- Kondisi sosial-ekonomi masyarakat di era kolonial, seperti yang digambarkan Gie dalam bukunya, menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ideologi kiri.
- PKI pernah menjadi salah satu kekuatan politik terbesar di Indonesia, dengan jutaan pendukung dari kaum buruh dan tani.
- Hendi Jo menjelaskan bahwa kelompok-kelompok kiri, sebagai respons, sering kali membuat media tandingan atau bahkan media bawah tanah.
Pertemuan itu menunjukkan bahwa komunisme awal di Indonesia bukanlah sekadar ideologi impor, melainkan hasil akulturasi dengan budaya perlawanan yang sudah ada di Indonesia.
Adapun, Iklim politik yang dinamis memberikan ruang bagi berbagai pemikiran untuk tumbuh, namun di saat yang sama, ketegangan ideologis muncul hingga memuncak pada tragedi di tahun 1965.
Era itulah yang kemudian melahirkan sebuah pemerintahan baru, Orde Baru, yang membangun legitimasinya di atas narasi anti-komunisme.
Pemerintahan tersebut menciptakan sebuah iklim politik yang penuh curiga terhadap segala hal yang berbau “kiri”.
“Jadi itu sifatnya sangat politis, karena pada saat itu situasi politik sangat tidak bersahabat dengan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai musuh ideologi negara, yaitu komunisme. Komunisme dianggap sebagai sebuah ideologi yang tidak boleh dibahas,” ungkap Hendi Jo.
Orde Baru, yang lahir dari tragedi G30S, sangat bergantung pada narasi anti-komunis untuk mempertahankan kekuasaannya.
Membiarkan sejarah PKI dibahas dari sudut pandang lain yang lebih objektif dianggap bagaikan membuka kotak pandora yang mengancam stabilitas pemerintahan.
Adanya kontrol narasi tidak hanya dilakukan melalui pelarangan buku, tetapi juga dengan membungkam pers.
Menurut Hendi Jo, kehidupan media pada saat itu berada dalam situasi “setengah terintimidasi”. Media yang berani menyuarakan kepentingan yang tidak sejalan dengan pemerintah akan direpresi dengan menghadapi ancaman hukum yang dikenal sebagai persdelict (delik pers).
Baca Juga: Ketika DN Aidit dan Petinggi PKI Khusyuk Berdoa...
“Karena kalau misalnya ada media yang saat itu cenderung membela kepentingan yang tidak pro pemerintah maka yang terjadi media itu akan dibredel. Alih-alih dibredel pemimpin redaksinya mungkin juga akan dipenjarakan pada saat itu,” ucapnya, menyamakan praktik represif era Orde Baru dengan apa yang terjadi di zaman kolonialisme.
Represi tersebut memicu lahirnya perlawanan di ranah media. Hendi Jo menjelaskan bahwa kelompok-kelompok kiri, sebagai respons, sering kali membuat media tandingan atau bahkan media bawah tanah.
Media-media tersebut menjadi oposisi dari pers besar yang saat itu cenderung pragmatis dan membela kepentingan pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
“Jadi ada media-media yang dibentuk oleh orang-orang ini yang kemudian menjadi antitesa dari media-media besar yang pada saat itu mungkin melakukan sebuah gerakan pragmatisme dengan membela pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Siapa yang kemudian menyuarakan kepentingan-kepentingan orang-orang PKI itu ya mereka bikin media sendiri,” jelasnya.
Sedangkan narasi yang dibangun Orde Baru untuk komunisme bersifat tunggal dan memberikan konotasi negatif pada PKI dan ajarannya yang selalu digambarkan sebagai anti-Tuhan, ateis, dan ancaman moral bagi bangsa.
Stigma itu membuat diskusi apapun tentang komunisme, bahkan dari sudut pandang sejarah, menjadi tabu dan terlarang.
Berita Terkait
-
Download Film G30S/PKI Asli Tanpa Revisi Dimana? Ini Link dan Maknanya di Era Sekarang
-
Misteri 'Kremlin' Jakarta Pusat: Kisah Rumah Penyiksaan Sadis Era Orba yang Ditakuti Aktivis
-
AGRA Desak Penghentian Proyek Transmigrasi ala Orde Baru: Haruskah Membuka Hutan dan Belukar Lagi?
-
Ketika DN Aidit dan Petinggi PKI Khusyuk Berdoa...
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Pilih Gabung Klub Antah Berantah, Persis Solo Kena Tipu Eks Gelandang Persib?
-
Tema dan Pedoman Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2025
-
Emas Antam Tembus Level Tertinggi Lagi, Hari Ini Dibanderol Rp 2.234.000 per Gram
-
Tata Cara Menaikkan Bendera Setengah Tiang dan Menurunkan Secara Resmi
-
Harga Emas Hari Ini: UBS dan Galeri 24 Naik, Emas Antam Sudah Tembus Rp 2.322.000
Terkini
-
Berkeliaran di Jalan, Heboh Warga di Duren Sawit Jaktim Pamer Punya Banyak Burung Merak, Kok Bisa?
-
Kuota Haji Tambahan di Kemenag Diklaim Sesuai UU, Begini Kata Pakar!
-
Bagi Lulusan D3 sampai S2 di Seluruh Indonesia, PLN Buka Lowongan Kerja Lewat Rekrutmen Umum
-
Prabowo Sebut Program MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja Baru
-
Pelajar SMA Bicara soal G30S/PKI: Sejarah yang Penuh Teka-teki dan Propaganda
-
Viral Momen Unik Akad Nikah, Pasangan Ini Justru Asyik Tepuk Sakinah Bareng Penghulu
-
Program 3 Juta Rumah Tancap Gas, Prabowo Hadiri Akad Massal KPR FLPP
-
Dugaan Korupsi Akuisisi Saham PT Saka Energi, Kejagung Telah Periksa 20 Saksi
-
Cuaca Jakarta Hari Ini: Waspada Hujan Deras di Kawasan Pesisir
-
Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Mengambang di Kali Kawasan Grogol Petamburan