News / Nasional
Senin, 13 Oktober 2025 | 15:28 WIB
Massa dari Gerakan Lintas Aliansi Adili Koruptor (Gladiator) menggelar aksi Tangkap dan Adili Jokowi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/10/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Presiden ke-7 RI Jokowi disebut menurunkan apa yang ia sebut dengan “The Jokowi’s Legacy”.
  • Ikrar secara khusus menyoroti kerusakan institusi di tubuh TNI dan Polri, yang ia sebut dimulai di era kepemimpinan Presiden Jokowi.
  • Ikrar menilai praktik ini sebagai sumber dari berbagai persoalan termasuk potensi perselisihan antara TNI dengan Polri.

Suara.com - Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti, melontarkan kritik tajam terhadap apa yang ia sebut “The Jokowi’s Legacy” atau warisan mantan Presiden Joko Widodo yang dinilai berbahaya bagi Indonesia.

Pernyataan ini, ia sampaikan melalui kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP. Ikrar mengatakan bahwa Presiden ke-7 RI menurunkan apa yang ia sebut dengan “The Jokowi’s Legacy”.

Ikrar secara khusus menyoroti kerusakan institusi di tubuh TNI dan Polri, yang ia sebut dimulai di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

“Jokowi Legacy ini sangat berbahaya bagi Indonesia. Perusakan institusi dalam TNI dan Polri itu rusaknya pada era Jokowi,” ungkapnya, dalam podcast, dikutip pada Senin (13/10/2025).

Menurut Ikrar salah satu akar permasalahannya adalah adanya politisasi di dalam institusi penegak hukum.

Ia menekankan bahwa dalam anggota polisi dan TNI tidak sepantasnya terlibat dalam politik praktis, termasuk menduduki jabatan-jabatan sipil juga.

“Harus ditekankan juga, satu hal bahwa polisi itu seperti juga TNI, tidak boleh berpolitik dan kalau perlu nanti semua jabatan-jabatan di sipil kalau perlu itu juga nggak boleh ada tentara dan dan militer di situ,” tegas Ikrar.

Ikrar menilai praktik ini sebagai sumber dari berbagai persoalan termasuk potensi perselisihan antara TNI dengan Polri.

Lebih lanjut, Ikrar lalu membahas mengenai loyalitas aparat yang dirasa bergeser, tidak lagi lurus pada negara, melainkan pada individu atau kelompok tertentu seperti “Geng Solo”.

Baca Juga: Perkap Baru, Polisi Bisa Tembak Penyerang Markas Pakai Peluru Tajam! Ini Aturan Lengkapnya

Ia mencontohkan langkah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo, yang sebelumnya melantik sejumlah komisaris jenderal.

Profesor Riset Politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti. (tangkap layar/ Yutube Abraham Samad SPEAK UP)

Ikrar memaknai hal ini sebagai upaya untuk mengamankan posisi dan kepentingan kelompoknya.

“Tau kan berapa jumlah komisaris jenderal yang baru dilantik oleh Sigit? Ini berarti dia lagi cari kira-kira siapa yang bisa menggantikan dia dan tidak menjadi orang yang berbahaya baik untuk dirinya maupun buat keluarga Jokowi,” jelas Ikrar.

Oleh karena itu, Ikrar mendesak adanya reformasi total di dalam tubuh kepolisian dan TNI. Namun dengan catatan, tim reformasi ini harus dibentuk langsung oleh presiden, bukan internal Kapolri.

“Anda bisa bayangkan pelindungnya kapolri sendiri. Mana mungkin anak buah kemudian membuat suatu kebijakan ataupun masukan mengenai apa yang harus dilakukan terhadap pimpinan kan gitu ya,” tutupnya, menggarisbawahi pentingnya independensi tim reformasi tersebut.

Reporter : Nur Saylil Inayah

Load More