News / Metropolitan
Jum'at, 19 September 2025 | 22:13 WIB
Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin. (Suara.com/Fakhri)
Baca 10 detik
  • PAM Jaya tepis kekhawatiran publik kalau IPO akan menimbulkan kenaikan tarif air bersih mahal.
  • Mekanisme kenaikan tarif PDAM diatur oleh undang-undang melalui Kemendagri dan Pemprov.
  • PAM Jaya sedang berpacu dengan target besar untuk mencapai 100 persen cakupan air perpipaan.

Suara.com - Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin, menepis kekhawatiran publik bahwa perubahan status perusahaan menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) yang membuka peluang Initial Public Offering (IPO) akan membuat tarif air bersih naik tak terkendali. Ia menegaskan, penetapan tarif tetap berada di bawah kendali pemerintah, bukan pemegang saham.

Arief menjelaskan bahwa mekanisme kenaikan tarif untuk seluruh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia diatur oleh undang-undang melalui Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah provinsi.

"Kenaikan tarif PAM itu diatur di undang-undang, di Kementerian Dalam Negeri. Jadi kita tidak bisa walaupun itu IPO, mau sembarangan menaikkan (tarif) air, tidak bisa. Semuanya tetap harus disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri dan kemudian dari Pemprov DKI Jakarta," kata Arief dalam diskusi di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Menurutnya, IPO justru akan menuntut PAM Jaya untuk menjaga kinerja bisnis yang sehat dan efisien agar dapat menarik minat investor.

Pipa Tua, Kebocoran, dan Krisis Air Baku

Arief menegaskan bahwa transformasi ini mendesak karena PAM Jaya sedang berpacu dengan target besar untuk mencapai 100 persen cakupan air perpipaan di Jakarta. Sejak mengambil alih pengelolaan dari swasta pada Februari 2023, pihaknya telah menambah 124 ribu sambungan rumah tangga.

Namun, sejumlah tantangan besar masih menghadang, di antaranya:

  • Pipa Tua: 70 persen jaringan pipa sudah berusia 25-40 tahun dan sebagian besar tidak food grade.
  • Tingkat Kebocoran Tinggi: Tingkat kehilangan air (Non-Revenue Water/NRW) mencapai 45-47 persen, yang diperkirakan menimbulkan kerugian Rp 1 triliun per tahun.
  • Krisis Air Baku: 85 persen pasokan air baku Jakarta masih bergantung dari luar wilayah, seperti Jatiluhur.

Untuk mengatasi ini, PAM Jaya tengah menyiapkan empat Instalasi Pengolahan Air (IPA) baru dan meluncurkan teknologi water purifier agar air tetap layak minum.

Dukungan terhadap transformasi ini juga datang dari Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali. Ia menegaskan bahwa perubahan status PAM Jaya menjadi Perseroda bukanlah bentuk privatisasi, melainkan langkah untuk menciptakan manajemen yang lebih transparan dan akuntabel.

Baca Juga: Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal

"Tidak ada hubungannya dengan swastanisasi. Kendali penuh tetap ada di PAM Jaya. Justru ini kesempatan untuk membangun kepercayaan publik melalui tata kelola yang terbuka," tegas Firdaus.

Ia mengingatkan bahwa Jakarta sedang berpacu dengan waktu menghadapi ancaman penurunan muka tanah dan krisis air bersih.

"Kalau kita tidak bergerak cepat, jangan sampai tahun 2050 garis pantai sudah bergeser ke Harmoni. Solusinya jelas, percepat layanan air perpipaan," pungkasnya.

Load More