News / Nasional
Senin, 22 September 2025 | 22:43 WIB
Ilustrasi Peringatan Hari Tani Nasional. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • AGRA desak Land Reform sejati di era pemerintahan baru.

  • Menggunakan bara "Gerakan 25 Agustus" sebagai pemicu tuntutan agraria.

  • Program Food Estate dan lainnya dinilai hanya akan memperburuk penindasan.

Suara.com - Menyongsong Peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September 2025, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menyuarakan tuntutan fundamental pelaksanaan Land Reform Sejati di masa awal pemerintahan yang baru. 

Mereka menyebutnya sebagai momentum untuk menjelaskan aspirasi kaum tani "seterang-terangnya dan mendesakkan selantang-lantangnya."

AGRA menegaskan bahwa semangat perlawanan masih menyala, dipicu oleh aksi massa sebelumnya. 

"Aksi massa anti Kapitalisme Birokrat 25 Agustus 2025 yang berlangsung di ratusan kota selama berhari-hari lamanya, sekalipun mengalami pasang surut dalam intensitasnya, akan tetap jadi bara yang tidak terpadamkan," tulis Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rendy Perdana Khasmy dalam pernyataan yang diterima Suara.com, Senin (22/9/2025).

Gerakan ini, lanjut mereka, telah mengguncang kesadaran kaum tani di pedesaan, yang meskipun terlihat tenang, menghadapi beban hidup dan kesenjangan yang jauh lebih parah daripada di perkotaan. 

Bagi AGRA, pengorbanan para aktivis seperti Affan Kurniawan dan 9 martir lainnya tidak boleh sia-sia.

"Kematian mereka beserta pengorbanan mereka yang ditahan adalah 'tumpukan utang' negara setengah jajahan yang didikte kepentingan imperialisme yang hanya bisa dibayar dengan perubahan fundamental," tulis Rendy.

Ironi UUPA dan Monopoli Tanah

Peringatan Hari Tani Nasional sendiri merujuk pada penetapan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.

Baca Juga: Usai Ramai Pagar Laut, PIK 2 Bagi-bagi Sembako ke Warga, AGRA: Upaya Pembungkaman

Namun, AGRA menyoroti bahwa regulasi ini secara politik telah dikalahkan dan tidak pernah menjadi dasar hukum yang kuat, meskipun tidak pernah dicabut.

AGRA mengngkapkan bahwa pemerintah saat ini justru mewakili kepentingan para tuan tanah besar. 

"Pemerintah mewakili kepentingan para tuan tanah besar menggunakan organ kekuasaan politik negara memelihara monopoli tanah," sambungnya.

Tindakan Presiden Prabowo yang memberikan 80.000 hektar HGU di Aceh untuk pelestarian gajah atas permintaan WWF dan Pangeran Charles juga dikritik tajam karena dinilai membelakangi aspirasi sejati kaum tani.

"Bisakah semudah dan seluas itu Presiden Prabowo menyerahkan tanah pada tani penggarap?" tanyanya.

Wujudkan Demokrasi Agraria

Load More