- Pasal tersebut mengatur bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera.
- Konsekuensi dari pasal jantung dalam UU Tapera yang dinyatakan tidak sesuai UUD NRI 1945 bisa menimbulkan kekosongan hukum.
- DPR perlu mengkaji agar aturan Tapera bisa bersifat pilihan bagi pemberi kerja dan pekerja, bukan kewajiban
Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (1) yang merupakan ‘pasal jantung’ dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera.
Dengan begitu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa dalam beberapa putusan MK sebelumnya, pasal jantung yang dinyatakan tidak beralasan hukum akan berdampak pada keseluruhan undang-undang.
“Pengujian yang berkaitan dengan ‘pasal jantung’ yang dinyatakan tidak beralasan menurut hukum, maka Mahkamah menyatakan keseluruhan undang-undang yang bersangkutan dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Meski begitu, lanjut Enny, konsekuensi dari pasal jantung dalam UU Tapera yang dinyatakan tidak sesuai UUD NRI 1945 bisa menimbulkan kekosongan hukum.
Untuk itu, MK memerintahkan DPR RI dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang untuk melakukan penataan ulang terhadap UU Tapera.
“Menimbang bahwa sehubungan dengan norma Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 sebagai "pasal jantung" telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, di mana norma pasal a quo berdampak pada pasal-pasal lain dalam UU 4/2016 sebagaimana didalilkan Pemohon, Mahkamah menyadari bahwa hal tersebut dapat menimbulkan kekosongan hukum, khususnya dalam hal sistem pendanaan dan pembiayaan perumahan jangka panjang yang menjadi tujuan kebijakan perumahan nasional melalui Tapera,” tutur Enny.
Dia menegaskan perlunya penataan ulang secara menyeluruh terhadap UU Tapera dengan merujuk pada Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Enny juga menjelaskan bahwa dalam proses penataan ulang, pembentuk undang-undang perlu memperhatikan pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban yang memberatkan bagi rakyat.
Baca Juga: DPR Bahas Revisi UU BUMN, Dasco Ungkap Wacana Kementerian BUMN Jadi Badan
“Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan hukum atas pelaksanaan amar Putusan Mahkamah yang membatalkan secara keseluruhan UU 4/2016, sesuai dengan Pasal 124 UU 1/2011," kata dia.
"Mahkamah memandang perlu memberikan tenggang waktu (grace period) yang dinilai cukup bagi pembentuk undang-undang untuk menata ulang pengaturan mengenai pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban yang memberatkan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri,” tambah dia
Lebih lanjut, dia juga menyebut bahwa DPR perlu mengkaji agar aturan Tapera bisa bersifat pilihan bagi pemberi kerja dan pekerja, bukan kewajiban
“Dalam hal ini, pembentuk undang-undang perlu memperhitungkan secara cermat ihwal pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan dari pengaturan yang sifatnya mewajibkan menjadi pilihan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri sesuai dengan prinsip keadilan sosial, perlindungan kelompok rentan, serta kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945,” tandas Enny.
Sebelumnya, MK menyatakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) inkonstitusional. Dalam putusannya, MK memerintahkan agar pembuat undang-undang melakukan penataan ulang agar UU Tapera bisa sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Berita Terkait
-
Tok! MK Tegaskan Seluruh Pekerja Tak Wajib Bayar Tapera
-
'Tugasmu Menjamin, Bukan Memungut!': Tamparan Keras MK untuk Logika Tapera Pemerintah
-
UU Tapera Inkonstitusional, MK Beri Waktu 2 Tahun untuk Penataan Ulang
-
Daftar Jurusan untuk Lowongan Kerja BP Tapera 2025
-
DPR Bahas Revisi UU BUMN, Dasco Ungkap Wacana Kementerian BUMN Jadi Badan
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Fraksi Partai Nasdem Dukung Pilkada Lewat DPRD: Sesuai Konstitusi dan Pancasila
-
DPR Desak KPK Jelaskan Penghentian Penyelidikan Kasus Aswad Sulaiman Secara Transparan
-
Hadapi Tantangan Geografis, Pendidikan dan Kesejahteraan Anak di Maluku Utara Jadi Fokus
-
AMAN Catat Konflik 202 Ribu Hektare Wilayah Adat Bengkulu Sepanjang 2025
-
Harapan Publik Tinggi, KPK Tegaskan Penghentian Kasus Aswad Sulaiman Berbasis Alat Bukti
-
Rentetan Kecelakaan Kerja di Galangan PT ASL Shipyard Kembali Terjadi, Polisi Turun Tangan
-
Viral Sekelompok Orang Diduga Berzikir di Candi Prambanan, Pengelola Buka Suara
-
Bahlil Lahadalia Jamu Cak Imin dan Zulhas Hingga Dasco di Kediamannya, Bahas Apa?
-
Tak Bisa Beli Roti Gegara Cuma Punya Uang Tunai: Kenapa Toko Lebih Suka Cashless?
-
Mendagri: Pemerintah Siapkan Bantuan Renovasi dan Hunian bagi Warga Terdampak Bencana Sumatra