Pemimpin harus mampu merangkul seluruh elemen masyarakat dengan tutur kata yang bijak dan penuh pengertian.

Load More