News / Internasional
Minggu, 28 September 2025 | 13:38 WIB
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Baca 10 detik
  • Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ditunjuk menjadi pemimpin transisi Gaza.
  • Menurut laporan, Blair akan bertanggung jawab atas rekonstruksi Gaza.
  • Penunjukan Blair menuai kontroversi karena dinilai pro Israel dan terlibat perang Irak.

Namun, warisannya paling kontroversial adalah kebijakan luar negerinya, khususnya keterlibatan Inggris dalam Perang Iraq pada 2003.

Blair mendukung invasi AS ke Iraq dengan alasan senjata pemusnah massal yang ternyata tidak terbukti, yang menyebabkan kritik keras dari dalam negeri dan internasional.

Keputusan ini membuatnya dijuluki "Bliar" oleh para pengkritik, dan hingga kini menjadi noda dalam karirnya.

Meskipun demikian, Blair juga berperan dalam resolusi konflik di Irlandia Utara melalui Perjanjian Good Friday 1998, yang membawa perdamaian relatif ke wilayah tersebut.

Setelah mundur dari jabatan Perdana Menteri pada 2007, Blair tidak pensiun dari panggung dunia. Ia ditunjuk sebagai utusan khusus untuk Kuartet Timur Tengah (Quartet on the Middle East), yang terdiri dari AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB, dari 2007 hingga 2015.

Dalam peran ini, Blair fokus pada pembangunan ekonomi Palestina dan negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina.

Ia sering mengunjungi Gaza dan Tepi Barat, bekerja sama dengan pemimpin lokal untuk meningkatkan infrastruktur dan ekonomi. Pengalaman ini membuatnya dianggap sebagai ahli dalam isu Timur Tengah.

Pada 2016, Blair mendirikan Tony Blair Institute for Global Change, sebuah organisasi nirlaba yang memberikan konsultasi kepada pemerintah di seluruh dunia tentang reformasi dan pembangunan.

Institut miliknya telah bekerja di lebih dari 30 negara, termasuk di Afrika dan Asia. Fokusnya bergerak pada bidang teknologi, pendidikan, dan tata kelola.

Baca Juga: UNEP Peringatkan Kerusakan Gaza Bukan Hanya Kemanusiaan, Tapi Juga Lingkungan

Kembali ke proposal terkini, ide untuk menjadikan Blair sebagai pemimpin transisi Gaza muncul sebagai bagian dari rencana pasca-perang yang didukung oleh AS.

Menurut laporan, GITA akan bertanggung jawab atas rekonstruksi Gaza, termasuk pembangunan infrastruktur, distribusi bantuan kemanusiaan, dan persiapan pemilu demokratis untuk menggantikan Hamas.

Trump, yang dilaporkan memberikan restu, melihat Blair sebagai sosok netral yang bisa diterima oleh Israel. Di sisi lain, PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel harus mempertahankan kendali keamanan.

Namun, proposal tersebut menuai kontroversi. Pihak Palestina dan Arab mengkritik Blair yang dianggap terlalu pro-Israel dan terlibat dalam Perang Iraq.

Jika proposal ini terealisasi, Blair akan menghadapi tantangan besar, yaitu membangun Gaza yang hancur akibat perang, menjamin keamanan, dan memfasilitasi transisi kekuasaan yang damai.

Di usia 72 tahun, Blair tetap aktif dan berpengaruh, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan mencapai puluhan juta pound dari konsultasi dan buku-bukunya. Buku otobiografinya, "A Journey" (2010), menjadi bestseller dan memberikan wawasan tentang pemikirannya.

Load More