News / Nasional
Kamis, 16 Oktober 2025 | 15:51 WIB
Jejak Karier Andra Soni, Gubernur Banten yang Selesaikan Kasus Kepala SMAN 1 Cimarga
Baca 10 detik
  • Sosok Gubernur Banten Andra Soni turut menjadi sorotan ketika kasus Kepala SMAN 1 Cimarga ramai diberitakan.
  • Kepemimpinannya diuji oleh kasus Kepala SMAN 1 Cimarga yang dinonaktifkan setelah menampar seorang siswa merokok.
  • Ia mengambil keputusan pro kontra dan kini mengaktifkan kembali kepala sekolah dengan alasan niat baik mendisiplinkan siswa.

Suara.com - Nama Andra Soni belakangan menjadi sorotan publik Banten. Bukan hanya karena statusnya sebagai Gubernur Banten, tetapi juga karena sebuah keputusan pro kontra dalam kasus Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga.

Kasus penamparan siswa oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga menjadi panggung yang menyorot jejak karier Andra Soni. Pasalnya, peran Gubernur Banten dalam kasus tersebut cukup penting.

Siapa sangka Andra yang dulunya seorang anak petani kini menjadi orang nomor satu di Banten. Keputusan ini seolah menjadi cerminan dari perjalanan panjang dan falsafah kepemimpinan yang ia anut.

Dari Anak Petani ke Pucuk Pimpinan DPRD

Perjalanan hidup Andra Soni adalah kisah tentang kegigihan melawan keterbatasan. Meski bukan orang asli Banten, tapi kini dia menjadi sosok terpenting di daerah tersebut.

Lahir di Payakumbuh pada 12 Agustus 1976 dari keluarga petani sederhana, Andra Soni merasakan langsung sulitnya kehidupan ekonomi.

Orang tuanya bahkan pernah menjadi TKI ilegal di Malaysia untuk menyambung hidup.

Di negeri jiran, Andra kecil hanya bisa mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar sebelum akhirnya kembali ke Indonesia dan melanjutkan sekolah di Tangerang sambil menumpang di rumah orang lain.

"Ini adalah sebuah anugerah bagi saya. Saya tidak pernah bermimpi menjadi Ketua DPRD Provinsi Banten. Ini sejarah bagi saya, sejarah bagi keluarga saya, sejarah bagi orangtua saya, sejarah bagi keturunan saya," ujar Andra Soni.

Masa mudanya diwarnai perjuangan berat. Untuk membiayai kuliah Diploma III, ia pernah bekerja sebagai kurir surat.

Baca Juga: Bela Kepsek SMA 1 Cimarga yang Tampar Murid, Dedi Mulyadi: Jangan Kriminalisasi Guru Sekolah

Dari pekerjaan inilah, ia mengaku belajar filosofi penting tentang ketepatan waktu dan melayani kepentingan orang lain.

Kariernya terus menanjak dari kurir, sales, hingga manajer, sebelum akhirnya mendirikan perusahaan ekspedisi sendiri.

Lompatan besar terjadi pada Pemilu 2014 saat ia terjun ke dunia politik melalui Partai Gerindra.

Kepercayaan publik mengantarkannya menjadi anggota DPRD Banten selama dua periode dan puncaknya, ia didapuk menjadi Ketua DPRD Banten periode 2019-2024.

Latar belakangnya yang merakyat ini membentuk citra Andra sebagai pemimpin yang memahami denyut nadi masyarakat kecil.

Polemik SMAN 1 Cimarga

Gaya kepemimpinan yang terbentuk dari perjalanan hidupnya itu kini diuji dalam sebuah kasus yang kompleks di dunia pendidikan.

Polemik dimulai ketika Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, menampar seorang siswa berinisial ILP (17) yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.

Insiden ini memicu reaksi keras dari siswa lain yang berujung pada aksi mogok belajar dan tuntutan agar kepala sekolah dicopot.

Pemerintah Provinsi Banten, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), mengambil langkah cepat dengan menonaktifkan sementara sang kepala sekolah pada Selasa, 14 Oktober 2025.

Langkah ini diambil untuk mendinginkan suasana dan memastikan proses belajar mengajar kembali kondusif. Siswa yang melanggar aturan pun tetap diberi sanksi berupa teguran dan pembinaan oleh guru BK.

Kasus ini menjadi bola panas. Di satu sisi, ada desakan kuat untuk menegakkan disiplin tanpa kekerasan di lingkungan sekolah.

Pada sisi lain, muncul suara-suara yang membela tindakan guru sebagai bentuk kepedulian untuk mendisiplinkan siswa.

Keputusan Kontroversial dan Alasan di Baliknya

Di tengah situasi yang memanas, Andra Soni mengambil langkah yang mengejutkan banyak pihak.

Setelah mempertemukan kepala sekolah dan siswa, ia memutuskan akan mengaktifkan kembali Dini Fitria sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga. Keputusan ini sontak menjadi buah bibir dan menuai pro dan kontra.

Andra Soni memberikan alasan yang mendasari keputusannya. Menurutnya, penonaktifan tersebut bersifat sementara dan bukan bentuk hukuman.

Ia memandang tindakan sang kepala sekolah sebagai niat baik seorang guru, meski diakui ada emosi yang terselip.

"Bu Dini mengakui ada terselip emosi, tapi bukan emosi untuk mencederai. Itu bentuk niat baik guru kepada murid. Masa iya ada murid merokok tidak ditegur?" terang Andra.

Lebih jauh, Andra khawatir jika para guru menjadi takut untuk menegur siswa yang salah karena khawatir dilaporkan ke polisi.

Ia juga berpendapat bahwa memindahkan kepala sekolah ke tempat lain tidak akan menyelesaikan masalah, justru bisa menimbulkan preseden buruk.

Bagi Andra, jika setelah diaktifkan kembali muncul penolakan, itu justru menjadi indikator bahwa ada masalah internal lain di sekolah yang harus diselesaikan oleh kepala sekolah itu sendiri.

Keputusan ini dapat dilihat sebagai cerminan gaya kepemimpinan pragmatis yang berakar dari pengalamannya.

Ia memilih jalan tengah: sanksi bagi siswa tetap berjalan, dan pembinaan bagi guru juga dilakukan tanpa harus menghancurkan kariernya.

Namun, langkah ini juga menjadi pertaruhan besar bagi citranya sebagai pemimpin, terutama dalam isu sensitif seperti kekerasan di dunia pendidikan.

Jejak karier Andra Soni, dari anak petani yang berjuang keras hingga menjadi politisi ulung, kini berada di persimpangan jalan.

Kasus SMAN 1 Cimarga menjadi barometer bagaimana ia menerjemahkan pengalaman hidupnya ke dalam kebijakan publik.

Apakah ini bukti kepemimpinan yang bijaksana dan solutif, atau sebuah blunder politik? Waktu dan respons publik yang akan menilainya.

Bagaimana pendapat Anda tentang gaya kepemimpinan Andra Soni dalam menangani kasus SMAN 1 Cimarga? Apakah keputusan untuk mengaktifkan kembali kepala sekolah sudah tepat? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar

Load More