News / Internasional
Minggu, 12 Oktober 2025 | 23:10 WIB
Nobel Perdamaian dalam video unggahan Donald Trump. (Twitter/@realDonaldTrump)
Baca 10 detik
  • Pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado, memenangkan Nobel Perdamaian 2025 atas perjuangannya menegakkan demokrasi, namun penghargaan tersebut langsung menuai kontroversi
  • Kritik tajam muncul akibat rekam jejak Machado yang secara terbuka mendukung Israel dan Partai Likud pimpinan Benjamin Netanyahu, serta seruannya untuk intervensi asing di Venezuela
  • Kecaman datang dari berbagai pihak internasional, termasuk politisi Norwegia dan Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR)

Suara.com - Dunia baru saja menyambut peraih Nobel Perdamaian 2025, pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado, atas perjuangannya memulihkan demokrasi. Namun, euforia penghargaan bergengsi ini tak bertahan lama dan langsung berubah menjadi badai kontroversi global. Jejak digital dan pernyataan politik Machado di masa lalu kini menjadi bumerang yang memicu kecaman luas.

Komite Nobel sejatinya memuji Machado sebagai “pejuang perdamaian” dan “tokoh pemersatu utama dalam oposisi politik yang sebelumnya terpecah.” Ketua Komite Nobel, Jorgen Watne Frydnes, bahkan menyebut keberanian Machado telah “menjaga nyala demokrasi tetap hidup di Venezuela di tengah kegelapan yang kian pekat.” Ia dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap otoritarianisme karena memilih bertahan di negaranya meski nyawanya terancam.

Akan tetapi, pujian setinggi langit itu seolah lenyap ditelan kritik tajam yang datang dari berbagai penjuru. Laporan NDTV World pada Sabtu menyoroti bagaimana pernyataan lama Machado yang terang-terangan mendukung Israel dan Partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembali viral. Ia dituding mendukung genosida yang terjadi di Gaza.

Dalam salah satu unggahan lawasnya yang kini tersebar luas di media sosial, Machado menulis dengan tegas, “Perjuangan Venezuela adalah perjuangan Israel,” sembari menyebut negara tersebut sebagai “sekutu sejati kebebasan.”

Kritik pedas juga datang dari parlemen Norwegia. Anggota parlemen Bjornar Moxnes mengungkap fakta bahwa Machado pernah menandatangani dokumen kerja sama dengan Partai Likud pada tahun 2020.

Menurutnya, langkah politik tersebut sama sekali tidak sejalan dengan semangat dan tujuan mulia dari Penghargaan Nobel Perdamaian.

Gelombang protes semakin besar ketika Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), sebuah organisasi hak-hak sipil terkemuka, ikut angkat bicara. CAIR mengecam keras penetapan Machado sebagai pemenang, dan menyebutnya sebagai “keputusan yang tidak berperikemanusiaan” yang berpotensi besar merusak reputasi Komite Nobel yang telah dibangun selama puluhan tahun.

Kontroversi Machado tidak berhenti di situ. Ia juga pernah menuai kritik tajam atas suratnya pada 2018 yang ditujukan kepada para pemimpin Israel dan Argentina.

Dalam surat itu, ia secara terbuka meminta dukungan untuk “membongkar rezim kriminal Venezuela,” sebuah seruan yang diartikan sebagai permintaan intervensi asing.

Baca Juga: HNW Senang Atlet Senam Israel Ditolak Pemerintah RI: Mereka Tak Tahu Diri!

Situasi menjadi semakin rumit ketika mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ikut terseret dalam pusaran ini. Trump, yang pemerintahannya pernah menuduh Komite Nobel “mengutamakan politik ketimbang perdamaian,” menyatakan “senang untuknya” setelah Machado mendedikasikan penghargaan tersebut untuk dirinya. (Antara/Anadolu)

Load More